Bagian 3

165 22 36
                                    

Happy reading!💙

Bagian 3
Sakit Sepihak

Kalau dia bisa mutusin lo semudah itu, kenapa lo juga nggak bisa lupain semua kenangan tentang kalian?
-Kintan-

Tiga pasang kaki itu melangkah masuk ke gerbang besar Pelita. Salah satu diantaranya bersenandung ria sembari menatap pohon sakura KW yang di tanam di area taman sekolah. Siapa lagi kalau bukan Delia? Kalau siswa lain masih bermalas-malasan ke sekolah, tidak dengan Delia. Dia bahagia, karena hari ini akan bertemu dengan Adrian. Ahh, mengingat Adrian membuatnya tersenyum sendiri.

Kintan dan Alana yang berjalan bersisian di sampingnya hanya menggeleng pasrah. Semoga saja sahabat mereka ini cepat sembuh dari kutukan bucin Adrian.

Mereka berbelok ke kanan menuju gedung jurusan Batra. Gedung tiga tingkat itu terlihat gelap karena pohon yang menjulang tinggi hingga menghalangi cahaya matahari. Terkesan menyeramkan dari luar, namun bagi siswa jurusan Batra, gedung itu adalah tempat ternyaman bagi mereka.

Oh, biar dijelaskan bagaimana penempatan gedung di Pelita. Di Pelita ada empat gedung yang masing-masing bertingkat tiga. Gedung sebelah selatan untuk jurusan Batra. Gedung sebelah barat untuk jurusan MIPA. Gedung sebelah timur untuk jurusan IPS. Dan terakhir, gedung sebelah utara untuk ruang kantor, ruang guru, kepsek, perpustakaan, ekstrakurikuler dan ruang-ruang sekretariat organisasi. Di tengah-tengah gedung itu, terdapat lapangan luas yang sudah dibagi menjadi lapangan basket, voli, takraw, futsal dan lompat jauh serta lompat tinggi. Jadi, jika ada perlombaan olahraga, siswa-siswi tak perlu lelah lagi untuk turun menyaksikan, mereka hanya perlu berjalan menuju koridor depan gedung untuk menyaksikan pertandingan apapun itu.

Dan tak lupa juga dua asrama yang menjulang tinggi hingga 5 tingkat di depan SMA Pelita Unggulan. Asrama putra dan asrama putri.

Jadi, apa sudah terbayang bagaimana SMA Pelita Unggulan?

Back to the topic. Ketiga sejoli itu naik ke lantai dua, dimana kelas mereka berada. Saat naik ke tangga, ada Adrian dan teman-temannya sedang nongkrong disana. Melihat makhluk bernama Adrian, mata Delia langsung membulat. Dia cepat-cepat meniti anak tangga dan berniat memeluk Adrian. Namun, sayangnya Adrian dengan cepat menghindar dan menatap Delia dengan tatapan datar. Melihat Delia yang kebingungan, Adrian menyuruh teman-temannya menjauh dari situ. Kini, hanya tersisa Adrian, Delia, Kintan dan Alana di tangga itu.

"Kenapa kamu usir mereka? Dan ini juga, kok kamu menghindar dari aku, sih? Aku rindu tau!" ujar Delia sambil mengangkat alisnya. Sekali lagi, dia berniat memeluk Adrian, namun Adrian langsung menahannya.

"Udah cukup Del," lirih Adrian.

Kintan dan Alana menyipitkan mata menatap Adrian. Mereka ... merasakan ada hal buruk yang akan terjadi sebentar lagi.

"Maksudnya apaan, sih? Kamu kok jadi aneh gini, Dri?" tanya Delia mencoba berpikir positif.

"Oke. Kayaknya gue harus jujur sekarang," Adrian menarik nafasnya lalu membuangnya perlahan. "Jujur Del, gue udah bosan sama lo. Gue ... selama pacaran ini merasa nggak di hargai. Gue nggak tahu gimana kehidupan lo sebenarnya, gue nggak tahu gimana status lo sebenarnya. Gue nggak tahu lo itu kaya apa mis--"

"Bentar, ini lo mau putusin Delia karena statusnya?" potong Kintan mulai emosi. Alana berusaha menenangkan.

Delia langsung mengangkat tangannya ketika Kintan berniat membuka mulutnya lagi. "Udah, Tan. Biar Adrian selesaikan omongannya dulu," ucap Delia datar.

Merasa telah dipersilahkan untuk berbicara kembali, Adrian mulai membuka mulutnya. "Maaf, kalau ini terdengar jahat tapi gue pengen putus dari lo, Del. Mulai detik ini kita nggak ada hubungan apa-apa lagi."

"Apa segampang itu buat mutusin hubungan yang udah kita jalin hampir setahun ini, Dri? Apa kabar dengan perasaanmu pada aku?" Delia bertanya lirih, dia mengangkat wajahnya perlahan menatap Adrian dengan lekat.

"Gue udah nggak ada perasaan sama lo  lagi Del. Gue merasa nggak di hargai karena lo terus sembunyiin status lo."

Delia tersenyum miris. "Terus kalau gue bilang gue ini miskin, lo mau apa? Dan kalau gue bilang gue ini kaya, lo mau apa juga? Mau minta balikan lagi?"

Adrian bungkam.

"Dri, gue orangnya sederhana, hanya berasal dari keluarga yang kurang mampu. Maaf baru kasih tahu lo tentang status gue sebenarnya, maaf. Tapi gue cuma mau hubungan kita tetap ber--"

"Hubungan kita sampai disini!" potong Adrian lalu pergi begitu saja.

Air mata Delia perlahan mengalir. "Apa gue serendah itu di matanya?"

Sudah cukup! Kintan tak tahan lagi. Dia langsung berlari menyusul Adrian dan langsung meninju rahangnya.

Kintan ... tidak bisa melihat sahabatnya direndahkan seperti itu.

Dia ... tak suka sahabatnya disakiti.

"Arggghhh!" Adrian berteriak kesakitan mengundang kedatangan siswa lain. Alana dan Delia menyusul Kintan dan langsung terkejut ketika melihat Kintan yang kini menarik kerah baju Adrian sambil mengumpat.

"Dasar cowo brengsek! Apa lo nggak punya perasaan sampai segitunya melukai perasaan cewe? Lo bener-bener banci! Banci! Gue sumpahin suatu saat lo bakal nyesel mutusin Delia!" mata Kintan memerah. Dia melepas cengkeramannya saat Adrian memberontak.

"Bacot, gue gak peduli! Dasar cewek bar-bar!" ucap Adrian mendesis. Dia menatap sekelilingnya, baru menyadari kini mereka dikelilingi tatapan ingin tahu teman-teman mereka. Matanya kini beralih pada Delia yang kini berdiri menatap Kintan dengan tatapan kosong, lalu beranjak pergi dari kerumunan itu.

"Lo nggak apa-apa, Tan?" Alana mendekati Kintan lalu mengusap punggung Kintan berusaha menenangkan.

Nafas Kintan memburu. Dia menatap tajam siswa-siswi disekitarnya membuat kerumunan itu lama-kelamaan menghilang. Kini, tinggal mereka bertiga di tangga itu.

Kintan menatap Delia yang kini menunduk menatap ubin putih. Dia menarik dagu Delia agar menatapnya.

"Cowok kayak gitu, nggak pantas untuk lo pertahankan, Del. Jangan ambil pusing, lupakan saja," ujar Kintan tegas.

Namun, harapannya agar Delia segera melupakan Adrian langsung pupus ketika Delia menggeleng lemah. "Nggak, Tan. Gue nggak mungkin dengan mudahnya lupain semua kenangan yang telah kami lewati sama-sama, itu susah, Tan," ujar Delia melemah.

"Kalau dia bisa mutusin lo semudah itu, kenapa lo juga nggak bisa lupain semua kenangan tentang kalian?" tanya Kintan.

Delia bungkam, dia berbalik menuruni anak tangga. "Gue pengen sendiri dulu."

Kintan yang hendak membuka mulutnya langsung di tahan oleh Alana. "Biarin dia sendiri dulu, Tan. Mungkin dengan ini dia bisa berpikiran jernih."

"La, hati gue ikut sakit ngeliat dia seperti ini."

"Bukan hanya lo, Tan. Gue juga."

***

See you💕

Salam sayang💕

a.f.i

I Luv U!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang