Malam Di Bukit Kapur

314 19 3
                                    


Tidak ingin terlihat kalah, dengan cepat Gagak soca langsung bangkit.

Sebagai seorang ksatria, dia tidak boleh terlihat kalah dihadapan lawannya, sekaligus juga prajuritnya, itu sangat berpengaruh jika terlihat.

" aku belum kalah prajurit muda "

" ayo kita lanjutkan Gagak soca "

Tantang Panji balik, kini dia merasa sudah mampu untuk mengimbangi Gagak soca.

Ada hal yang juga membuat Panji kian semangat untuk melanjutkan pertarungan ini adalah, jurus pukulan naga.

Jurus yang semula tidak dia kuasai, namun pada saat terdesak bisa dia kuasai.

Karena tidak ingin terlihat kalah, Gagak soca melihat matahari yang sudah mulai condong ke barat, dan ini bisa dia buat menjadi alasan untuk menghentikan pertarungan.

" sebagai seorang ksatria, senja adalah waktunya untuk menghentikan pertarungan prajurit muda "

Gagak soca mencoba beralasan untuk menutupi kekhawatiran dirinya, jika pertarungan ini dilanjutkan.

" katakan kalau kau takut Gagak soca "

Sela Mahesa ranu.

" diam kau anak Danang wirtana "

Belum sempat Panji berkata, Gagak soca sudah memberikan perintah kepada para prajuritnya.

" prajurit..., kita lanjutkan perjalanan "

" kau mau lari Gagak soca ?"

" aku ksatria sejati, dan tidak akan pernah lari "

Tapi anehnya Panji dan Mahesa ranu cuma terdiam, saat Gagak soca dan para prajuritnya berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Mahesa ranu menepuk pundak Panji, ada rasa bahagia yang menyelinap di hatinya.

Walau ada pemandangan yang membuatnya sedih, tapi rasa bahagia lebih terasa.

Kehilangan beberapa prajurit, merupakan pukulan telak buat Mahesa ranu, tapi perginya Gagak soca, juga merupakan kemenangan atas prajurit bhre Wirabhumi.

Malam mulai menyelimuti perbukitan hutan jati tersebut, bintang terlihat mewarnai angkasa.

" kau tahu tujuan kita Panji ?"

Mahesa ranu merasa bersalah, karena sebelum kejadian bertemu dengan Gagak soca, dia memperlakukan Panji bagai tawanan.

" aku tahu "

Jawaban yang dalam pandangan Mahesa ranu sudah cukup memberi gambaran, jika Panji adalah prajurit yang cerdas.

Malam kian dingin dengan hembusan angin yang semilir menerpa kulit.

Api unggun masih menyala, namun panas dari apinya terasa belum mampu mengusir dinginnya angin malam ini.

Bukan hawa dingin yang menyebabkan Panji susah tidur, tapi rasa heran pada dirinya sendiri.

Bingung namun senang, pukulan naga yang selama ini tidak dia kuasai, namun tiba tiba bisa dikuasai.

Berulangkali dia mencoba memejamkan mata, namun belum terlelap juga.

" kenapa aku sulit tidur ? "

Suara binatang malam memang saling bersahutan, tapi bagi prajurit seperti dirinya itu sama dengan alunan gending gamelan pengantar tidur.

Mata terpejam, namun belum terlelap, ingatannya tertuju pada masa yang lalu.

Tatkala datang ke kota raja Majapahit bersama Danu amarta, sepupunya yang kini menjadi buronan.

Danu amarta terasa cepat naik kedudukannya, karena olah Kanuragan yang dia miliki berada di atas Panji.

Ksatria Majapahit Panji Raka Jaya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang