Pelukan Jesica langsung menyambut begitu aku memasuki rumah. Kulihat matanya sembab, ingunya hampir menyentuh bibir atas. Tak jauh dari kami bi Dan menatapku dengan wajah harap-harap cemas.
"Kak, ayah gimana?"
Hampir saja air mata kembali merembes keluar. Dengan terpaksa aku sunggingkan senyum manis padanya. "Ayah baik kok." Berdusta memang hal baik, tapi mengungkapkan yang sebenarnya justru akan membuat tangis Jesica kembali pecah. Dan aku tak mengharapkan itu terjadi.
"Kok Ayah belum pulang?"
"Mau nginep di rumah sakit dulu. Besok kita jenguk dia." Aku mengusap air matanya menggunaka ibu jari. "Jesica udah makan?" adik manisku menggeleng cepat.
"Sebenarnya saya udah masuk. Tapi Jejesnya nggak mau makan katanya," ucap Bi Dan.
"Kenapa Jes?"
"Mana mungkin Jejes enak-enakan makan sementara ayah lagi sakit!"
Aku mengulum senyum tipis. Diantara kami bertiga, Jesicalah yang paling dekat dengan ayah. Jadi wajar kalau gadis kecil ini sangat khawatir dengan beliau.
"Makan dulu Jes. Kakak yakin ayah nggak mau Jejes sakit Cuma gara-gara mikiran ayah." Kuusap rambutnya dengan penuh kasih sayang. "Makan dulu ya."
Setengah ikhlas Jesica mengiyakan.
"Bi ddan mau pulang?"
"Sabina sama jejes nggak papa bibi tinggal?"
"Nggak apa-apa bi. Kan disini udah ada kak Bina, ayah juga udah baik-baik aja."
"Yaudah bibi tinggal dulu, kalau ada apa-apa kabarin ya."
*****
Rembulan sudah berkuasa. Gelap pun menyapa. Ah sungguh puitis aku dikala seperti ini. Baru saja abang mengabari kalau operasi ayah sukses, beliau berhasil melewati masa kritis, namun beliau belum juga sadarkan diri.
Jesica baru saja terlelap. Mungkin dia lelah karena menangis dalam jangka lama. Sebenarnya aku juga sama lelahnya. Hanya saja rasa cemas tidak membiarkanku terlelap. Memang benar ayah sudah tidak dalam masa kritis, tapi rasa khawatirku tak kunjung menguap.
Bunyi notifikasi dari ponsel hampir saja membuatku menupahkan teh didalam cangkir yang kugenggam. Sambil mengumpat, ku lihat siapa kiranya yang berani mengagetkan Sabina yang tengah bersedih ini.
Kembali kutelan umpatanku, karena notifikasi tadi merupakan sebuah dm dari Junedi. Tanpa pikir panjang aku langsung membalasnya.
Junjune
Sab, lo nggak apa-apa kan?
Sabina
Baik.Ayah udah berhasil melewati masa kritis.
Junjune
Syukur.Lo mendingan tidur aja. Kejadian hari ini pasti buat lo syok
Sabina
Pengennya tidur.
Tapi belum ngantuk.
Junjune
Kok bisa pikiran sama mata kamu nggak sinkron gitu?
Sabina.
Nggak tahu HehehePercakapan terus berlanjut. Setiap kali topik pembicaraan akan berakhir, Junedi selalu melempar topik baru yang akan kami bahas. Hingga akhirnya benar-benar tak ada topik lagi. Insting berkata sebentar lagi chat akan segera berakhir. Aku tidak mau, walau begitu aku tidak bisa berharap pada Junedi untuk terus membuat topik baru. Dia pasti lelah memikirkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜 ❝Chemistry❞
Fiksi Remajaཻུ۪۪⸙͎╰─►❝Chemistry atau dalam bahasa Indonesia disebut Kimia adalah cabang dari ilmu fisik yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, dan perubahan materi. ...