10. Surat dan tiga permen

130 26 12
                                    

"Kemarin gue ketemu kak June di minimarket deket rumah gue. Kayaknya dia tinggal deket rumah gue deh."

"Serius Git? Kita main ke rumah lo kuy, kuy, kuy!"

"Eh tapi ini masih prediksi, jadi tenang dulu nona Kanya."

"Gimana kalau kita selidiki sepulang sekolah nanti?" Usul Sarah. "Eh tunggu dulu." Tiba-tiba Sarah memegang dahiku. "Nggak panas, adem banget malah."

Dengan kasar, kusingkirkan tangan Sarah dari dahiku. "Apaan sih."

"Gue kira lo demam. Soalnya dari tadi lo nggak ngerusuhin kita yang lagi ngobrolin kak June."

Aku hanya memutar mata dengan malas. Sebenarnya dari tadi aku sedang melamun. Asik berpikir dengan duniaku sendiri. Yang sedang kupikirkan adalah Junedi. Aku tidak memikirkan tentang keburukannya. Tapi aku sedang berpikir apakah ia marah. Tapi kalau dia marah pun wajar saja karena memang aku ini terlalu ikut campur.

"Aluminium dibentuk dengan hall-herenit, magnesium dibentuk dengan proses down..."

"Sar temen lo kenapa?" tanya Anggita.

"Dia bukan temen gue. Temennya si Kanya kali."

"Ih... temen acu kan Sarah dan Gita."

Aku menggeram pelan. Terkutuk kalian para Junedi lovers. Saat ini aku sedang menghapalkan proses pembuatan logam. Aku melakukan ini agar pikiranku bisa teralihkan dari Junedi si kerdus itu. Aku terus menghapal, tapi tidak ada satupun yang kuingat. Pikiranku justru selalu terbayang Junedi.

"Permisi, ada yang mau beli susu kedelai nggak?"

Memikirkan dia saja sudah membuatku hampir gila. Apalagi melihat batang hidungnya. Aku memilih menutup wajah dengan buku catatan Sejarahku yang masih bersih sekali. Biar kubagi rahasi umum, aku ini murid yang paling malas mencatat. Aku kembali menghapal sambil terus mengabaikan interaksi antar pedagang dan pembeli didepan sana.

Dan ketika Junedi mengucapkan kata-kata untuk pamit, aku langsung melepas buku dari wajahku. Senyum mengembang saat ku dapati sebuah susu kedelai berada diatas mejaku. "Ini dari lo ya git?" Anggita menggeleng. "Terus dari Kanya, atau Sarah?" Keduanya menggeleng.

"Ini dari kak June," Ucap Sarah.

Maksudnya apa ini. Bukankah dia sedang marah padaku. Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Junedi si kerdus tukang modus itu.

*****

Aku menengok ke sebelah kanan dan kekiri. Kedua kelas disampingku tengah belajar rupanya, ini terbukti dari pintu yang ditutup rapat, dan tidak ada suara khas pasar yang terdengar. Kuamati sekeliling. Hampir tidak ada siswa yang keluar dari kelasnya. Sepertinya hanya kelasku saja yang tidak belajar saat ini. Aku menghampiri teman-temanku yang sedang mengobrol sembari mengunyah kuaci didepan kelas.

Harusnya Kbm saat ini diisi dengan pelajaran sejarah. Pak Anto sudah masuk kelas, tapi dengan kompak kami berseru kalau hati dan pikiran kami tidak siap berlajar karena masih pusing sehabis ulangan matematika. Karena pak Anto baik, beliau pun merelakan satu jam mata pelajarannya agar kami bisa mengistirahatkan otak. Lalu satu jam sisanya, pak Anto menyuruh kami mengerjakan tugas dari beliau untuk dikumpulkan. Tapi percayalah, tugas itu akan berakhir menjadi pr yang terlupakan.

"Eh apaan tuh!" seru Anggita dengan nada kelewat tinggi.

Aku dan yang lainnya menatap kearah yang ditunjuk oleh Anggita. Ada sekitar dua belas orang digiring kelapangan oleh dua guru Bk yang terkenal paling sadis ralat tegas maksudnya. Dahiku mengernyit, aku tidak percaya dengan apa yang dilihat mataku. Diantara gerombolan kaum pemakai celana itu terdapat sosok kerdus dan Kak Reza.

𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜 ❝Chemistry❞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang