Ki Ajar Pamenger

419 18 3
                                    

Sayup sayup terdengar suara burung berkicau, sementara matanya masih sulit untuk dibuka.

" apakah aku sudah mati ?,rasanya dadaku sakit sekali "

Secara perlahan, Panji berusaha membuka kedua matanya, walau terasa lengket, dia berusaha.

" ada dimana aku ini ? "

Ternyata dia sudah berada dalam sebuah ruangan, yang dalam pandangannya mirip ruang tamu.

" rupanya ada orang yang telah menolongku "

Panji kembali memejamkan mata, dia kembali pura pura belum sadar, saat seseorang masuk kedalam ruangan tersebut.

Panji merasakan orang itu duduk disebelah pembaringan dirinya, dan ada sesuatu yang dirasa diletakkan pada dadanya.

" rasanya seperti ramuan dedaunan "

pikir Panji dalam hati.

Dengan perlahan dia membuka matanya kembali, dengan jelas dia melihat wajah orang yang mengobatinya.

" siapa kisanak ? "

" istirahatlah, aku mencoba mengobati luka dalammu "

" rasanya dadaku seperti terbakar "

" berbaring saja dulu "

Masuk seorang anak kecil, yang berusia sekitar sepuluh tahun, dia membawa banyak dedaunan.

" ini anak angkatku, namanya Dayun "

Panji tidak bisa dengan jelas melihat wajah Dayun yang sedang duduk dibawah, dan dia langsung sibuk dengan dedaunan tersebut.

" kalau kisanak ini siapa ? "

" aku Panji, seorang prajurit Majapahit "

" Dayun ini yang telah menemukanmu saat hanyut di sungai Brantas "

" oh..... terimakasih, tapi aku harus segera pergi "

" sabar Panji, sembuhkan dulu lukamu ini "

" kalau boleh tahu, siapa nama anda ? "

Dia tidak langsung menjawab, sebuah senyuman penuh kearifan terpancar dari wajahnya.

" aku Ki ajar pamenger "

Panji kembali mencoba untuk menenangkan diri, namun apa yang ada dalam pikirannya selalu mengganggunya.

" apa yang harus aku lakukan setelah ini ? "

Sebagai prajurit Majapahit dia harus kembali ke istana Majapahit, tapi tanpa surya Majapahit, itu sama saja dengan setor nyawa kesana.

Tidak kembali ke Majapahit,
bisa malah memperkeruh keadaan bagi dirinya.

Belum sempat matanya terpejam, Ki ajar pamenger kembali meletakkan ramuan dedaunan yang telah ditumbuk halus.

" kalau boleh tahu, ceritakan siapa yang melepaskan pukulan ini ? "

" saudaraku sendiri "

" kenapa bisa sampai begini ? "

" mohon maaf, saya belum bisa bercerita "

" baiklah, aku tidak memaksamu "

Panji mencoba untuk bangun, tapi rasanya tubuhnya terasa kaku dan sakit semua.

" tahan, jangan kau paksakan dulu Panji "

Ki ajar pamenger kembali, membaringkan Panji ke posisi semula.

Dengan sedikit pijatan lembut, Ki ajar pamenger terus melaburkan ramuan dedaunan pada dada Panji.

Dada Panji yang kulitnya berwarna kebiruan, bekas hantaman pukulan naga Danu amarta.

Bukan cuma memijatnya dengan lembut, Ki ajar pamenger juga menyalurkan hawa murni kepada Panji.

" kenapa saudaramu tega melakukan ini ? "

Panji sejenak terdiam, baginya ini misi kerajaan, dan tidak boleh ada orang yang mendengarnya, selain orang istana.

" apakah kota raja jauh dari sini ? "

" sekitar satu hari perjalanan "

" bisakah Ki ajar pamenger mengantarkan saya kesana ? "

" dalam keadaan begini, rasanya tidak mungkin "

" tapi saya harus menghadap bhra Narapati untuk menceritakan semuanya "

" sembuhkan dulu lukamu, baru kau pergi ke kota raja "

Ksatria Majapahit Panji Raka Jaya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang