[21] Fara Saturnus POV

112 23 9
                                    

Sepulang sekolah, aku pergi ke gerbang bareng Farel dan Grey yang sekelas denganku. Sesampainya di gerbang, aku ngerasa ada yang kurang. Ya, hanya Vio yang gak ada.

"Vio mana?" Tanya langsung Grey. Dari tadi pagi ia emang udah khawatir nyariin Vio. Tanpa ba-bi-bu, Grey berlari ke arah aula. Aku tau dia mau kemana.

"Gue nyusul Grey dulu ya," kataku.

"Mau kemana?" Tanya Kak Nigel.

"Ke belakang aula. Mungkin di sana ada Vio. Daritadi Grey nyariin si Vio. Gue duluan ya!" Jelasku lalu berlari. Di tengah perjalanan, aku bertemu dengan Vio, tapi dekat gazebo ada Grey dan Risa  lagi bincang-bincang.

Seketika aku berhenti berlari. Ada apa sih sebenernya?

"Yuk, Far," colek Vio datar kemudian berjalan mendahuluiku. Sadar kalau aku masih mematung, aku bergegas lari menghampirinya.

Hening.

Aku tau kalau si Vio lagi badmood. Jadi aku ikut diem dulu aja. Aku ngikutin dia ke ruang musik untuk mengembalikan gitar, kemudian pergi menuju gerbang. Vio tidak seperti Vio yang biasanya, dia diem mulu. Biasanya, se badmood-badmood nya dia, dia masih bisa ngelawak untuk nutupin kesedihannya.

"Gue BM banget dah hari ini," tiba-tiba Vio mulai membuka pembicaraan.

"Gue tau. Emang apa yang bikin lo BM?"

"Gak tau tuh, ada aja manusia yang sekejap bikin gue nyaman, tapi sekejap juga bikin gue nyesek se nyesek-nyeseknya. Anehnya, baru kali ini gue ngerasain kayak gini," jelasnya dengan masih memandang lurus ke depan.

"Terus? Siapa manusia itu?"

"Ah udahlah, lupain. Btw makasih udah mau dengerin curcol gue,"

"Oke-oke."

Kami pun pergi ke gerbang, di sana udah pada ngumpul semua, termasuk Grey. Dan aku perhatikan, mata Grey terus tertuju pada Vio. Apa manusia yang dimaksud Vio itu Grey? Ah masa?

"Woy! Napa lo lihatin Vio mulu?" Tanya Kak Edward ke Grey.

"Tau tuh, kayaknya dia ngambek sama gue deh," teriak si Grey bermaksud menyindir Vio.

"Ya lo rayu dia dong Grey, haha." Timpal Rasya.

"Gimana nih ngerayu-nya? Gue gak pengalaman," cengir Grey.

"Apaan sih kalian semua, gue gak jadi ikut deh," dumel Vio.

"Eh, eh jangan ngambek dong," bujuk Rachel.

"Udah ah, ayo berangkat." Ajak Kak Nigel.

Setelah selesai berbincang-bincang barusan, kami akhirnya pergi ke rumah sakit tempat Kak Bryan dirawat. Keadaan Kak Bryan masih belum sembuh total, jadi mungkin masih tiga hari lagi Kak Bryan boleh pulang.

Si Megan tuh ya, kagak pernah absen kalau ngejenguk Kak Bryan. Teror yang dialami Kak Bryan pun juga belum terselesaikan. Kata polisi penjahatnya terlalu cerdik nyembunyiin jejak-jejaknya. Aku masih penasaran, siapa dalang dari kejadian ini?

"Diem aja, Far?" Ucap Rasya tiba-tiba saat diperjalanan.

"Masih dijalan, ngomongnya disimpen dulu,"

"Iya-iya disiplin banget sih,"

"Harus dong."

Sesampainya di rumah sakit, kami semua segera menuju ke ruangan Kak Bryan.

Rencana ini memang harus dilaksanakan. Kita harus nemuin dia.

"Eh kalian, duduk gih." Kami pun duduk di sofa sebelah ranjang Kak Bryan.

Rumit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang