[32] Alina Neptunus POV

56 15 2
                                    

"Setdah, gue laper nih," keluh Vio dengan memegangi perutnya. "Apalagi gue, Vi," timpal si Nayla

"Kuylah cari camilan!" Ajak Asya sembari bangkit dari duduknya. "Ada yg nitip gak?"

"Terserah kalian deh mau beli apa," jawab Rachel mewakili kami yang lainnya. Setelah itu Asya, Nayla, dan Vio pun pergi dengan alasan mencari camilan.

Dan, sepertinya Rachel belum menyadarinya. Atau bisa saja Rachel pura-pura tidak sadar akan permainan ketiga sahabat gue itu.

Yep, kalian bingung gak, kenapa gue bisa tau rencana Asya? Asya itu seperti saudara gue sendiri, gue hafal pergerakan dia selagi ngelakuin suatu rencana.

Selain itu, gue udah tau mengenai nama kontak Jelo sebelum mereka. Bahkan saat di gedung reyot itupun gue udah tau. Pasalnya gue memang udah pernah pinjam handphone Rachel buat nelpon bokap gue. Dan gue sangat yakin, saat itu gue lihat kontaknya Jelo bertuliskan 'JELO' bukannya 'ANGELO'. Oleh karena itu, gue tadi secara gak langsung ngebantu jalannya rencana Asya.

Tapi, saat itu gue lebih milih ikut ngebawa Rachel ke rumah sakit daripada tinggal di gedung reyot itu. Selain gue takut di sana, gue juga ingin memastikan 'keadaan' Rachel saat itu.

Apakah ia memang patut dicurigai atau tidak.

Dia emang lola dan rada bego. Gue tau itu. Dengan begitu pasti ia bisa buka kartu sendiri. Itupun kalau dia memang ikut campur dengan Jubah Hitam.

Hasilnya, gue lihat seringaian aneh yang jarang gue lihat dari Rachel, saat dokter menjelaskan mengenai kakinya. Buset, gue kenapa jadi mirip Asya gini kan jadinya.

Dokter bilang lukanya tak cukup parah. Namun butuh pemulihan beberapa hari juga. Mungkin 2 hari an.

Anehnya, Rachel yang gue ketahui cengeng parah itu, kenapa dia sama sekali gak merasa kesakitan? Harusnya saat ini dia masih ngeluh dan nangis, seperti halnya saat ia demam tinggi dahulu.

Saat demam saja Rachel menangis 4 hari 3 malam, tapi kenapa luka tembakan ini hanya membuatnya menangis 1 hari saja?

"Heh! Bengong aja, kesambet mampus lo," tegur Kak Edward yang ada di sebelah gue.

"Oh hah? lagi nahan boker gue, Nyuk," jawab gue berbohong dengan masang muka nahan boker terampuh gue. Sebenarnya sih gue cuma mau nyari Asya, Vio, dan Nayla.

"Ya ampun, Ngik. Jorok lo, anjir, buruan pergi boker sono!" Teriak menggelegar si Kunyuk kampret satu ini. Sontak ngebuat teman-teman gue yang lain bingung.

"Hehe, guys gue ke toilet dulu ya, udah pucuk banget ini," pamit gue dan segera ngacir pergi dari ruangan Rachel. Baru saja berjalan keluar dari sana, ada seseorang yang manggil gue.

"Hei, lo anak BS ya?" Tanyanya. Dia laki-laki berperawakan tinggi kekar mirip seperti... Grey? Ya, bahkan jaketnya sejenis dengan jaket yang biasa di pakai Grey, juga Rasya sih.

Kalau gue tebak, dia adalah salah satu anggota BraveWolf, geng motor Grey.

"Eum, iya. Lo, temennya Rasya sama Grey?" Tebak gue.

"Yap, benar. Kenalin, gue Jerry." Jawabnya seraya mengulurkan tangan kanannya. Ah ya, gue pernah dengar nama ini. Gue menyambut uluran tangannya. "Alina, Alina Neptunus."

Seperti halnya remaja umumnya, kami basa-basi mengenai geng mereka sambil berjalan-jalan di sekitar rumah sakit. Satu hal yang bisa gue tangkap, Jerry termasuk anak broken home.

Ia bercerita kalau orang tuanya cerai, lalu ayahnya menikah lagi. Saat itu juga ibunya mengidap penyakit sampai sekarang. Dengan begitu ia terpaksa putus sekolah dan membantu di panti.

Rumit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang