Matahari sudah tepat diatas kepala, panasnya sudah begitu terasa membakar kulit, dan tidak ada awan yang menghalangi sinarnya." huu......"
Cuma kata itu yang sering terdengar dari mulutnya, dan sesekali tangan kanannya menyeka keringat yang mulai membasahi dahi.
Dengan golok kecil yang tergenggam erat, keris terselip dipunggung, dan tangan kanannya terus bergerak membabat ilalang yang dirasa menutupi jalannya.
" tidak seharusnya Danu Amarta memilih jalan ini, benar benar menyusahkan "
Ada sekitar dua puluh orang prajurit Majapahit yang mrngikutinya dari belakang, namun dari raut wajah mereka terlihat jelas keletihan.
" Danu.., harusnya kita istirahat dulu ? "
Pinta Panji kepada Danu amarta, karena dia adalah selaku pimpinan misi ini.
" cari tempat teduh, kita istirahat disini "
Mereka yang semenjak tadi menahan lapar, langsung membuka bekal, dan ada juga yang langsung mengambil kapur dan daun sirih untuk dikunyah.
" apakah ada jalan lain, selain lewat sini ?, kenapa tidak lewat jalan saat kita datang ? "
Jalan yang dirasa sulit, penuh ilalang yang telah mengering, dan harus membuka jalan baru
Setiap langkah kaki, cuma terasa tanah keras dan merekah pecah pecah disana sini, kaki bisa terperosok kedalam rekahan tanah tersebut.
Perbukitan yang gersang, dengan pohon jati yang sudah tidak ada daunnya.
" Danu, kenapa kita tidak lewat jalan yang waktu kita datang ? "
Panji masih menatap kearah Danu amarta, dia berharap segera mendapatkan jawaban.
Danu amarta memilih menikmati makanannya, daripada menjawab pertanyaan Panji.
Panji masih berdiri, meski Danu amarta menunjukkan sikap seolah tidak peduli dengan pertanyaan tersebut.
" kenapa kamu tidak makan ? "
" aku belum lapar Danu "
" lalu mengapa kau meminta kita beristirahat ?"
" aku lihat para prajurit mulai kelelahan "
" berarti kau merasa lebih kuat dari mereka ? "
" tidak juga, tapi jalan yang kita lewati cukup berat ",
" yang jadi pimpinan disini siapa ? "
" kamu "
" tugas bawahan adalah menjalankan perintah pimpinan, bukan keluhan "
Merasa Danu amarta tetap pada pendiriannya semula, Panji berlalu meninggalkan nya.
" dengar Panji, benda yang kita bawa, lebih berharga dari nyawamu "
Panji merasa ada yang berubah pada diri Danu amarta, ucapnya seolah olah mereka tidak memiliki ikatan keluarga.
Danu amarta seperti orang yang telah lupa diri, seolah olah dia adalah orang lain bagi Panji.
" Panji..., sebelum matahari tenggelam, kita harus sudah sampai di tepi sungai "
" darimana kau tahu ?, kalau didepan ada sungai "
" aku lebih pintar darimu "
Jawaban yang terdengar merendahkan Panji.
Panji kembali seperti semula, berjalan paling depan, membabat ilalang, dan memotong ranting yang dirasa menghalangi jalan mereka.
Seperti dikejar waktu, matahari telah condong kearah barat, sementara sungai yang dimaksud oleh Danu amarta belum juga terlihat.
" apa benar ucapan Danu, disini ada sungai ? "
Sejauh kaki melangkah, memang sungai yang Danu amarta maksudkan belum juga terlihat.
Sudah terasa lelah kaki melangkah, apa yang mereka tuju pada akhirnya ketemu juga.
Apa yang Danu amarta ucapkan memang benar, tidak sampai matahari tenggelam. mereka sudah tiba di sungai yang di maksud.
Namun Panji merasa heran dengan sungai yang Danu amarta maksudkan ini, ternyata yang mereka temui cuma sungai kecil.
Dalam pikiran Panji, sungainya besar, tapi kenyataannya malah kebalikan.
" ini bukan sungai besar, dan tidak ada perahu disini"
Danu amarta mempercepat langkah kaki, dia terlihat sedang mencari sesuatu.
" kenapa kau diam ?, kita mau menyeberang, atau mengarungi sungai ini ? "
" kita akan menyeberanginya Panji "
" kau suruh kami berenang ? "
Sudah direncanakan atau tidak, ternyata sudah ada perahu yang tersembunyi disana, dan cuma Danu yang mengetahui keberadaannya.
" darimana kau persiapkan semua ini Danu ? "
" sudahlah, ayo kita berangkat "
Panji sangat tidak percaya dengan apa yang Danu amarta persiapkan, dari jalanan yang sulit, hingga perahu yang tidak direncanakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ksatria Majapahit Panji Raka Jaya
Historical FictionPanji raka jaya,seorang prajurit majapahit yang begitu setia mengabdi dan mendharma baktikan hidupnya untuk majapahit.tanpa melihat majapahit yang sedang dilanda kemerosotan dan menuju kehancuran. baginya majapahit tetaplah kerajaan besar,dan tidak...