4. Sebuah Pulpen

216 33 4
                                    

"Ada yang namanya Masa atom relatif, dan ada yang namanya masa molekul relatif. Untuk perbedaan keduanya kalian bisa lihat pada rumus yang ada dibuku. Saya tidak ingin menjelaskan secara bertele-tela. Saya tahu kalian akan bisa memahami perbedaan keduanya dari rumus dan penjelasan singkat dibuku."

Siapa lelaki yang berdiri didepan sana? Dia bukanlah Junedi yang kukenal. Aku tidak mengenal Junedi yang berdiri didepan sana. Lupakan, ini memang lebay. Tapi ini serius, saat sedang mengajar, kepribadian dan aura Junedi jadi berubah. Terlihat jadi lebih berwibawa.

"Kalian sudah paham?" tanya Junedi, dan kami mengangguk. Aku memang sudah paham perbedaanya melalui penjelasan dari buku. "Oke, kita lanjutkan pembahasan selanjutnya."

Junedi menjelaskan dengan cepat, Namun aku serta yang lainnya bisa mengikutinya dengan mudah. Mungkin karena cara penjelasannya yang simpel dan tidak bertele-tele. Hebat juga Junedi ini.

Adzan ashar berkumandang. Dan siapa sangka kami hampir menyelesaikan satu bab pembahasan dalam waktu dua jam kurang. Super ngebut memang.

"Oke, kita bisa istirahat dulu. Waktunya empat puluh menit ya. Jangan sampai telat masuk," ucap Juneidi.

Semuanya langsung pergi keluar terkecuali aku dan Junedi. Aku sedang sibuk mencari pulpenku yang sempat terjatuh tadi. Bahaya kalau pulpennya hilang, aku tidak punya pulpen lagi soalnya.

"Lagi ngapain?"

Aku mendongak, dan kudapati Junedi sedang tersenyum padaku. "Nyari pulpen," jawabku mencoba memberi kesan cuek.

"Nggak mau jajan?"

"Nanti."

"Duluan ya."

Akhirnya makhluk yang bernama Junedi itu pergi dari sini. Ku lanjutkan pencarian mencari pulpenku. Ya tuhan, bantulah hambamu yang fakir pulpen ini dalam mencari pulpennya. Aku terus merangkak sampai kebelakang. "Pulpen oh pulpen, dimana kau?" silahkan sebut diriku gila.

Helaan napas lolos dari mulutku. Mungkin pulpen itu memang bukan rezeki ku. Gampang pinjam pulpen ke Herdi nanti. Aku pun memutuskan untuk pergi membeli jajan. Namun langkahku berhenti saat mendengar suara yang aku kenal. Ah itu suara Junedi.

"Lo mau bicara apa?"

Rasa penasaranku mendadak bangkit. Bukannya melanjutkan langkah menuju tempat jajan. Aku malah memilih bersembunyi dibalik tembok dan dengan santainya memasang telinga untuk siap menguping.

"Nggak usah sok polos deh June, lo pasti tahu tujuan gue manggil lo kesini." memang sih cewek itu memakai seragam SMA. Tapi dilihat dari lekuk tubuh dan wajahnya dia terlihat seperti bukan anak SMA. Bukan tua, tapi terlihat dewasa. "June, lo kok diem aja sih!" cewek itu mulai sewot rupanya.

"Karena yang harusnya ngomong itu lo, bukan gue. Kan lo yang mau ngomong sama gue." Jadi greget dengan Junedi ini. Aku yang baru dengar saja sudah paham arah pembicaraan ini. Pasti si cewek aduhai itu ingin menembak Junedi.

Si cewek aduhai mendekat pada Junedi, dan ia pegang tangan kanan Junedi dengan kedua tangannya. Kenapa nggak tangan kiri, mungkin dia takut Junedi habis cebok terus lupa cuci tangan. Cewek agresif memang sudah marak beredar rupanya. "June, sebenarnya gue..."

Suka kamu. Ayo dong cepat katakan kata-kata itu, kok lama sekali. Aku ingin tahu bagaimana reaksi Junedi si kerdus itu.

"Gue... pengen minjem duit kamu."

Badanku lemas seketika. Apa-apaan kejadian anti klimaks ini. Aku mengusap peluh di pelipisku. Sia-sia saja keringatku keluar.

"Yang kemarin aja belum dibalikin, masa mau minjem lagi?" Sepertinya ada yang beda dari cara bicara Juneidi ini. Tidak ramah, dan tidak terdengar manis seperti biasanya. "Nih gue kasih pinjam, tapi jangan digunain buat yang nggak-nggak. Awas aja lo."

𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜 ❝Chemistry❞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang