3. kelas persiapan olimpiade

255 36 11
                                    


Sudah hampir seminggu tes itu berlalu, dan hasilnya masih belum diumumkan. Karena sangat penasaran, aku pun sempat bertanya langsung pada pak Fb yang kebetulan sedang mengajar dikelasku. Saat itu pak Fb memberikan soal kepada kami. Dan akupun dengan kecepatan kilat bisa mengerjakan soal itu. Lalu aku maju kedepan dengan bangganya. Iya dong bangga, saat yang lain masih pusing memikirkan soal aku sudah selesai.

"Pak, hasil tes anak-anak kimia lovers sudah diperiksa belum ya?"

"Sudah," jawab Pak FB yang sedang mengoreksi bukuku.

"Kalau sudah, kok hasilnya belum dikasih tahu?"

"Oh itu sih sengaja biar kalian pada penasaran."

Aku masih ingat dengan jelas wajah watadosnya pak Fb yang mengatakan kalimat tadi. Untung saja dia guru yang harus dihormati. Kalau tidak, sudah kuhujat dia habis-habisan. Heran, kenapa lelaki tampan disekolah ini memiliki kelainan sifat. Pertama junedi, tampan tapi kerdus. Yang kedua pak FB, tampan tapi menyebalkan.

Satu lagi yang membuatku heran. Kenapa bisa kelasku begitu panas. Syukurlah aku punya tabel periodik, jadi bisa kumanfaatkan untuk kipas-kipas.

"Ihh... Anggita ucul deh bibirnya. Glossy gloosy gitu. Pake lip gloss apa?" Tanpa diberitahu pun kalian pasti sudah tahu siapa yang biasa berbicara menggunakan bahasa alay.

Anggita langsung mengusap bibirnya menggunakan tisu yang dia ambil dari Sarah. "Lip gloss apaan. Ini efek habis makan gorengan."

Puji minyak gorengan, kau bisa membuat bibir tebal Anggita tampak lucu di mata Kanya. Sementara itu Sarah celingukan mencari tisunya. Maklum, Anggita meminta tanpa Izin.

"Tumben hari ini lo nggak pacaran?" tanya Anggita. Aku mengernyit heran. Serius dia bertanya padaku. Bukannya Sarah sudah bercerita kalau dari embrio hingga sekarang aku belum pernah mencicipi yang namanya berpacaran. Melihat muka melongoku, Anggita berdecak tiga kali. "Maksud gue, pacaran sama buku Kimia," ucapnya.

Aku beserta Kanya, dan Sarah ber oh kelewat panjang. Kalau saja Anggita tidak menyuruh kami berhenti, mungkin kami akan terus melakukannya sampai waktu istirahat selesai.

"Permisi ada yang mau beli Susu kedelai nggak?"

Demi dewa, suara siapa itu yang begitu indah dengan sedikit bumbu seraknya. Aku menolah kearah pintu. Terpaku sejenak, kemudian langsung membuang muka kearah lain. Aku tarik kembali pujianku, karena si pemilik suara yang kata ku indah itu adalah Junedi.

Hampir semua kaum hawa yang tersisa dikelasku menghampiri Junedi. Ada yang memang ingin membeli sule, ada yang sekedar ingin caper, ada juga yang niatnya mau minta sule ke temennya. Dan ketiga temanku termasuk kedalam golongan sekedar caper. Aku hanya duduk diam sambil membaca coretan indah diatas meja sembari terus kipas-kipas menggunakan tabel periodik.

"Kakak besok mampir kesini lagi. sulenya enak banget loh." Halah modus, batinku.

"Makasih loh dek. Tapi, ini bukan sule jualannya kakak, ini punya temen kakak."

"Oh jadi kakak Cuma bantuin jualan?"

"Ya gitu deh."

"Unch... unch... baiknya kakak." Jangan tanya siapa yang kali ini berbicara.

Bukannya aku sedang menguping. Aku duduk di bangku paling depan, barisan nomor dua dari pintu. Tentu saja aku bisa mendengar percakapan mereka. Sekilas aku melirik dagangan yang dijajakan Junedi. Eh gila, jajanannya langsung habis. Padahal tadi dia bawa lumayan banyak. Dan aku perhatikan ada yang beli dua, ada juga yang tiga. Bahkan ada yang borong banyak sekali. Apakah ini murni karena kecintaan mereka pada sule. Atau terkontaminasi untuk modus pada si lelaki kerdus.

𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜 ❝Chemistry❞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang