16

53 7 0
                                    

~Happy Reading~

Akhirnya pria yang bersembunyi di balik tirai di larikan ke rumah sakit dengan bantuan mobil Reza.

***


"Kalian tidak apa?" Tanya pak Gun

"Kami baik-baik saja, Pak" jawab Erio

Suasana hening sejenak sebelum seseorang berteriak memanggil 'ibu' dari luar aula.
Mata kembali mengarah ke luar aula.
Kinara berlari sempoyongan menuju wanita paruh baya yang masih terikat sambil terus berteriak 'ibu' . Kata itu membuat semua kebingungan.

Mengernyitkan kening "Kenapa kamu panggil dia ibu, nak?" Tanya pak Gun

Menatap tajam dengan penuh amarah "Karena dia ibuku" teriak Kinara memengingkan seluruh ruangan.

"Kenapa kalian menyiksa ibuku? Kalian jahat, hiks.. hiks" tangis Kinara.

"Kumohon lepaskan aku. Aku tidak bersalah" pinta wanita paruh baya itu dengan tenang.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya mereka melepas ikatan pada wanita itu. Pak Gun meminta keterangan dari Kinara dan ibunya.

"Dia adalah ayah tiri Kinara, Ringgo" ucap wanita itu.

"Dua tahun lalu ayah Kinara meninggal. Kemudian saya yang juga memiliki cacat mental seperti Kinara tidak dapat menerima kenyataan. Ringgo yang sudah menduda saat itu selalu menghibur saya. Dia adalah mantan kekasih saya sewaktu kuliah dan ternyata sampai sekarang dia masih menyukai saya" ucap Ibu Kinara dengan tatapan kosong.

Kinara menatap ibunya lalu menunduk "lalu ibu menikah dengannya" ujar Kinara dengan wajah sedih mendalam

"Ya, sayapun menikah tanpa persetujuan Kinara. Saat itu saya bilang dia pria yang baik namun suatu hari dia mengatakan hal yang sangat melukai perasaan saya"

"Apa yang dikatakannya?" Tanya Erio

"Setelah kematian ayah Kinar, penyakit mental Kinar bertambah parah dan Ringgo meminta untuk memasukkan putriku ke rumah sakit jiwa"

Vanya memotong pembicaraannya "maaf, penyakit mental apa yang Anda maksud? Saya melihat Kinara seperti gadis normal lainnya" ucap Vanya.

"Benar. Sekilas memang terlihat normal. Penyakit mental Kinara menurun dari saya. Setiap kami merasa takut, sedih, khawatir, gugup dan bentuk perasaan yang tak enak lainnya sekuat apapun orang meminta kami berbicara kami tidak akan mampu berbicara sebelum tenang. Semakin rasa tak enak itu bertambah, maka kami akan kehilangan ingatan total sementara waktu. Itulah penderitaan kami"

"Tentu saya menolak Kinar dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Namun ketika dia mendengar bahwa Kinara akan diikutkan olimpiade dan juga bimbingan sosial serta kegiatan lainnya, dia mengajak saya ke luar kota meninggalkan Kinar sendirian untuk selamanya. Saya membantah dan terjadi perdebatan diantara kami. Saya begitu marah hingga saya hanya dapat molotot tajam tanpa berkata sepatah katapun. Badan saya mulai gemetar dan saya mulai lupa akan beberapa hal. Kemudian dia berkata bahwa akan menyusul Kinar ke tempat olimpiade dan menghabisi nyawa Kinar. Tentu saya bertambah panik tapi kalau saya tidak mengontrol emosi maka ingatan saya akan hilang dan jatuh pingsan. Saya berusaha menenangkan diri dengan susah payah. Setelah tenang saya mengurung Ringgo di kamar dan menyusul putriku ke sini"

"Lalu, bagaimana dengan guru pendamping yang saya temui waktu itu?" Tanya Alexa

"Ketika saya masuk ke dalam kamar Kinar pagi itu, saya menemui guru tersebut tidur di samping Kinar. Karna takut dia akan menghalangi rencana saya, saya menyekapnya di dalam toilet. Namun sebelum kami berhasil kabur, Ringgo masuk ke kamar itu dengan memegang pisau" ucap Ibu Kinara

Lonely Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang