Titipan Dari Ayah Perempuanku

394 44 1
                                    

Dua hari telah berlalu setelah kejadian di taman kencana Senja meninggalkan Anaya di taman itu dengan perasaan bersalah. Senja pula tidak bertemu kembali setelah kejadian itu, padahal dirinya sudah mencari Anaya di sekolahnya, namun tak membuahkan hasil baginya.

Selama dua hari Senja selalu digentayangi oleh rasa bersalahnya bersama Anaya, karena telah berbicara cukup kasar terhadapnya. Apakah peri cantiknya akan memaafkan dirinya? Itulah pertanyaan yang selalu terngiang dikepalanya.

“Wa, udah tau kabarnya?” tanya Senja sambil menatap Dewa intens.

Dewa tersedak makanan yang sedang ia kunyah ketika di tatap seperti itu, langsung saja Apip yang ada di sampingnya mengambil air untuk Dewa.

“Tuh mata biasa aja kali kayak mau copot,” ujar Dewa di balas dengan pelototan dari Senja.

“Tadi kata kembarannya chocollatos, kalau si peri cantik dan baik hati nggak masuk dikarenakan sakit,” ujarnya kembali.

Senja mengernyit mendengarnya, bukannya dua hari lalu Anaya baik-baik aja. “Memang dia sakit apa?

Dewa mengangkat kedua bahunya dan menggelengkan kepalanya bahwa dirinya tidak mengetahui soal itu.

Brakkh...!

“Astagfirullah....” Apip dan Dewa berjengit kaget sambil mengelus dada saat Senja menggebrak meja yang mereka tempati.

“Lo berdua ikut gue!” titah Senja berjalan meninggalkan kedua temannya.

Apip dan Dewa bangkit dari duduknya dan berlari mengikuti Senja dari belakang.

“Bos lagi PMS, jadi suka marah-marah nggak jelas.” Dewa cekikikan mendengar bisikan dari Apip.

Mereka bertiga bergegas pergi yang entah ke mana Senja mengasih arah kepada dua temannya itu. Dari Apip dan Dewa amati jalanan yang saat ini mereka lintasi adalah jalan menuju ke kompleks rumahnya Dewa.

Tujuan Senja bukan ke rumah Dewa, melainkan ke rumah Anaya yang satu kompleks dengan dewa.

Di sini mereka bertiga memarkirkan motornya di depan gerbang rumah berwarna hijau pupus. Apip sama Dewa saling pandang melihat rumah yang terasa asing dimata mereka berdua. Mata Apip dan Dewa terfokus ke arah di mana sebuah sepeda berwarna pink terparkir di dalam pekarangan rumah yang ada di hadapan mereka, dan pada akhirnya Apip dengan dewa mengetahui bahwa rumah itu adalah rumahnya peri cantik dan baik hati.

“Peri cantik, keluar...!” Senja berteriak seperti orang kesurupan, sedangkan kedua temannya hanya menggelengkan kepalanya.

“Peri cantik main yuk...” kali ini bukan Senja saja yang berteriak, melainkan kedua temannya serta ikut berteriak.Tetapi tetap saja masih sama tak ada jawaban dari dalam.

Mendengar suara tapak kaki orang yang sedang berjalan ke arah pintu gerbang membuat Senja meminta buku kepada Apip.

“Pip, keluarin buku paket lo cepetan!” titahnya dan Apip pun mengambil buku di dalam tasnya dengan asal.

Pintu gerbang terbuka yang menampakkan sosok lelaki paruh baya memakai seragam satpam serta tak lupa juga dengan tongkat pentungannya.

Satpam itu meneliti Senja dan kedua temannya dari ujung kaki sampai atas. Sedangkan yang dipandangi merasa jengah melihatnya, memang satpam itu pikir mereka makhluk yang berasal dari luar angkasa.

“Cari siapa, ya?” tanyanya.

Dengan secara gamblangnya Dewa menjawab. “Kita lagi cari peri cantik.”

Satpam itu bingung, karena di sini tidak ada yang bernama peri cantik.

“Maksud teman saya kita lagi cari Anaya. Apa Anaya nya ada di dalam?” Senja menjelaskan maksud kedatangan mereka bertiga.

Satpam itu mengangguk. “Non Anaya ada di dalam. Memang ada keperluan apa, ya?”

Beruntung saja Senja sudah memegang buku, kalau tidak mau cari alasan apa lagi nanti.

“Kita mau belajar kelompok. Iya nggak?” Senja menyikut kedua perut temannya dan refleks Apip dengan Dewa menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan dari Senja.

Satpam itu memicingkan matanya. “Belajar kelompok apa?”

Senja mengangkat buku yang ada ditangannya. “Belajar ilmu tajwid.” Satpam melototkan matanya melihat buku yang ada ditangannya Senja.

“Kalian mau bohongi saya. Buku yang ada di tangan kamu itu buku sejarah bukan buku ilmu tajwid,” tandas satpam itu.

Senja dibuat panas dingin oleh satpam itu, kenapa dirinya bodoh sekali sampai salah baca buku yang ada di tangannya.

“Mampus! Baru satpamnya apalagi bapaknya, bisa mati berdiri gue,” jerit batinnya.

Senja, Apip, dan Dewa saling pandang dengan tangan menyenggol lengan satu sama lain. Dengan isyarat Senja menyuruh Apip menjelaskannya, sedangkan Apip melotot dan bertanya-tanya kenapa dirinya yang kena.

Apip maju selangkah ke depan, ia pura-pura berdeham untuk menyamarkan bahwa dirinya sedang gugup. Tiba-tiba Apip mundur kembali dengan wajah yang sudah pucat pasi. Senja melototkan matanya ke Apip sebagai peringatan bahwa dia harus maju jangan mundur.

Maju kena mundur kena, batinnya Apip.

Sekali lagi Apip menghela nafas gusar. “Engghhh... Ini kita mau belajar... Sejarah ilmu tajwid,” tutur Apip dengan kikuk.

Satpam itu tak percaya melihat gelagat Apip, ia pun bertanya kembali. “Belajar sejarah ilmu tajwid?”

Senja dengan Apip mengangguk, berbeda dengan Dewa yang menggeleng.

Satpam itu di buat geram melihat tingkah laku dari ketiga remaja lelaki yang ada di hadapannya. Spontan Senja dengan Apip menepuk jidatnya, dalam hati mereka berdua mengumpat kebodohan satu temannya itu.

“Yang benar yang mana? Ngangguk apa geleng?” satpam membentak ketiga remaja lelaki itu.

Senja dengan kedua temannya melompat kaget mendengar bentakan dari satpam itu. Mereka bertiga mengangguk seperti anjing yang patuh sama majikannya.

“Yaudah kalian tunggu di sini! Saya mau lapor ke tuan.” Senja, Apip, dan Dewa menghela napas lega saat satpam itu masuk ke dalam.

Di dalam hati Senja terus mengumpat satpam itu padahal ini rumah biasa bukan kantor polisi yang bisa diinterogasi. Memang penampilan mereka bertiga seperti buronan narkoba yang harus diinterogasi seperti itu.

Kurang dari lima menit satpam itu kembali lagi. “Kata tuan saya, kalian harus bisa menjawab pertanyaan darinya kalau tidak bisa kalian harus pergi dari sini,” tutur satpam itu.

“Oke, pertanyaannya di mana nun mati bertemu dengan alif?”

Secara gamblang Senja menjawab. “Ya di akhirat dong, secara kan nun udah mati pasti alif ketemunya di akhirat.”

Satpam dan kedua temannya Senja tercengang mendengarnya, memang ada yang bikin artikel seperti itu.

“Assalamualaikum.”

Mendengar ada orang yang mengucapkan salam membuat satpam dan Senja beserta kedua temannya menoleh ke samping kanan. Terlihat ada seorang lelaki yang berpenampilan seorang cupu dengan kaca mata bulat bertengger di pangkal hidungnya.

“Waalaikumussalam. Mau belajar kelompok sama non Anaya ya?” Adit mengangguk.

“Mari Adit masuk!” satpam itu mempersilahkan lelaki cupu masuk ke dalam dan membuat ketiga remaja lelaki itu melongo.

Senja tak terima melihat lelaki cupu itu masuk padahal dirinyalah yang duluan datang.

“Woy...! Cupu mata empat, memang lo tahu di mana nun mati ketemu sama alif?” Senja berteriak sangat kencang dapat membuat lelaki cupu itu berhenti memandang Senja aneh dan berjalan begitu saja tanpa memperdulikan teriakan dari Senja.

“Wah pak satpam nggak adil ini, masa kita doang yang ditanya-tanya, sedangkan si cupu mata empat langsung masuk,” Senja memprotes ke satpam yang tidak menegakkan keadilan kepadanya.

“Betul tuh... Bapak entar kita laporin ke kantor polisi gara-gara tidak bisa menegakkan keadilan terhadap orang tak mampu,” sahut Dewa yang di angguki Apip.

“Udah mendingan kalian bertiga pulang cuci kaki terus tidur dari pada mengigau di sini, mana ada pelajaran sejarah ilmu tajwid. Kalau mau berbohong yang berkelasan dikit dong,” satpam itu mengejek Senja beserta kedua temannya membuat mereka geram.

Dengan berat hati Senja dengan kedua temannya harus meninggalkan rumah itu. Baru saja mereka menyalakan motornya tiba-tiba ada suara dari dalam membuat mereka menghentikannya.

“Woy...! Anak berandalan , ada titipan dari tuan kalian di suruh belajar mengaji. Kalau sudah bisa kalian bisa masuk ke dalam rumah ini.” Senja dan kedua temannya sangat jelas mengetahui suara seperti itu, karna suara itu adalah milik dari satpam tadi.

Akhirnya mereka bertiga mendapatkan cara untuk mendekati ayahnya peri cantik. Senja beserta kedua temannya menghidupkan motornya dan melesat kencang meninggalkan rumah itu dengan senyuman yang terukir di wajah mereka bertiga.

                                                       ___o0o___
 









Cinta Kelabu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang