Aku duduk di dekat jendela sambil menyesap coklat panas buatan ku sendiri, aku telah kembali ke apartemen Lukas, ya benar Max telah mengantarkan ku kembali ke sini.
Aku masih berusaha untuk melupakan perkataan Max dan melupakan Delano, berbicara tentang Delano semenjak aku di kurung di rumah yang terpencil--meski ukuran nya sangat besar dan mewah-- sampai saat ini otak ku tidak lagi terfokuskan memikirkan Delano dan aku rasa itu hal yang bagus.
Apa lagi sampai saat ini aku masih tidak bertemu dengan nya walau aku tidak menyangkal mungkin suatu saat kami akan bertemu lagi entah sengaja atau tidak dan entah dengan cara apa.
Sudah hampir sebulan aku berada di London, rasanya aku masih ingin berada di sini tapi aku tahu aku tidak boleh terlalu lama mengingat aku masih memiliki pekerjaan dan kontrak dengan Max.
Tapi aku tidak akan kembali dalam waktu cepat mungkin butuh beberapa minggu lagi atau sebulan berada di sini untuk memantapkan hati dan pikiran ku untuk siap kembali lagi ke Madrid.
Aku tidak memberi tahu apapun kepada Lukas tentang apa yang telah terjadi kepada diriku selama di sini, cukup ku simpan baik baik dan aku hanya memberi tahu kalau aku dan Max sudah berbaikan.
Lukas terdengar sangat senang saat aku memberi kabar itu kemarin di telepon, pria itu berulang kali mengucapkan kata syukur dan membuatku terkekeh dengan kelakukan nya.
Aku sudah sakit kehilangan ibu ku dan melihat ayah ku berubah, aku sudah cukup menderita dengan kehadiran ibu baru yang tidak aku harapan, aku tahu wanita yang menjadi ibu pengganti itu sangat baik kepadaku tapi aku masih belum bisa menerima nya meski aku senang aku akhirnya memiliki adik yang akan segera lahir ke dunia.
Mungkin ini memang sudah saat nya aku memaafkan masa lalu dan mulai menginjak masa dengan dengan membiarkan masa lalu yang indah sebagai kenangan dan melupakan masa lalu yang buruk dan kelam.
Aku kembali tersenyum saat melihat layar ponsel ku, pria yang sudah berusaha keras dan tanpa lelah untuk meyakinkan ku selama sebulan belakangan ini.
"Ya hallo? ah ya aku sedang di apartemen, baiklah baiklah, aku menunggu mu, see you."
Aku mematikan sambungan telepon kami, aku terkekeh menatap layar ponsel yang sudah tidak menampilkan nama pria itu, pria itu masih pria yang sama seperti masa SMA ku.
Terdengar suara bel apartemen ini di bunyikan, aku segera bangun dan merapikan pakaian ku sebelum berjalan untuk membuka pintu.
"Good morning Sweetheart, aku sungguh merindukan mu walaupun kemarin aku masih bertemu dengan mu tapi rasanya setiap malam saat aku tidak melihat mu aku merasa tersiksa." Ucapnya saat aku baru saja membuka pintu.
Aku menatap Max dengan pandangan pura pura jijik mendengar perkataannya tetapi sebenarnya aku menyukai perkataan manisnya dan merasakan kupu kupu beterbangan yang mengelitik perutku.
"Berhenti lah bergombal dan cepatlah masuk Max." Aku terkekeh menatap wajah kesalnya.
Pria itu menatap ku tajam dan membuat ku semakin tertawa, Max berjalan masuk dengan perasaan kesal terlihat dari cara berjalan nya yang hanya di tunjukkan kepada ku saja. Dasar kekanak kanakan.
Aku menutup pintu kemudian menyusul Max yang sudah duduk di sofa panjang yang berada di ruang tengah, aku duduk dan melihat Max yang masih kesal.
"Apa yang membawa mu kemarin Max?" Tanya ku mencoba untuk membuatnya tidak kesal lagi meski aku sangat terhibur melihat wajah kesal yang mengemaskan itu.
"Tidak dengar tidak dengar!" Ucap Max ketus sambil menutup kedua telinga nya dengan tangan nya.
Aku terkekeh jika Max sudah merajuk dan bersikap seperti anak kecil, pria di hadapan ku ini padahal pria yang sangat di segani dan di takuti dalam dunia bisnis tapi apa yang sekarang aku lihat jauh berbeda dengan fakta yang selalu beredar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours
RomansAku Rachel Waston, setelah 10 tahun berlalu ternyata melupakan perkataan nya tidak lah mudah bagi ku. Semua masih terekam jelas di memori ku. Ku kira 10 tahun cukup untuk memulihkan semua nya dan membuat keadaan baik baik saja seperti dulu - Walaup...