[31] Nayla Bumi POV

70 20 5
                                    

Gue dan Vio sengaja menawarkan diri membelikan buah untuk Rachel. Gue dan Vio memiliki kecurigaan yang sama, begitupun Asya sepertinya.

Entah darimana rasa curiga itu muncul, tiba-tiba saja hinggap di otak kami. Gue dan Vio sengaja gak ngajak Asya, karena kami masih belum yakin apakah Asya juga menaruh kecurigaan yang sama seperti kami. Meskipun tadi Asya melihat gue cepat-cepat keluar kelas. Karena kelas kita dekat.

"Vi buruan dong kalau nyetir," pinta gue ke Vio yang tengah menyetir mobil Farel. Kenapa bukan gue? Karena gue gak bisa bawa mobil maupun motor.

"Ini udah ngebut kali Nay, lu mau yang lebih ngebut? Oke, gue tancap gas sekarang."

"Woyyy!! Vio gila lu! Gue gak mau matii!" Teriak gue pada Vio karena dia ngebut banget bawa mobilnya.

"Repot lu ah Nay, tadi suruh cepetan, sekarang lo takut."

Tak lama kemudian kami sampai di tempat toko buah. Gue yang turun dan beli buah, sedangkan Vio berjaga di mobil. Setelah selesai, gue buru-buru balik ke mobil. Dan Vio segera menancapkan gas menuju Rumah Sakit Citra Budi.

"Gila lo ngebut banget bawanya," eluh gue saat kami telah sampai di rumah sakit.

"Udah ah buruan ke resepsionis tanyain kamar Rachel nomor berapa."

"Elo kok jadi nyuruh-nyuruh gue? Barengan dong," ajak gue sambil menarik lengan Vio menuju resepsionis, dan Vio hanya pasrah. Setelah bertanya pada salah satu suster di resepsionis, akhirnya kami mengetahui bahwa kamar Rachel bernomor 99.

Gue dan Vio segera menuju kamar Rachel, tapi kami sengaja tidak masuk ke dalam. Gue dan Vio tak sengaja mendengar, alias menguping dari pintu luar, Rachel tengah menelepon seseorang.

"Tenang aja, semua bakalan beres. Mereka memang terlalu bodoh,"

Hanya itu yang gue dan Vio dengar, setelahnya Rachel menutup sambungan telepon. Dan tak lama kemudian, gue dan Alina mendengar Rachel berbicara pada dirinya sendiri.

"Daripada gue suntuk, mending gue jalan-jalan keluar ah," gue denger Rachel ngomong begitu.

Trililit trililit

Ah sial, ponsel Vio berdering lagi. Dan sepertinya, di dalam Rachel kaget mendengar suara ponsel berdering. Ia kemudian kembali berbaring di ranjangnya, sepertinya sih.

"Halo?" Ucap Vio dengan menempelkan hp-nya di telinga dia. Gue auto mendekat dong, supaya bisa curi dengar.

"Lo udah beli buahnya kan?" Tanya seseorang di seberang sana. Gua hafal suara ini, si Alina.

"Udah. Lo nelpon cuma mau nanyain ini doang?"

"Yaudah bye,"

Kampret tuh si Alina, ngerusak sikon aja. Jadi gak tau lanjutan omongan Rachel kan.

"Ah udahlah Vi, kita keluar aja yuk nungguin anak-anak BS," ajak gue ke Vio.

"Yaudah deh, percuma kita disini,"

Akhirnya gue dan Vio segera pergi menuju lobby rumah sakit untuk menunggu anak-anak BS lainnya. Dan syukurlah, tak lama kemudian yang ditunggu-tunggu datang.

"Kamar Rachel nomor 99," teriak Vio dari arah lobby berniat ngasih tau mereka semua. Emang dasar geblek tuh anak, ya kali mereka pada gak tau. Orang kan juga ada Kak Nigel yang pastinya udah ngasih tau mereka semua.

"Udah tau kali Vi kita," sambar Grey.

"Yaudah yuk buruan masuk," gue mengajak mereka semua masuk.

Rumit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang