[8] Nayla Bumi POV

288 38 21
                                    


"Gue ditampar sama kakak kelas," ucap Rachel.

"Ha??" kompak kami bertujuh kaget.

"Untungnya sih ada kak Nigel belain gue," sambung Rachel.

"Gimana ceritanya?" tanya Asya.

"Jadi gini, intinya gue gatau deh tiba-tiba ada kakak kelas nyamperin gue. Terus udah gitu marah-marahin gue lagi. Terus gue ditampar. Lalu kak Nigel dateng belain gue," jelas Rachel."Nanti deh gue ceritain detailnya," lanjutnya. 

"Oke, awas kalau lo lupa," ancam gue.

"Tapi bibir lo gak papa, Chel?" tanya Giselle tampak panik.

"Gak papa. Tadi udah diobatin sama kak Nigel," jelas Rachel.

"Cieee...," cibir Vio.

"Hhmm.... apa si?" ucap Rachel sambil senyum-senyum.

"Btw kalian dari tadi bilang gue ceritain deh nanti, nanti itu kapan sih?" tanya Giselle bingung.

"Nanti Sel, di group. Jadi gini, kita bertujuh itu punya grup di Whatsapp," jelas gue.

"Gimana kalau kita masukin Giselle juga?" saran Vio.

"Boleh juga," sahut Alina semangat.

"Tanya dulu dong sama Giselle nya, mau gak,Sel?" tanya Fara ke Giselle. Gila mata Fara sipit banget kalau gak pake kacamata. Suwer dia sekarang kayak Cina kesasar.

"Gue sih mau aja, makasih ya guys. Berkat kalian gue punya temen banyak disini," ucap Giselle.

"Oke, yey nambah temen," timpal Rachel.

Kami ber-delapan pun kembali mengikuti kegiatan MOS dengan sabar.

Tett...tet...tet...
Bel pulang sekolah berbunyi. Jantung gue serasa berdegup teramat kencang. Entah mengapa gue juga gak tau alasannya, apa mungkin gara-gara bentar lagi gue mau ketemu Farel ya, tapi masa iya sih, toh kita juga baru kenalan tadi waktu  istirahat. OMG, kenapa rasanya jantung gue pingin loncat sih.

"Nay, nebeng gue lagi gak?" tanya si Megan membuyarkan lamunanku.

"Ehm... lo nggak tau apa pura-pura gak tau sih, Gan? Hari ini kan gue mau....," gue sengaja menggantungkan kalimat gue.

"Oh iya gue lupa, lo kan mau main piano sama tuh cowok. Siapa namanya?" tanya si Megan.

"Farel," jawab gue.

"Ya, si Farel. Yaudah have fun yah sama dia. Biar gue bilang sama yang lain kalau elo pulang telat," ucap Megan seraya meninggalkan kelas.

"Oke, thanks ya, Gan" ucap gue.

"It's okay," balasnya.

Selesai bercakap-cakap dengan Megan, gue pun langsung cuss menuju ruang musik. Gue melewati lorong yang cukup gelap yang membuat bulu kuduk gue berdiri, lalu gue sampai di ruang musik. Ruangan musik itu terletak di dekat pekarangan belakang sekolah. Setelah berjalan cukup lama, akhirnya gue sampai di ruang musik, tapi gue gak yakin kalau Farel bakal ke sini, gue takut si Farel cuma nipu gue. Gue mencoba mengetuk pintu, tetapi hasilnya nihil, semangat gue mulai turun. Lalu gue coba buka pintu, tetapi hasilnya juga nihil, gue udah mulai kehilangan semangat.

"Heh... gue ditipu" gumam gue.

"Enggak kok" Gue balik badan dan gue menemukan ada Farel tepat di depan gue. 

"Sorry, gue baru dateng. Habis pinjem kunci di pak satpam," jelasnya.

"Iya, gapapa," balas gue.

Kami berdua langsung masuk setelah pintu dibuka oleh Farel. Terdapat dua kursi di dalam ruang musik tersebut.

"Duduk, gih" pinta Farel. Sambil mengambilkan kursi buat gue.

Rumit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang