[45] Kejutan

60 7 6
                                    

"J-jay.."

Kevin dan Giselle masih terlalu syok untuk menyadarkan diri sendiri. Sedangkan Jelo terus menahan rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Rasa kebas pada punggungnya terus menjadi-jadi.

"Segini doang kemampuan lo?" Pertanyaan remeh tersebut keluar dari mulut 'Jubah Hitam' alias Jay. Jelas sekali pertanyaan itu ditujukan ke Jelo.

"Kaliann.. masuk dulu ke dalem!" Titah Jelo sambil merintih. Darah segar yang keluar dari lututnya terus mengucur deras tanpa henti.

"Lo gila?! Kita harus selalu bersama, Jel!" Tolak mentah-mentah Giselle. Ia tak tega melihat Jelo setengah tak berdaya seperti ini. "Lo yang lebih gila kalau harus korbanin temen-temen lainnya hanya demi gue." Sambar Jelo.

Giselle diam. Ia bingung harus seperti apa. Sedangkan di depan sana sudah berkumpul puluhan Jubah Hitam seakan ingin menerkam dirinya. Sekuat dan setegar apapun Giselle, ia tetaplah perempuan. Alhasil ia menangis sejadinya tanpa suara.

Di saat seperti ini Kevin masih mencoba memikirkan berbagai cara untuk meluruskan semuanya. Namun nihil. Kevin berpikir, dirinya dan teman-teman yang lain sudah terlanjur masuk jebakan. Mau tidak mau mereka harus berjalan sesuai kemauan Jubah Hitam. Hanya itu kuncinya.

"Ck! Gue benci drama. HAJAR!!"

Sontak mereka ber-tiga menoleh ke arah Jay. Dan demi apapun, mereka terkejut bukan main. Puluhan Jubah Hitam jadi-jadian itu mulai bergerak cepat dengan terus menembakkan anak panah.

Kevin segera meraih pergelangan tangan Giselle dan membawanya lari memasuki gedung. Jelo dengan tergopoh mencoba bangkit berdiri dan menyerang. Tapi satu pukulan singkat Jay pada perut Jelo berhasil membuatnya ambruk di tempat.

Sedangkan di dalam, Kevin dan Giselle berlari dengan berusaha menghindari anak panah.

"Ambil ketapel Edward di tas lo, Sel!" Giselle langsung mencari ketapel tersebut sesuai perkataan Kevin. Ia mengambil dua buah ketapel, lalu satunya di berikan ke Kevin. Giselle sempat ingin memuji Edward yang untungnya membawa senjata, tapi terurung niatnya karena tak ada waktu untuk itu.

"Astaga lengkap bener si Edward bawanya. Nih kerikilnya!"

Akhirnya merekapun menyerang balik para Jubah Hitam dengan terus berlari dan menghindar. Hingga mereka tanpa sadar telah melewati banyak tangga. Kevin dan Giselle sendiripun tidak tau berada di lantai berapa mereka. Sebab gedung ini memiliki 9 tingkat.

"Mampos! Kerikilnya abis," ucap Kevin kebingungan. Lengah sedikit, anak panah tepat mengenai lengan atas Kevin. "AKHH!"

Giselle mulai kuwalahan dan ikut terkena serangan di pahanya. "AWW! Vin.. g-gimana nih?!" Tanya Giselle panik. Sakit sekali rasanya. Nyeri mulai menjalar ke seluruh tubuh.

"Ca..cab..butt, AAAHK!"

Kevin berhasil mencabut anak panah yang menancap di lengannya. Dengan gemetar ia merobek lengan kaosnya untuk mengikat luka berdarah tersebut.

Giselle mulai ngilu dengan adegan Kevin. Ia merasa tangannya yang bergetar hebat saat ini tidak kuat untuk mencabut anak panah di pahanya.

Tetapi dengan langkah terseok-seoknya. Giselle mulai memegang anak panah tersebut, dan dengan sekuat tenaga ia mencabutnya. Darah terus keluar dari lubang luka itu. Kevin segera merobek lengan kaosnya hingga kaos tersebut berubah menjadi kaos tanpa lengan.

Kedua kalinya Giselle diikat dengan seperti ini. Mencoba menghentikan pendarahan supaya tidak menjadi lebih parah.

"Gue.. heran sama mereka, Vin." Ucap Giselle menunjuk para Jubah Hitam yang terus mengikuti mereka, dengan dagunya. "Kenapa?" Tanya Kevin.

Rumit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang