11. Keluarga cemara

127 26 3
                                    


Hari ini merupakan hari yang paling dinanti oleh seluruh pelajar dan pekerja diseluruh sabang sampai merauke. Kuberitahu bahwa hari ini merupakan hari libur nasional. Jauh-jauh hari sudah kujadwalkan untuk menonton film di bioskop bersama keluargaku. Naasnya, hari ini bu Lulu memaksa anak kelas persiapan olimpiade untuk datang ke sekolah.

Celana training, hoodie, sandal jepit, dan topi melengkapi penampilanku. Diantara yang lain, akulah yang menyandang kategori paling sederhana. Mereka semua berdandan rapih seolah mau kondangan. Bahkan Sukenti terlihat begitu cantik dengan dress bunga-bunga diatas lututnya. Yang ada dipikiranku yang penting berpakaian sopan. Dan juga ini bukan acara spesial, kami hanya akan membahas materi kimia.

"Sab, kenang apa? Ora enak awak?"

Kepalaku menggeleng. "Bukan badanku yang nggak enak. Tapi hatiku."

"Kenang apa emang?"

"Masa, libur-libur gini kita disuruh berangkat. Kan sebel." Kurva melengkung dengan puncak diatas menghias wajahku. "Padahal aku udah ada rencana nonton."

"Yaampun sab, masa kaya kue bae nyampe mesu-mesu. Nonton sih bisa kapan bae."

"Masalahnya bukan gitu Kenti. Aku itu diajak nonton sama keluargaku. Tahukan kalau nonton bareng keluarga itu tiketnya gratis."

"Dadi priben?"

Geraman pelan lolos dari mulutku. Aku sudah siap menggelitiki sukenti, namun langsung ku tarik kembali tanganku saat Herdi menatapku horor. Terlupakan begitu saja kalau Sukenti ini punya penjaga yang tak diakui. "Intinya aku mau nonton film, tapi aku lagi boke. Jadi begitu keluargaku ngajakin aku nonton aku seneng. Tapi hari ini aku malah harus berangkat kesekolah."

"Suruh keluargamu nunggu."

"Nggak mau katanya." Aku memeluk tasku. "Aku pengen nonton!"

"Kalau gitu, sama gue aja yuk!"

Mengheningkan cipta mulai. Aku, Sukenti, bahkan Izat dan Herdi yang sedang main game pun langsung menghentikan kegiatan mereka.

"Loh kok pada diem. Kenapa?" tanyanya. "Terkesima dengan ketampanan gue ya?"

Herdi dan Izat langsung melanjutkan kegiatan mabar mereka. "Her, first aid her!" teriak Izat. Ada dua kondisi dimana Izat tidak berbicara menggunakan pantun. Saat mengucapkan kalimat yang panjang, dan saat bermain game.

"Sab, mau nggak?" tanyanya lagi. Aku diam beberapa detik, berharap wangsit mendatangiku. Sialnya yang datang justru rasa mulas. Instingku menyuruhku untuk segera pergi ke kakus. Sayangnya tuhan justru menjadikan Junedi sebagai penghalangku untuk membuang hajat yang sepertinya akan berukuran besar ini. Mengingat rasa mulasnya begitu luar biasa. "Sab, lo kok diem aja?"

Terkutuklah wahai engkau Junedi salah satu dari golongan lelaki tukang modus. "Iya ned, iya. Nanti pulang dari sini kita nonton. Jadi bisa nggak lo biarin gue pergi."

"Oh, oke!"

*****

Gelak tawa membahana diseluruh ruang kimia lovers, ini semua ulah bu Lulu. Meski terkesan sedikit sarkas ketika berbicara. Tapi bu Lulu tak pernah lupa menggelitik perut kita dengan candaan di saat tengah mengajar. Seperti saat ini. Bahkan Udin si penghuni planet pasif pun bereaksi terhadap candaan bu Lulu. Walau hanya kedua sudut bibir yang terangkat, aleas mesem.

"Sudah jangan banyak ketawa nanti materi Kimianya hilang semua," ucap Bu Lulu. "Dan ibu rasa pertemuan kali ini cukup sampai sini saja karena ibu yakin kalian sudah pada gatel ingin berbaring indah diatas kasur yang masih berantakan. Kan jadwal libur anak sekolah itu memang biasanya begitu." Sindir cantik dari bu Lulu membuat kami tersenyum selebar model iklan pasta gigi.

𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜 ❝Chemistry❞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang