Melanggar

359 19 2
                                    

“Janjimu begitu manis, semanis rasa empedu.”

–––o0o–––

Anaya berlari dengan beruraian air mata. Dadanya sesak bukan karena ia terserang asma, melainkan sakit hati memelihara perlakuan dari sosok yang sangat dikaguminya. Banyak pasang mata mengarah pada Anaya, tetapi ia hanya terdiam tanpa membalas tatapan itu.

Apakah semua ini pertanda dari kenyataan perkataan itu. Di mana senja harus datang tanpa menetap. Anaya menggelengkan kepalanya mengusir pikiran buruk terhadap hubungannya dengan pemuda itu. Mengapa ia sangat bodoh dengan mengatas namakan cinta.

Dengan kasar Anaya mengusap kasar air matanya. Merasa sendiri dalam keadaan ramai dengan orang yang berhilir mudik berjalan di sekitarnya? Itulah yang saat ini dirasakan oleh Anaya. Berdiri dengan keadaan rapuh di sebuah parkiran rumah sakit. Tepat sekali mobil taksi berhenti di hadapannya, Anaya membuka pintu penumpang. Tetapi, gagal saat dua pemuda berbaju putih abu-abu menutup kasar pintu mobil taksi.

“Maaf, Pak.  Nggak jadi naik,” ucap Apip memohon.

Mobil taksi itu pergi berlalu meninggalkan mereka semua. Anaya menatap tajam ke arah Apip dan Dewa.

“Kenapa?” tanya lirih Anaya.

Apip memegang kedua bahu Anaya. “Jangan anggap diri lo sendiri, karena masih ada kita di samping lo,” ucap Apip dengan serius.

“Kita antar lo pulang!” titah Apip yang disetujui oleh Dewa.

Anaya hanya mengangguk saja.
Mereka bertiga pergi meninggalkan kawasan rumah sakit. Apip memboncengi Anaya, sedangkan Dewa mengikutinya dari belakang.

Di sepanjang jalan, Apip selalu melirik ke arah spion motornya melihat keadaan perempuan yang diboncenginya. Tidak habis pikir olehnya, ketika Senja mementingkan perempuan lain dari pada pacarnya. Apip menarik gas motornya dengan kencang, karena melihat langit mulai mendung.

Mereka sampai di depan rumah Anaya. Baru saja Apip dan Dewa membuka helm, Anaya langsung menghentikannya.

“Kalian mau ngapain? Mending kalian pulang aja nggak usah ikut masuk ke dalam soalnya udah malam,” jelas Anaya atau lebih jelasnya lagi mengusir.

Apip dan Dewa mengangguk paham. Lalu, mereka pamit pergi.

Anaya masuk ke dalam rumah dengan lesu. Ia juga lupa mengucapkan salam dan menghiraukan keberadaan Ayahnya. Atmaja geram melihat kelakuan anak perempuannya sudah pulang larut malam ditambah dengan sikapnya yang tidak sopan.

“Anaya, kamu dari mana aja?” tanya Atmaja tegas.

Anaya menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Anya.

“Main,” Anaya menjawab dengan cuek.

Baru kali ini Atmaja melihat anaknya bersikap cuek. “Kamu udah nggak sopan, Anaya!” tegas Atmaja. “Pulang larut malam dan kamu masuk ke dalam rumah seenaknya.”

Anaya diam tak menjawab.

Gigi Atmaja bergemeletuk menahan amarahnya. “Pasti kamu kaya gini gara-gara pemuda itu, iya, kan?”

Cinta Kelabu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang