"Besok, Indonesia mau hujan salju kali ya, Tan."
"Father, bukan hujan salju. Tapi hujan duit."
"Eh Hujan duit? Serius? Jejes ambilin duitnya boleh nggak? Mau buat nonton konser BTS."
"Jejes, itu Cuma kiasan. Nggak beneran," jelas bang Fatah.
Adik kecilku yang manis langsung berwajah masam. Sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi penasaran. Sungguh perubahan susasana hati yang extrim. "Bang, Kiasan itu apa?"
"Kiasan..." Suka sekali aku melihat abangku terlihat seperti orang bodoh. "Father, jelasin dong," bisiknya pada ayah dengan suara pelan.
"Mmm... gimana ya. Jadi intinya seperti menyinggung sesuatu perubahan yang dianggap mustahil, begitu kira-kira," jelas Ayah setengah ragu.
"Emang apa yang berubah?"
"Tuh." Jari telunjuk ayah dan abang kompak mengarah padaku.
Jesica menatapku begitu lekat. "Nggak ada yang berubah dari kak Bina."
"Maksudnya itu, nggak biasanya Sabina mandi pagi-pagi di hari libur. Biasanya kan dia mandinya sore," ucap Abang.
Jesica lalu mendengus tubuhku. Merasa Risih, aku pun mendorong kepalanya untuk menjauh.
"Ih bener, biasanya kalau pagi-pagi di hari minggu, kak Bina masih bau iler."
"Jejes apaan sih. Kak Bina nggak pernah bau iler kali."
"Ngakunya," cibir bang Fathan.
"Sudah-sudah jangan ribut, anak-anakku tercinta. Mending kita main uno saja." Ayahku memang ayah tersantai didunia.
"Nggak mau main uno, bosen," tolak Jejes.
"Seru loh Jes," bujuk Ayah. Rupanya beliau sedang ngidam main uno.
"Nggak mau pokoknya, bosen."
"Perasaan kita jarang main uno loh," ucapku.
"Soalnya kalau main uno, Jejes kalah mulu."
Yaampun, ingin kubuang adikku ini ke segitiga bermuda.
Tok... tok... tok...
Ah itu pasti dia. Aku bergegas bangkit dari duduk. Lalu berjalan cepat menuju ke pintu depan. Akhirnya kau datang juga Junedi.
Dengan penuh semangat aku membuka pintu. Pintu terbuka, dan senyum tukang pengantar paket menyambutku.
"Misi mbak, ini ada paket untuk mas Fathan."
"Abang, ada paket buat abang!" teriakku.
"Ya bentar!" sahutnya.
Setelah abang muncul. Aku langsung berjalan dengan lesu untuk kembali duduk di sofa ruang keluarga. Kulirik jam dinding di ruangan tersebut. Jarum kecil menunjuk angka sepuluh dan jarum panjang menunjuk angka dua belas —ah sudah hampir menuju ke angka satu bahkan. Dan kenapa dia belum juga datang, dasar orang indonesia, hobinya mengulur waktu.
"Bina, kenapa manyun terus?"
"Nggak papa kok yah, Cuma pengen manyun aja."
"Oh ya, temen mu yang katanya mau main itu kemana?"
"Nggak tahu tuh, katanya sih datang jam sepuluh, tapi..."
"Sabina!" kali ini giliran abang yang berteriak. Ada apa gerangan. "Sabina, cepet kesini!"
"Sabar bang!" dengan langkah kesal aku kembali menuju pintu depan. Jarak antara ruang keluarga dan pintu depan memang dekat, tapi aku kok merasa lelah ya. Sungguh lemah kaki ini. Ugh, dasar kaki.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜 ❝Chemistry❞
Teen Fictionཻུ۪۪⸙͎╰─►❝Chemistry atau dalam bahasa Indonesia disebut Kimia adalah cabang dari ilmu fisik yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, dan perubahan materi. ...