[38] Konflik Asmara Pagi Hari

63 11 2
                                    

"WOY AR!"

Arya terlonjak kaget hingga hampir mencekik dirinya sendiri dengan dasi yang baru saja ia kenakan. Ia mendengus sebal. Namun rasa sebalnya selalu hilang begitu saja saat melihat wajah cewek ini.

"Kapan jadi cewek beneran sih lo, Sya?"

"Kelas 12, sekalian tobat mau lulus." Ceplos Asya dengan tiba-tiba membenarkan letak dasi Arya. "Wey, ngapain lo?" Tanya si Arya.

"Dasi lo njir, ngebikin leher lo ilang," Asya masih setia membenarkan dasi Arya. Sedangkan Arya sendiri dibuat kalut oleh kelakuan Asya.

Sudah lama Arya menyukai Asya. Namun bukan Asya tentunya kalau mudah ditaklukan. Asya paham dengan perasaan Arya, tapi ia sengaja menggantungkannya. Bukan apa-apa, hanya saja ia lebih nyaman seperti ini. Menjadi teman.

"Udah. Redain degup jantung lo," Asya kembali berjalan di samping Arya. "Hah? Paan sih lo,"

Selama berjalan menuju lapangan dalam, Arya terus saja memandang wajah Asya dari samping. Arya merupakan tipe orang yang humble. Tapi mengapa saat berhadapan dengan Asya ia begitu kikuk?

"Ar, lo kenapa sih pagi ini?" Tanya Asya yang tiba-tiba berhenti dan berpaling menghadap Arya. Arya menautkan alisnya bingung mencari jawaban.

"Gatau, Sya. Gue.. gue pengen.."

Brreemm

"Wegila!! Itu si Grey ama Risa? Kok bukan Vio?" Muncul sudah sifat kepo alamiah dari seorang Asya Uranus.

Arya yang merasa ucapan seriusnya terpotongpun hanya menghela nafas panjang dan beralih menatap ke arah parkiran motor. Matanya sontak membulat. Hanya sekali lihatpun, Arya bisa menebak apa yang terjadi.

"KOCAK! Se-gercep itukah Grey jadian?" Tanya tak percaya Arya. "What? Jadian? Gila aja, nying. Vio pakabar cuy?"

Bubar sudah momen serius Arya terhadap Asya. Kini mereka malah mengintip Grey dan Risa dengan sesekali menggosip ria.

Arya bahkan mulai tak tahan diejek oleh Asya akibat belum juga punya pacar. Debat mereka tak kunjung berakhir hingga sang empu yang diintip ternyata telah pergi.

"Tuhkan mereka ilang, gara-gara lo masih jomblo nih gua jadi sibuk ejekin lu,"

"Dih, YAUDAH AYO PACARAN BIAR GAK BACOT MASALAH JOMBLO LAGI." Skakmat Arya yang sontak membuat mereka berdua kicep.

"Lo.. serius?" Tanya ragu Asya. Arya hanya bisa merutuki mulutnya yang amat licin ini. Ingin sekali ia kabur dari hadapan Asya. Tetapi sekelebat bayangan temannya, Grey, yang sudah punya pacar membuat Arya termotivasi.

"Ya pengennya gitu," ujar Arya. "Tapi Ar, gue ke lo itu--"

"AKH STOP! Jangan dijawab! Gue mau ngomong dulu," potong Arya dan mulai melanjutkan ucapannya. "Lo pasti tau, gue suka lo, Sya. Dari awal MOS. Gue juga bingung kenapa harus model cewek macem lu yang gue suka,"

"Sat, maksud lu apa ha?" Potong Asya terpancing emosi.

"Sstt, diem. Intinya gue suka lo. Gue gak maksa lo juga harus suka gue. Itu hak lo, Asya." Perlahan Arya memegang kedua bahu Asya dan melemparkan senyuman manisnya.

Sadar bahwa Asya akan buka suara, kalang kabut Arya memindahkan telapak tangannya ke mulut Asya. Asya melotot dan mencak-mencak. Arya tak peduli.

"Jangan dijawab, please. Pokoknya kita tetap teman, oke? Bye!" Sejurus kemudian Arya lari terbirit-birit. Asya bingung, mengapa Arya sangat serius dengan obrolan ini. Dia kira Arya akan mencoba membiasakan diri bahwa mereka hanyalah sebatas teman.

Rumit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang