25. Sebatang Janji

109 14 4
                                    

"Sabina?"

Pangeran macam apa yang datang setelah tuan putrinya mendapat, tamparan. Tidak asik. Memang realita tak seindah drama korea.

Dengan rauut bingung, Junedi menghampiri kami. Tatapan penuh selidik jatuh pada Amanda. Raut judes Amanda lenyap. Senyum manis tersungging dibibir tebalnya yang berbalut gincu merah.

"Gini loh Jun. Gue Cuma mau nyuruh dia buat minta maaf karena udah maksa lo buat nerima dia jadi pacar lo."

Jijik sekali aku dengan nada manja yang dibuat-buat nya itu. Aku yakin tukang Bakso yang sedari tadi menonton kami pun merasakan hal serupa.

"Maksa?" Amanda mengangguk cepat. "Lo tahu dari mana dia maksa gue?"

"Gue liat sendi-"

"Liat? Maksud lo ngintip?"

"Nggak Jun- "

"Amanda, dari pada lo ikut campur urusan orang. Mending lo urusin aja pr Matematika lo yang belum kelar." Pandangan Kak Junedi bergulir kearah ku. "Lu nggak kenapa-napa sab?"

Aku menggeleng pelan.

Junedi mengernyit. Tangannya lalu terulur untuk menyentuh pipiku yang habis ditampar Amanda. "Kenapa merah gini?" tanyanya.

"Habis ditampar kakak itu," celetuk Anggita sambil menunjuk kak Amanda yang syok luar biasa. Akusih bahagia melihat dia begitu.

Kembali Junedi melemparkan tatapan tajam pada Amanda. Mendadak nuraniku terketuk, tak tega melihat Amanda yang gelagapan seakan nyawanya setara dengan nilai cos 90 derajat.

"Amanda, lo tuh senior yang harusnya jadi panutan baik buat para Junior. Tapi lo malah ngajarin yang nggak bener. Lo tahu apa sanksinya kalau BK sampai tahu kejadian ini."

Muka Amanda langsung pucat pasi.
"Kali ini gue biarin lo. Tapi kalau lain kali lo lakuin hal semacam ini lagi. Gue bakal lapor ke Bk."

Usai mengatakan itu, Junedi langsung menarik tanganku untuk mengikutinya pergi dari kantin. Dapat kudengar teman-temanku memanggil-manggil. Namun Junedi acuh, dan terus membawaku semakin jauh. Beberapa kali aku minta ia untuk melepaskan tanganku, tapi dia tidak menggubris. Namun lama-kelamaan dia pun menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatapku.

"Ada apa sih sab? Lo nggak suka? Atau malu gue tarik begini?"

"Bukan gitu kak. Itu, aku belum bayar bakso di kantin hehehe..."

Aduh malu.

*****

Masalah Bakso kantin, aku sudah meminta Sarah untuk membayarnya dengan syarat aku harus menggantinya tepat saat bel pulang berbunyi.

Saat ini aku tengah duduk diranjang UKS. Memang berlebihan Junedi ini, hanya karena di tampar sampai dibawa keruangan ini. Memangnya efek ditampar bisa berakibat tetanus apa.

"Sab, kalau habis ditampar obatnya apa ya?" Tanyanya sembari mengobrak-abrik obat kesehatan.

"Kayaknya sih duit."

"Serius sab." Sempat beberapa detik dia menoleh padaku. Dan kudapati raut wajahnya nampak begitu khawatir. Sungguh Lucu Junedi ini.

"Kak, nggak usah sekhawatir itu kali. Beberapa menit lagi juga bekas tamparannya hilang kok."

"Ya sebenernya gue juga nggak mau sekhawatir ini, tapi entah kenapa nggak bisa."

𝐓𝐞𝐞𝐧𝐟𝐢𝐜 ❝Chemistry❞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang