24. Mari Katakan Cinta

109 15 4
                                    

Setelah mendapat wejangan dari ayah. Keinginanku untuk mengejar Junedi tidak lagi kotak atau segitiga, melainkan sudah bulat. Dan  hari ini tepatnya sepulang dari bimbingan olimpiade nanti akan ku cegat Junedi. Untuk apa? Ya untuk menyatakan cinta.

"Bina ku cayang, tumben banget sih minta didandanin, mau kemana emang?" tanya Kanya, alay seperti biasanya.

"Mau nembak Junedi." Bukan aku yang mnjawab, melainkan Sarah.

"Apa?!" Kompak sekali Kanya dan Anggita ini.

"Sab, baru aja kemarin lo bilang kalau lo nggak mau suka sama Junedi, kok sekarang jadi begini?" Tanya Anggita dengan nada gaspol.

"Cabina, kamu mau nikung kita hah?!"

Penging rasanya telinga ini mendengar suara Anggita yang bernada tinggi dan suara Kanya yang super cempreng. Rasanya ingin kusumbat mulut mereka dengan bakwan kantin yang baru diangkat dari penggorengan.

"Gue juga heran kenapa Sabina mau nembak kak June. Padahal dia udah tahu busuknya tuh kakel," celetuk Sarah.

"Busuk-busuk gitu juga lo doyan," celetuk Kanya.

Sarah hanya nyengir.

"Aku punya alasan khusus yang sulit dijelaskan. Tapi aku nggak ada maksud buat nikung kalian kok. Serius!"

"Uchh Bina... tenang aja. Aku Cuma bercanda. Sini... sini aku dandanin biar cantek."

"Gue nggak paham sama pemikiran lo Sab. Tapi gue tetep dukung lo kok, tenang aja. Dan satu lagi yang bikin gue makin nggak paham. Kenapa lo harus dangdan segala ?"

"Dia dengerin nasehat dari supir gue. Katanya kalau mau buat cowok klepek-klepek sama kita, kita harus terlihat cantik luar biasa, cetar membahana ulalala gitu," ujar Sarah.

"Yaelah Sab, itu saran ngaco kok lo ikutin aja. Kalau lo mikat cowok karena fisik lo, gue yakin cintanya ke lo nggak akan bertahan lama. Lebih baik lo pikat dengan kebaikan hati dan perilakau lo. Gue berani bertaruh cintanya bakal awet."

"Anggita, omongan lo kok tumben bener." Kanya begitu terharu, dia langsung berhambur memeluk sobat barbar kami.

Yang dikatakan Anggita memang mutlak benarnya. Buktinya saja kak Mawar yang secantik itu tak bisa meluluhkan Junedi. "Makasih Anggita." Aku ikut berpelukan dengan mereka.

*****

Seperti biasa, bimbingan olimpiade tampak begitu khidmat. Tak ada satupun yang melontarkan candaan. Bahkan kak Madi jadi lebih pasif. Disela kegiatan mengerjakan soal kimia, sesekali aku mencuri pandang kearah Junedi. AT tahu kenapa, rasanya tiap detik aku perlu melihat kearah Junedi.

Sial!

Aku tertangkap basah. Junedi menatap dengan heran. Untunglah otakku bisa berpikir cepat. Aku tersenyum lalu menghampirinya. "Kak aku mau nanya soal ini. Boleh nggak hehehe..." Semoga jurus ngeles ku berhasil, amin.

"Kalau mau tanya tinggal tanya aja. Nggak usah malu-malu." Dan dia pun tersenyum.

Ku perhatikan Junedi dengan seksama. Bukan karena aku membutuhkan penjelasannya. Aku hanya suka cara dia menjelaskan dengan santai.

"Udah ngerti?"

"Eh, iya."

"Pintar," pujinya disertai gerak tangan mengelus kepala.

Aku hanya tersenyum kecil. "Kak, pulang sekolah ada waktu? Aku mau bicara sama kakak."

Ia tidak langsung menjawab. Ia berpikir agak lama. Kemudian mengangguk setelahnya. "Emang mau bicara soal apa?"

𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜 ❝Chemistry❞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang