[18] Megan Merkurius POV

100 21 5
                                    

“Aakkkhh!” aku berteriak dan hendak memukul seseorang yang ku kira orang berpakaian hitam tadi.

“Aakhh, Megan, kamu apa-apaan sih? Ini mama. Ada apa sama kamu?” teriak mama sambil memegang pundakku. Haha. Ternyata mama, syukurlah.

“Ada apa sih ini?” ucap papa dengan menenteng tas yang lumayan besar.

“Eh, mama papa, maaf tadi aku kira maling, hehe,” kataku meminta maaf dan sedikit berbohong.

“Kamu ada-ada aja, ayo gih masuk. Kamu kok belum tidur sih Megan? Udah malam ini.” Cerewet mama saat berjalan ke ruang keluarga.

“Iya, iya,” pasrahku. “Eh, ma, mana Api sama Kiki?” tanyaku. Oh ya, aku punya adik kembar laki-laki. Namanya Rafi dan Rifqi, tapi panggilan akrabnya sih Api sama Kiki.

“Mereka gak mau pulang, masih pengin nginap di Budhe kamu.” Jawab mama seraya beres-beres barang.

“Oh, yaudah deh, Megan ke atas dulu, tidur.” Pamitku pada mama dan berjalan ke lantai atas.

Saat memasuki kamar, aku masih memikirkan tentang kejadian tadi. Pertama, tadi Vio secara gak sengaja kayak liat Luna. Kedua, aku diawasi oleh orang berpakaian hitam. Ketiga, surat misterius tadi seperti memberi isyarat bahwa itu Luna, karena tertulis di kertas tersebut ‘your best friend:)’

Tetapi, kalau saja memang Luna yang melakukan, pertanyaannya, untuk apa? Setauku, kami bersahabat dengan baik. Walaupun Luna memiliki kelainan yang harus dimaklumi, akupun tetap sayang sepenuhnya kepada dia. Lalu untuk apa dia melakukan hal seperti ini? Ah, palingan bukan Luna, mungkin orang lain yang gak kukenal, tapi pura-pura kenal aku.

Ngapain juga sih dipikirin, toh besok kita ketemuan juga, dan aku masih ada SA2 yang mengawasiku dan menjagaku. Tapi, emang ini rada serem juga, karena aku takut ancaman tersebut terlaksanakan.

“Aaaakkhh!” teriakku frustasi.

Memikirkan hal ini membuatku pusing. Ku rebahkan saja tubuhku di kasur, dan meninggalkan dunia nyata untuk memasuki alam mimpi.

***

Kriinggg kriinggg

Bunyi alarm membangkunkanku di pagi hari ini. Jam menunjukkan pukul 05.00 AM. Malas ah sekolah. Tapi, kan hari ini pembagian kelas, terus pelajaran, makin malas aja sekolah.

“Hooaam,” astaga, bau mulutku mengapa sangat mematikan. Aku lekas turun dari kasur dan pergi ke kamar mandi.

20 menit kemudian

Aku keluar dari kamar mandi dengan bau wangi. Aku segera ganti seragam sekolahku yang amat sangat rapi. Kemudian berjalan ke meja rias. Aku hanya mengurai rambut panjangku yang agak curly di bagian ujungnya, dan hanya menambah pemanis dengan menempelkan jepit kecil berwarna pink di samping kanan poniku.

Aku segera turun ke bawah untuk makan. Tapi entah mengapa nafsu makanku kali ini turun. Ya, mungkin gara-gara secarik kertas ancaman kemarin. Setelah makan, aku berangkat sekolah diantar Pak Aji.

“Neng, nanti pulangnya telfon Pak Aji aja ya,” tawar Pak Aji saat di perjalanan. Ya, untung saja Pak Aji sendiri yang meminta. Nanti aku pulang terlambat, soalnya aku ada janji sama orang misterius yang ngirim kertas kemarin.

“Oh, iya pak, siap” jawabku meyakinkan.

Setelah beberapa menit, akhirnya aku sampai di depan gapura. Aku keluar dari mobil dan berjalan menuju lapangan dalam. Di sana sudah ada Rachel, Giselle, dan Nayla.

Rumit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang