Marshed| 04

51 8 0
                                    

Bagian Empat

Jika sudah melangkah ke arahku
Kau tak ku izinkan untuk memutar haluan

***

Gadis itu nampak menggerak gerakan kakinya di samping kanan body mobil hitam metalik yang ia yakini milik laki laki yang ia tunggu, membuat pasir yang ada di atas lantai bercor itu nampak amburadul.

Matanya menatap lurus ke arah dinding tembok yang tinggi.  Dia masih menunggu angin besar yang sudah menjanjikan kedatangannya di parkiran sekolah. Dengan tas punggung kuningnya, dia berdiri seorang diri. Melihat ke arah kiri kanan, dan sayangnya dia memang benar sendirian, tersisa satu mobil hitam metalik yang kini tengah ia jadikan tempat untuk bersender.

Gadis itu beberapa kali melihat arlojinya, baru pukul 2 siang. Tapi Suasana sekolah sudah seperti mau maghrib, sepi. Berbeda dengan sekolah nya dulu yang selalu ramai karna kegiatan eskul

Drrrrtt Drrtttt

Ponselnya bergetar, tertera nama 'Marcell' disana. Hah orang itu seperti tidak ada pekerjaan lain selain mengganggu adik kecilnya bermain.

"Iya-"

"Lo dimana? Jangan bikin gue panik dan nekat nelpon polisi yah" Omel seseorang di  seberang sana

Marsya memutar bola matanya "Gue mau pulang sama temen gue Cell, yaampun lo kayak nyokap ya sekarang mulutnya"

Marcell mendesis di seberang sana tak suka dengan kata kata Marsya tadi "Gue begini karna peduli sama lo, kalo ga gue lo mau sama siapa hah?"

Oke Marsya mengaku kalah, dia tau Marcell sangat menyayanginya begitupun dia "Iya iya gue tau, maaf ya. Ini udah mau pulang ko, di bawain Martabak deh"

"Martabak? Boleh deh 2 ya ga pake kacang. Sama itu dong beliin chatime 6 trus ini deh pizza ya, temen temen gue mau pada dateng nih"

"Dikira gue ojek online apa"

"Kalo engga ya ga gua bukain pintu lu. Jangan pulang malem malem juga awas lu" ancam Marcell di seberang sana

"Sans paling subuh"

Pip.

Marsya mematikan panggilannya takut takut kalau Marcell mengoceh panjang lebar lagi, dan Marsya malas mendengarkannya.

Seorang laki laki tiba tiba membuka pintu kiri mobil dengan kasar.  Hampir Marsya lari terbirit birit karna kaget dan mengira bahwa itu adalah pembunuh berdarah dingin. Namun Marsya lega saat ia mengintip dengan pelan ke arah kaca mobil itu, nampak laki laki yang ia tunggu sedari tadi dengan wajah masam yang biasa ia perlihatkan. Tanpa menyapa, tanpa basa basi, dan Tanpa senyuman. Siapalagi kalau bukan Biru.

"Lo mau masuk apa gue tinggal? " Tanyanya dengan ketus

Marsya dengan cepat mengangguk lantas membuka pintu mobil, dan duduk di sebelah Biru dengan wajah berbinar. Rambutnya yang di gerai menambah nuansa feminim di mata Biru. Bahkan terlalu feminim.

"Lo dari mana? Ko lama? " Tanya Marsya dengan masih tersenyum

"Rumah lo ke arah mana? " Alih alih menjawab pertanyaan Marsya,Biru malah balik tanya

MARSHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang