5

69 11 0
                                    

Reno begitu cemas akan nasib Vanya karena terlibat dengan penjahat yang mengintai keluarganya. Ini mungkin masih dugaannya tapi menurutnya yang mengancam keluarganya adalah penjahat berkelas. Kalau tidak begitu,  pasti pihak polisi dengan cepat mengetahui bahwa tragedi 13 tahun lalu adalah kejahatan disengaja. Perasaan Reno yang mulai nyaman di dekat gadis berkulit putih itu membuatnya tidak ingin kehilangan lagi. Setelah Vanya selesai merapikan rambut Reno, ia kemudian pamit keluar. Namun langkahnya terhenti karena Reno memanggil. Kemudian pria yang bernama Reno itu mengajak Vanya bertemu di bukit setengah jam lagi.

Sudah 3 jam sejak Reno mengajak Vanya. Itu artinya gadis itu telat dua setengah jam. Reno bahkan tertidur saat menunggu Vanya. Saat Vanya mendapati Reno sedang tertidur di kursi, ia mendekat ke telinga Reno dan menghembuskan nafasnya secara perlahan. Reno hanya menggosok telinganya karena merasa geli. Kemudian Vanya lebih mendekat ke telinga pria tampan itu dan berniat memberikan hembusan lagi. Namun betapa keduanya kaget saat Reno tiba-tiba memutar arah ke hadapan wajah Vanya dan membuka mata. Sekarang wajah mereka sangat dekat bahkan ujung hidung mereka sampai bersentuhan. Spontan Reno bangkit.

"Kamu ngapain? Dasar cewek mesum" ucap Reno dengan wajah memerah.

"Kamu sih, tiba-tiba muter arah. Aku tadi cuma iseng niupin telinga kamu" balas Vanya dengan wajah lebih merona.

Suasana begitu canggung. Mereka diam dan tak mengobrol selama 3 menit. Lalu Vanya mencoba merubah situasi yang tak mengenakkan itu.

"Ah, belakangan ini kita lebih akrab ya. Kamu juga lebih sering ke bukit sekarang. Dulu kamu selalu mengurung diri di kamar dan bahkan tidak mau menjawab sapaan dariku. Tapi sekarang kamu lebih hangat kepadaku. Aku senang" ucap Vanya malu-malu.

Reno tak berkomentar dan menggeser duduknya menjauhi Vanya.

"Kamu kok diam saja?" Tanya Vanya sambil menggeser duduknya lebih dekat.

"Aku takut padamu" jawab Reno sambil kembali menggeser duduknya menjauhi Vanya.

"Ta, takut kenapa, sih? Aku kan gak jahat." Sembari mendekatkan tubuhnya ke Reno.

"Akupun tidak paham, saat di dekatmu aku merasa ketakutan yang luar biasa ditambah jantungku berdetak cepat sekali dan aku selalu mengikut ucapanmu" kata Reno dengan begitu tenang.

Lalu Vanya mendekatkan telinganya ke dada Reno dan mulai mendengarkan detak jantung Reno yang memang kencang sekali. Reno terus menjauhi Vanya namun Vanya terus mengejar duduknya dan semakin lama Vanya menempel dengan Reno. Reno yang tak lagi mampu bergeser karena sudah berada di ujung kursi akhirnya menegur Vanya.

"Kamu geser ke kiri dong, aku sesak nafas ditempelin sama kamu" ucap Reno dengan sedikit mendorong Vanya.

"Oke oke, aku menjauh nih, segini cukup kan?" Vanya menjauh dengan jarak yang sangat dekat.

"Itu namanya kamu hanya bergeser 5 cm saja. Duduk di ujung kursi, sana!" Perintah Reno.

Akhirnya mereka mengobrol dengan jarak yang cukup jauh.

"Mmm, Reno. Aku bilang ke pak Manajer itu hari ini aku bakalan datang dengan kelompokku tapi aku tidak bisa datang karena aku kan gak punya kelompok ditambah lagi aku terlanjur bohong bilang namaku Septi lalu bapak itu malah minta tanda pengenal. Detail banget ya nanyanya. Padahal cuma diminta keterangan doang. Tapi kamu jangan khawatir. Aku akan buat alasan karna ini hari Minggu, jadi temanku yang lain malas keluar di hari libur. Bapak itu gak akan curiga kok. Tapi besok, gimana ya, aku kan gak punya kelompok dan identitas atas nama Septi. Melihat pak manajer itu begitu antusias, sampai bertanya detail seperti kemarin malah membuat aku curiga. Apa jangan-jangan pak manajer itu terlibat? Makanya nanyanya detail banget" celoteh Vanya terus-menerus.

Lonely Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang