Filosofi Kopi

285 23 1
                                    

"Ketika kamu meremehkan sebuah usaha. Maka, kamulah orang yang pesimis dalam mewujudkan keinginanmu."

———o0o———

Kejadian tadi yang berakhir tragis membuat perempuan bernama Anaya marah akan kelakuan ayahnya. Dirinya sungguh tak habis pikir dengan kelakuan ayahnya.

Marah? Sudah pasti, karna nyawa orang lah menjadi taruhannya.

“Anaya kecewa sama kelakuan ayah,” ungkapnya dengan emosi.

Atmaja menghela nafasnya, memang kejadian tadi di luar dugaannya.

“Ayah sudah tahu, tetapi semua itu di luar dugaan ayah,” jelasnya.

Perempuan itu menggelengkan kepalanya tak percaya.

“Pasti ayah sudah tahu risikonya, kenapa ayah masih melakukannya?” tanya Anaya lirih.

Baru saja lelaki paruh baya itu membuka suaranya untuk menjawab pertanyaan dari anaknya, tetapi ada suara serak yang memberhentikannya.

“Anaya, semua ini bukan salah ayahmu. Namun, gue sendiri yang minta itu dari beliau. Lo tahu kenapa gue melakukan semua ini? Karna lo,” tunjuk pemuda berbaju hitam polos itu.

“Lebih tepatnya lagi gue butuh restu ayah lo,” lanjutnya.

Seketika Anaya terdiam mendengarnya. Pikirannya melayang kejadian- kejadian yang dialaminya bersama sosok pemuda bernama Senja.

Terlintas di benaknya ketika pemuda itu pernah berbicara bahwa ia tak akan menyerah untuk mendapatkan cintanya.

Perempuan itu menatap pemuda yang duduk di seberang meja, Anaya selami lekat-lekat manik mata pemuda bernama Senja dan akhirnya adalah dirinya hanya menemukan sebuah ketulusan saja di dalamnya.

Lelaki paruh baya melihat interaksi putrinya terhadap pemuda di depannya. Ia tersenyum melihat putrinya mendapatkan lelaki bertanggung jawab kepadanya, walaupun nyawanya menjadi taruhannya.

“Anaya, mending kamu buatkan kopi sama teh!” titah Atmaja.

Perempuan itu mengangguk dan berjalan menuju ke dapur untuk menjalankan perintah dari ayahnya.

Selepas Anaya meninggalkan ruang tamu, suasana hening mengisi ruangan itu. Rasa canggung sangat kental di antara kedua belah pihak dari kubu kanan maupun kubu kiri. Mereka berdua tak ada yang mau mengalah untuk mengeluarkan suaranya.

Atmaja mengangkat sebelah aslinya. “Kenapa? Ada yang mau kamu tanyakan?” tanyanya.

Senja menghembuskan nafasnya kasar dan menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba dua pemuda memasuki ruang tamu dengan tergesa-gesa. Kedua tangan mereka berdua memegang lututnya sambil mengatur deru nafas mereka yang tersengal-senggal. Secara kompak dua pemuda itu mengeluarkan nafasnya lelah saat berlari tadi.

“Bos lo nggak apa-apa kan?” tanya Dewa yang dijawab gelengan kepala oleh Senja.

Lantas Apip dan Dewa mengucapkan syukur berulang kali sambil mengelus dadanya.  Lalu, mereka duduk di samping Senja dan tibalah sosok perempuan bernama Anaya dengan nampan berisi dua cangkir minuman di tangannya. Setelah itu Anaya pergi ke belakang.

Atmaja mengambil cangkir yang isinya kopi.“Silakan diminum tehnya!” titahnya.

Senja mengambil tehnya, sedangkan Apip dan Dewa dibuat melongo melihatnya. Lalu, bagaimana dengan mereka berdua? Tak ada minuman lagi yang tersedia hanya nampan kosong. Lantas mereka berdua minum apa? Minum angin.

“Senja, coba kamu gambarkan filosofi kopi!” suruh Atmaja.

Pemuda itu lantas meletakkan cangkir tehnya di meja.

“Filosofi kopi?” beonya, Atmaja mengangguk.

“Filosofi kopi itu, seperti magnet menarik tubuh manusia untuk mencicipinya. Harum saat dihirup, pahit saat dicecap,” jelasnya.

“Maksudnya?” lelaki paruh baya itu mengangkat sebelah aslinya.

Dengan sekali sentak Senja menegakkan badannya.

“Kopi itu sama seperti roda kehidupan kita di dunia. Mungkin hari ini kita mendapatkan hal kebahagiaan di hidup kita, tetapi entah beberapa detik atau menit maupun jam kita juga nggak tahu kalau kepahitan akan datang secara tiba-tiba menghancurkan kebahagiaan yang baru saja kita miliki,” tuturnya dengan sekali nafas.

Atmaja tertegun mendengarnya. “Oke, kalau begitu kamu lolos,” ucapnya.

Mata pemuda itu terbelalak kaget.

“ Hah serius, om? Saya nggak salah dengarkan?” tanya senja sambil menggosok kedua telinganya.

Sekali anggukan kepala membuat pemuda bernama Senja berteriak histeris dan mengucap syukur berulang kali yang diikuti kedua temannya. Atmaja tersenyum melihat adegan seperti itu di depannya.

                                                              ___o0o___



Jangan lupa vot & komen sebanyak-banyaknya.












Cinta Kelabu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang