Epilog

56 5 2
                                    

10 tahun kemudian

Selama ini, hidup sudah mulai berjalan dengan normal. Melakukan kegiatan yang sepatutnya dilaksanakan. Tentu saja tidak mudah. Apalagi setelah terjadinya peristiwa yang memberikan luka dan trauma mendalam.

Tapi namanya juga hidup, pasti akan selalu ada pilihan. Tinggal menentukan, ingin tetap meratapi kesedihan dan menyesali perbuatan yang bahkan tidak bisa diubah kembali. Ataukah berusaha menerima keadaan dan tetap melanjutkan hidup hingga sukses demi membahagiakan 'mereka' yang tak lagi ada di dunia.

Jerry. Luna. Rachel.

Kuburan dengan batu nisan bertuliskan ketiga nama tersebut pagi ini tampak ramai didatangi kerumunan manusia berpakaian hitam formal. Kondisi kuburan yang bersih terawat dan selalu ada bunga segar di atasnya, menandakan bahwa kuburan ini sering dikunjungi.

Lantunan doa terus terdengar. Setelah sesi doa selesai, mereka mulai berbicara santai layaknya sedang curhat pada kawan lama. Menceritakan apapun yang sebetulnya tidak terlalu penting sampai yang sangat penting.

"Kadang gue bingung, kenapa gue sama sekali nggak marah sama kalian." Cicit Fara seraya mempererat genggaman tangannya pada Rasya, dan melayangkan pandangan ke arah batu nisan. "Ya, okelah, sebel sih iya. Cuman gapernah sampai benar-benar benci sebenci-bencinya." Lanjut Fara akibat pelototan aneh dari para sobatnya.

"Kalo gue sih jujur maraaah banget sama kalian! Apalagi lo, Rachel! Ego lo tuh terlalu tinggi, bisa-bisanya demi dapetin si Nigel lo ikutan jadi psikopat kayak Luna." Sambar Alina yang tetap blak-blak an sampai sekarang.

"Idih, padahal tiap kali kangen mereka lo selalu nangis di pundak gue." Protes Alvin yang langsung dapat jitakan mampus dari Alina. "Apaan sih? Gapernah ya!" Tampak jelas Alina memerah karena malu mengakui hal tersebut. Yang tentu saja mendapat tatapan geli dari anak-anak BS.

Oke, mungkin kini saatnya menghentikan panggilan 'anak-anak' pada BS. Karena mengingat mereka sudah dewasa dan sebagian sudah bekerja. Namun mau bagaimana lagi, setiap kali BS disatukan, mereka bukanlah orang dewasa seperti kenyataannya. Selalu saja ada tingkah kekanak-kanak an. Contohnya saja saat ini.

Curhat berjamaah di pemakaman sobat--atau lebih tepatnya musuh mereka 10 tahun yang lalu-- BS ini adalah kegiatan rutin yang dilakukan minimal 1 tahun sekali. Berbicara dengan batu nisan. Menganggap mayat ketiga orang itu bisa mendengar curhatan BS.

"Emang sih. Mau se benci apapun sama nih 3 cecunguk, mereka tetep temen gua. Sialnya bikin gua gak tega mau nge benci sampai saat ini." Kata Vio kilat, bagaikan rapper.

Asya yang sebal karena tidak bisa mendengar secara jelas suara cepat Vio, segera membuka mulutnya. Berniat menegur. Namun tak sempat karena Grey segera mengklarifikasi.

"Udah deh. Biarin dia ngerapp. Kali aja ini curhatan rahasia." Sela Grey dengan asumsi tololnya. Benar-benar sotoy. Tapi patut diacungi jempol karena sungguh pengertian dengan Vio.

"Hmm, intinya kita tetep sayang sama kalian." Ujar Megan dengan suara lirih. "Iya, asalkan lo semua beneran mati sih." Sambung Asya sekenanya.

"Heh! Lu kira mereka bakalan idup gitu? Mati suri? hah?" Cecar Yuda pada Asya karena ngeri membayangkan ketiga mayat itu bangkit bagaikan mumi dan siap meneror BS lagi. Hiii...

"Plis deh Sya. Itu bener-bener gak mungkin." Kata Nayla menolak pemikiran Asya. "Yahh.. kalau bangkitnya sebagai hantu atau mumi gitu sih gak papa. Tapi kalau kasus nya kayak kematian Luna sebelumnya, ya beda lagi nih cerita." Jelas Kevin dengan pendapat yang sama sekali tidak diinginkan BS. Karena cukup sudah mereka kapok ditipu dengan kasus kematian palsu dari Luna sebelum kematian sungguhan ini.

Rumit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang