Bagian 6

121 15 24
                                    

Happy reading💙

Bagian 6
Hilang Gairah Hidup

"Del."

"Um?"

"Alana mana?"

"Ke ruang guru, di panggil Bu Sinar."

Kintan mengangguk. Dia duduk di bangkunya, di sebelah Delia. Menatap Delia yang duduk sambil menaruh kepalanya diatas meja dan menatap keluar jendela. Matanya beralih menatap tinjunya yang memerah akibat memukul Adrian terlalu keras. Sedikit nyeri.

"Cowok sampah kayak gitu gak usah lo ingat-ingat lagi, buang waktu aja," ujar Kintan sembari meniup-niup tinjunya. Temen sekelasnya yang melihat itu hanya bisa merinding.

"Umm."

"Maafin gue dan Alana yang gak berhasil buat lo lupain sampah itu."

"Umm."

"Hari ini lo duluan aja pulang sama Alana ke asrama, gue masih tinggal sampai sore, ada pertemuan di ekskul Karate."

"Umm."

Kintan memutar bola matanya jengah. Dia menarik rambut Delia pelan agar cewek itu menatapnya.

"Lo abis nangis?" Kintan melotot menatap mata Delia yang merah dan sembab. "Kapan, sih, lo nurutin perkataan gue?" kesal Kintan lalu menepuk jidatnya sendiri.

"Gue bingung sama perasaan gue, Tan."

"Makanya cepat move on, Del," Kintan rasanya ingin menangis saja. Sudah berapa kali Delia mengatakan itu.

"Gue kayaknya di guna-guna."

"Jangan bilang sembarang kek gitu, ah!"

Delia menatap Kintan datar lalu kembali ke posisi semula. Tiduran di meja sambil menatap keluar jendela.

Kintan mengacak-acak rambutnya. Punya temen kok susah banget move on-nya.

Keadaan kelas saat itu masih sepi. Teman sekelas mereka belum kembali dari kantin. Alana pun belum ada tanda-tanda kemunculan. Kintan yakin, tujuan Alana di panggil ke ruang guru pasti berhubungan dengan olimpiade matematika yang akan di laksanakan bulan depan.

Bingung harus melakukan apa, Kintan memainkan ponselnya dan membuka aplikasi Wattpad. Sudah sebulan ini, Kintan jarang membuka aplikasi Wattpad gara-gara mengurus sahabatnya itu.

Ketika Kintan sedang asyik membaca, dia teringat sesuatu. Kepalanya menoleh pada Delia dengan tatapan bertanya-tanya.

"Del."

"Umm."

"Ihh, bangun dulu, Del!" Kintan berujar kesal sambil mencolek pundak Delia.

Delia kembali bangun dengan gerakan lamban yang membuat Kintan merasa gemas.

"Akhir-akhir ini gue jarang lihat lo nulis cerita di Wattpad, atau ini cuma perasaan gue aja?" tanya Kintan sembari memicingkan mata.

Delia mengangguk acuh lalu berkata, "Untuk sementara ini gue hiatus dulu. Gue gak mungkin paksain nulis saat keadaan gue masih kayak gini."

"Padahal cerita lo lagi klimaks pula!" Kintan mengeluh.

Delia tak merespon, dia menutup matanya perlahan menghampiri dunia mimpi.

***

"Delia Fransisca!"

Delia terkesiap, dia membuka matanya lalu mendongak. Pak Tyas sudah berdiri di depan mejanya dengan wajah yang merah padam.

Kintan yang duduk di samping Delia hanya bisa meringis. Dari tadi dia sudah berusaha membangunkan Delia, tapi yang di bangunkan tidak kunjung bergerak. Alhasil, pak Tyas yang sedang menjelaskan langsung berbalik dan mendekati meja Delia.

"Enak banget, ya tidurnya! Saya dari tadi sudah jelasin materi, kamu disini malah molor!"

"Maaf, Pak."

"Keluar dari kelas, lari tiga keliling di lapangan basket!" titah pak Tyas tegas.

"Se-ka-rang!" pak Tyas menekankan kata itu saat Delia baru saja ingin membuka mulut untuk protes.

Terpaksa Delia berdiri lalu berjalan dengan lesu keluar kelas. Kintan, Alana dan teman-teman sekelasnya hanya bisa menatapnya kasihan. Hari ini benar-benar sial bagi Delia. Gagal move on pada Adrian, tadi lihat siaran langsung Adrian menembak Lucy dan sekarang di harus dihukum lagi. Penderitaan yang haqiqi.

Delia turun ke lapangan basket lalu mulai berlari. Unutng saja, saat ini sedang berlangsung proses belajar-mengajar, jadi dia tak perlu malu menjadi bahan tontonan karena saat ini lapangan sedang sepi.

Baru satu keliling, keringat sudah membanjiri wajahnya. Dia mendongak, menatap kelasnya yang ada di lantai dua. Aman, pak Tyas tak mengawasinya. Dia berjalan ke tribun lalu duduk disana. Tangannya bergerak mengibasi wajahnya yang panas.

"Sial banget, sih, hari ini!" umpatnya kesal.

Beberapa menit kemudian, dia berniat melanjutkan hukumannya. Namun terhenti karena dia mendapati Adrian dan Lucy sedang ngobrol berdua di koridor lantai dua Batra. Dia memegangi dadanya yang terasa nyeri.

Delia memutuskan kontak mata pada dua orang yang asyik ngobrol itu dan memutuskan melanjutkan hukumannya.

***

Delia memakan nasi goreng dengan kerupuk banyak itu dengan lahap. Kedua sahabatnya yang duduk semeja dengannya hanya bisa menggeleng miris.

"Del, makannya hati-hati, dong. Nanti keselek, loh," tegur Alana. Baru saja Alana menyelesaikan perkataannya itu, Delia langsung terbatuk-batuk.

Dengan sigap, Kintan memberinya air botol. Delia menerimanya dan meminumnya dengan rakus.

"Baru juga dibilangin!" cetus Kintan kesal.

"Maaf."

Hanya itu yang di katakan Delia lalu melanjutkan makannya kembali.

Sembari makan, dalam hati dia sudah mendeklarasikan sesuatu. Mulai detik ini, dia akan move on dari Adrian. Ini serius.

I Luv U!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang