Menguntit

745 60 4
                                    

Bel sekolah berbunyi nyaring dalam hitungan detik, suasana sekolah SMA Bina Bakti yang tadinya sepi kini heboh seketika. Teriakan dari lantai satu dan lantai dua bergema saling sambung-menyambung. Banyak bola kertas berserakan, karna bola kertas itu sebagai alat para cowok untuk menggoda cewek yang berkeliaran di sekolah.
    
Anaya dan temannya yang bernama Deka Sastrina sedang berjalan ke arah pintu gerbang dengan di selingi gurauan dari Deka yang sangat super cerewet sejagat raya.
    
Di lain tempat di depan gerbang ada tiga remaja lelaki, dua memakai seragam putih abu-abu beserta jaket kebanggaannya dan satu nya lagi memakai almamater biru dengan celana putih. Mereka bertiga seperti sedang menunggu seseorang yang di cari. Mereka bertiga sudah menunggu sangat lama sebelum bel sekolah berbunyi. Mereka sudah merencanakan sudah lama untuk mencari tahu ibu peri mereka.
   
Anaya keluar gerbang sambil membawa sepeda berwarna pink bersama Deka. Tiba-tiba mobil sedan hitam berhenti tepat di hadapan mereka berdua, lalu Deka berjalan memasuki mobil tersebut dan melambaikan tangannya ke Anaya ketika mobil itu berjalan. Anaya pun menaiki dan mengayuh sepedanya dengan semangat.
    
Melihat sebuah sepeda berwarna pink keluar dari gerbang membuat Senja, Apip dan Dewa mengalihkan pandangannya. Senja pun memberi instruksi untuk mengikuti ke mana arah sepeda itu pergi. Mereka bertiga langsung saja menghidupkan motor dan pergi melesat dengan sangat pelan, karna takut Anaya mengetahui bahwa mereka sedang menguntitnya.
    
Berbeda dengan Anaya yang sedang mengayuh sepedanya dengan semangat sambil bersenandung kecil menikmati suasana yang begitu menyenangkan. Anaya tak curiga kalau dirinya sedang di ikuti oleh seseorang. Mungkin dirinya telah terbawa suasana.
    
Senja dan kedua temannya masih fokus dengan sasarannya. Dengan sangat hati-hati mereka mengikuti Anaya dengan sepedanya. Mereka bertiga merasa bingung, kenapa di zaman sekarang masih saja ada orang yang mau membawa sepeda ke sekolah. Bukannya sekarang zaman canggih yang sudah mampu mengeluarkan alat-alat yang membantu pekerjaan manusia, lalu kenapa Anaya tak menggunakannya.
    
Perasaan Anaya yang tak enak atau memang ia sudah terbawa suasana. Anaya mulai merasakan bahwa dirinya sedang di ikuti seseorang, keadaan sekitar pun terasa mendukung ketika jalan yang ia lintasi sangat sepi tak ada kendaraan apa pun selain dirinya yang melintasi jalan itu. Anaya merasa merinding ketika angin berhembus kencang membuat daun pepohonan melambai-lambai seperti mengajak dirinya untuk mengikutinya. Ia pun langsung mempercepat kecepatan sepeda yang ia bawa.
    
Sedangkan, Senja dan kedua temannya merasa bingung melihat Anaya seperti orang ketakutan melihat hantu. Mereka saling pandang, jangan-jangan Anaya mengetahui bahwa mereka sedang mengikutinya. Mereka bertiga melihat Anaya berhenti di sebuah toko perbelanjaan dan masuk ke dalamnya.
    
Anaya mengambil minuman kaleng untuk menyegarkan tenggorokannya yang kering, mungkin ini alasan untuk menghindari dari orang yang mengikutinya. Anaya minum sambil mengedarkan pandangannya ke arah luar untuk jaga-jaga kalau ada orang yang sedang menguntitnya.
    
Selama 20 menit Senja dan kedua temannya masih tetap menunggu Anaya keluar dari toko tersebut. Apip mulai jengah menunggunya, “lama amat sih keluarnya tuh cewek.”
    
“Sabar dikit elah, giliran nunggu jodoh lo sabar banget,” sindir Senja yang membuat Apip menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sedangkan Dewa lagi fokus menunggu Anaya keluar dan ia pun berseru ketika Anaya keluar sambil mengendap-endap.
    
Anaya menghembuskan nafas lega, ketika tidak melihat ada yang mencurigakan. Ia pun mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang. Senja dan kedua temannya melanjutkan misinya untuk mengikuti Anaya.
    
Perasaan waswas tumbuh lagi di hatinya, ketika mendengar suara deru motor sangat berisik dari arah belakang. Keringat sudah bercucuran di wajahnya, tangannya sudah panas dingin. Pikirannya sudah melayang ke hal yang negatif, Anaya berpikir kalau yang mengikutinya adalah seorang preman berbadan kekar dengan wajah yang sangar. Ia pun menepis jauh-jauh pikiran negatif yang ada di kepalanya, lalu ia pun menambah kecepatan sepedanya dengan semaksimal mungkin.
    
Senja dan kedua temannya saling pandang saat mereka mengetahui bahwa jalan ini adalah jalan menuju ke komplek rumahnya Dewa. Sedangkan Dewa hanya mengangkat kedua bahunya bahwa ia tidak tahu. Senja dan Apip hanya menghela nafas gusar dan mereka pun melanjutkan perjalanan.
     
Di persimpangan jalan mereka kehilangan jejak Anaya, mereka bertiga menghela nafas gusar. Seharusnya mereka tidak berdebat tadi, pasti mereka tidak kehilangan jejak Anaya seperti ini. Senja pun memberi instruksi untuk berpencar mencari Anaya dan mereka bertiga langsung bergegas. Sedangkan Anaya menghela nafas lega bahwa dirinya telah sampai di rumahnya.
    
Sekian banyak rumah, Senja tak bisa menemukan Anaya. Ia berhenti di depan gerbang salah satu rumah kompleks. Senja melihat ada sebuah sepeda berwarna pink terparkir di halaman rumah itu, sepedanya pun sama persis dengan sepeda yang di pakai oleh Anaya. Baru saja dirinya ingin turun dari motornya, pintu gerbang terbuka yang menampakkan sosok Anaya yang sedang di carinya.
    
“Kakak, ngapain di depan rumah aku? Mau menguntit aku ya,” tanya Anaya yang membuat Senja gelagapan. “Ya... Nggaklah orang gua mau cari alamat,” elak Senja sambil menyalakan sepeda motornya dan pergi melesat kencang.
    
Anaya semakin di buat bingung dengan kelakuan Senja. Ia hanya menggelengkan kepalanya tak percaya melihat anak berandalan gugup berbicara di hadapannya. Anaya pun bergegas masuk ke dalam rumah yang bercat hijau pupus ala kemiliteran.

          ___o0o___

Jangan lupa vot and komen

Cinta Kelabu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang