Bagian Enambelas
Serendipity
***
SESUAI janjinya, Biru sampai di rumah di rumah Tya tepat pukul 3 sore. Ia berjalan menuju pintu rumah bercat putih itu dengan gontai sampai ada seseorang yang menarik tangannya untuk menjauh dari sana
Biru terkesiap, ia melirik tajam ke arah seseorang itu, dan itu bukan Marsya. Dia adalah sesosok pria tampan, bermata sayu
"Siapa lo? " Tanya laki laki itu memulai perbincangan
"Gue cari Marsya"
Badai tersenyum miring lantas memangku tangannya di depan dadanya "Ooh Jadi ini yang namanya Mejikuhibiniu"
"Sori? " Tanya Biru. Emosinya kini benar benar baik untuk di kontrol
Badai menatap Biru dengan tatapan menilai, dari atas sampai bawah. Tato nya terhalang oleh Jaket denim kesayangannya dan hanya menyisakan sedikit saja sembulan tato yang memaksa ingin di perlihatkan pada punggung tangannya
"Gila gila!! Marsya bilang lo serem, cowok banget ternyataa..." Badai menggantung kata katanya
Biru mengangkat satu alisnya tak ingin berlama lama berurusan dengan laki laki yang menurutnya freak ini
"iya lagii hehe" sambung Badai nyengir kuda "Gue Badai, garda terdepan nya Marsya"
Biru mengangguk, seiring tangannya terulur ke arah Badai, pertanda Biru tak ingin membuat masalah dan ingin berteman saja
"Biru"
Namun sebuah pukulan datang mengenai pipi Biru dengan keras. Bukannya membalas uluran tangan Biru, Badai malah memukul laki laki itu tanpa alasan yang jelas. Menghadirkan jeritan tertahan dari sang gadis. Marsya lantas berlari ke arah mereka, mengelus pipi Biru yang memerah dengan sayang, ia berusaha keras menahan air matanya agar tak jatuh
Biru hampir saja melayangkan pukulan nya pada Badai, sebelum gadis itu melarangnya, ia menggeleng dengan memohon agar Biru tak melakukannya, karna sejauh yang ia tahu korban korban pemukulan nya meski satu kali pukulan, akan berakhir di rumah sakit
"Apa apaansi Dai? " Marah nya Pada sahabatnya itu
Badai malah terkekeh kecil "Sori bro, gue becanda gue cuma mau ngetes lo aja"
Marsya menatap Badai dengan tatapan tak suka "Becanda lo bilang? Becanda lo ga lucu dai, gimana kalo dia sampe kenapa napa, gue ga akan maafin lo ya!?"
"Gue minta maaf bro, gue cuma buktiin kalo lo sekuat yang di ceritain Marsya atau ngga" Elak Badai dengan nada slengean nya
"Kan ga harus di pukul juga dong, dai" Marsya tetap bersikukuh membela Biru
Sedang laki laki yang kini tengah menetralkan emosi nya berusaha semakin tenang, mungkin teman teman Marsya manusia kurang akal semua jadi ia berusaha memahaminya, menyaksikan keduanya berlaga dengan santai sambil memangku kedua tangannya di depan dada. Tak ingin repot repot ikut campur pada perdebatan sia sia ini
"Lo gapapa kan bro?" Tanya Badai mengatah pada Biru
Biru mengangguk "Aman, pukulan lo kaya anak smp ga ngaruh di gue"
Mendengar itu, Marsya tertawa puas sambil memjulurkan lidsh di sela tawanya pada Badai, dan Badai yang kini terlihat sedikit marah dan merasa di ejek
"Udah ya aman, gue balik dulu. Yu biii" Tambahnya sambil menarik tangan Biru untuk menjauh meninggalkan Badai yang kini tengah berdiri dengan wajah
Biru memutar sedikit kepalanya dan memberikan senyuman smirk yang ada maksud terselubung namun Badai tak terlalu menanggapi itu.
Si Cantik hanya terdiam dengan pandangan ke samping, memperhatikan jalanan yang seolah bergerak berlari mengikuti pergerakan mobil metalik milik si Tampan.
Biru berdecih melihatnya tak seperti biasanya, ia harus repot repot menghiburnya lagi agar senyum nya kembali terkembang disana, di sudut bibir indah itu.
"Gue laper, temenin makan" Tiba tiba Biru menghentikan mobilnya di dekat sebuah restoran yang melayani pesanan take away, Biru sengaja menghentikan mobilnya agak jauh dari restoran yang ramai itu, karna Biru tak ingin bayar parkir. Eh tidak, karna Biru enggan membawa gadis yang tengah sedih berada di sampingnya
Biru mengangguk dengan cepat, namun dengan senyum yang di paksakan dan Biru sangat benci dengan sesuatu yang di paksakan
"Gue ga selera makan kalo liat muka jelek lo kaya gitu" Cibir Biru sambil menurunkan cermin yang tersembunyi di atas dashboard nya
Marsya menoleh ke arah Bayu dengan intens, ia benar benar merasa bersalah dengan apa yang baru saja terjadi pada Biru. Meski Badai hanya bercanda, ia merasa bertanggung jawab atas itu semua terlebih memar yang tercetak jelas di sudut pipinya yang putih
Tangannya terulur pada pipi memar Biru, namun Biru tak melarangnya "Sakit ga? "
"Karna lo tanya, itu jadi mendadak sakit sekarang" Ujarnya dengan santai, namun tangan gadis itu menjauh perlahan dari pipi Biru
Biru mencegah tangan putih itu menjauhi wajahnya, dia meletakan tangan lentik itu di pipinya, Biru membiarkan tangan itu membingkai sebelah bagian wajahnya. Tangan yang dingin dan membuat sensasi berbeda pada Biru.
"Sori yah, gara gara gue lo jadi kena memar gini" Tangannya mengelus pelan memar yang berada di unung pipinya
Biru menatapnya serius " lo harus tanggung jawab"
Gadis itu menatap Biru dengan tak mengerti, namun ia mengakui ia memang harus melakukan pertanggung jawaban
"Lupain aja" Bisiknya pelan, namun bukannya membuat Marsya diam ia malah penasaran dengan perkataan Biru
"Apa? Bi gue penasaran"
Biru malah keluar dari mobil dan meninggalakan Marsya yang bingung sendiri dengan sikap Biru hari ini. Pertama dia menyuruh Alza menelponnya untuk menanyakan kabarnya, kedua, Biru menyetujui untuk menjemputnya di rumah Tya, ke tiga ia sama sekali tak membantah saat Marsya melarangnya memukul Badai, yang keempat Biru bersikap aneh seperti tadi dan meninggalkannya sendirian di dalam mobil
Marsya menggeleng keras lantas menyusul Biru yang kini agak lumayan jauh dari langkahnya.
^~^~^
KAMU SEDANG MEMBACA
MARSHED
Teen Fiction"Kalau tidak denganku, jangan bersama siapapun. Kau milikku, itu mutlak dan tak bisa di tawar!" Xabiru Arya Ganendra, pemilik mata tajam dan hampa tanpa rasa cinta di hidupnya karna masa lalu kelam yang membuatnya Trauma. Terlebih sikap Ayahnya yan...