Berjuang.

301 22 3
                                    

Pagi buta sekali ketiga pemuda yang bernama Senja, Apip, dan Dewa sudah berdiri di depan gerbang rumah bernuansa klasik berwarna hijau pupus.

Sungguh sangat setia sekali mereka bertiga menunggu pintu gerbangnya dibuka dari matahari masih belum kelihatan sampai matahari naik sepenggalah hingga cahayanya begitu terik sekali. Mungkin mereka memang bodoh, tetapi kesempatan tidak akan datang dua kali.  Maka dari itu ketiga pemuda yang saat ini berdiri di depan gerbang tak mau membuang waktu percuma-cuma.

Lelah? Sudah pasti, tetapi penantian mereka bertiga telah usai ketika pintu gerbang terbuka lebar dan keluarlah sosok lelaki paruh baya dengan seragam satpamnya. Mereka bertiga langsung masuk ke dalam rumah itu dan memarkirkan motornya.

Di depan pintu bercat putih, tiga pemuda itu saling pandang untuk memilih siapa yang akan mengetuk pintu tersebut. Namun, di antara ketiga pemuda itu tak ada satu pun dari mereka mengetuk pintunya. Mereka bertiga melakukan suit, yang kalah akan disuruh mengetuk pintu tersebut. Dan akhirnya suit itu pun dimenangkan oleh Senja dan Apip,  sedangkan Dewa kalah dan memasang wajah kesal. Dengan sekali tarikan napas, Dewa mulai mengetuk pintunya.

‘Tok, tok, tok'

Satu kali... Dua kali... Tiga kali...

Tetap saja tak ada jawaban dari dalam rumah itu, sampai tangan Dewa memerah akibat mengetuk pintunya terlalu keras.

Tiba-tiba suara pintu terbuka terdengar sangat jelas, ketiga pemuda itu menoleh ke arah pintu dan terlihatlah sosok lelaki paruh baya memakai seragam loreng dengan tampang wajah sangat menyeramkan.

‘Glek'

Entah kenapa ketiga pemuda itu susah untuk menelan salivanya sendiri. Karna tatapan tajamnya seperti sebuah pisau menghunus mangsanya. Jika disuruh terjun dari pohon toge dari pada bertemu lelaki paruh baya itu mereka bertiga pasti akan memilih opsi yang pertama.

“Kalian bertiga bodoh apa tolol sih? Rumah saya nggak terlalu jadul. Padahal kalian bertiga punya mata, di samping pintu sudah ada bel, kenapa kalian masih mau ketuk pintu pakai tangan,” cecar Atmaja.

Sekali lagi mereka bertiga menelan salivanya dengan kasar. Seharusnya ketika tamu datang pasti disambut dengan sopan, tetapi berbeda dengan mereka bertiga yang langsung dicecar oleh lelaki paruh baya itu.

“Engghhh... Maaf, om,” sesal Dewa sambil menggaruk belakang lehernya.

Atmaja melangkah lebih dekat ke arah tiga pemuda itu dengan tatapan tajamnya. Dengan enaknya lelaki paruh baya yang bernama Atmaja menyeret ketiga pemuda itu seperti menarik seekor anak kucing. Sedangkan, ketiga pemuda itu merasa kaget saat diperlakukan seperti tadi.

Dengan sekali sentak tiga pemuda itu hampir tersungkur jika tidak menyeimbangi ketahanan tubuh mereka. Atmaja sangat tak merasa bersalah saat melepas baju ketiga pemuda itu dengan sengaja.

“Senja, kamu saya kasih waktu lima menit dari sekarang untuk menyiapkan diri,” titah Atmaja. Senja mengangguk paham dan mulai menyiapkan diri.

Setelah lima menit berlalu, kini waktunya perjuangan seorang pemuda  berandalan atau Senja Angkasa Nusa dalam mencari cinta yang hilang.

Tes pertama, yaitu lari. Senja sudah mengambil ancang-ancang untuk lari dan menarik serta membuang napas secara teratur. Apip dan Dewa sudah menyiapkan handuk kecil juga sebotol air minum.

Dalam ke hitungan satu sampai tiga bunyi peluit terdengar begitu nyaring.

‘Priiittttt’

Senja pun mulai berlari dengan santai, sedangkan Atmaja tersenyum devil ketika pemuda bernama Senja sudah berlari. Kini banyak rencana-rencana jahat yang berkeliaran di kepala Atmaja.

Awalnya Senja berlari santai, tetapi lama-kelamaan dirinya berlari sangat kencang seperti lari dari kejaran setan. Ya, karna saat kepalanya menoleh ke belakang terlihat ada seekor anjing yang sepertinya sedang mengejar sesuatu dan ternyata dirinyalah yang menjadi mangsa anjing itu.

Pemuda yang sedang mengatur napasnya menoleh ke arah lelaki paruh baya yang sedang tersenyum puas.

“Baru begitu saja sudah lelah,” ejek Atmaja.

‘Guk... Guk... Guk....’

Senja tersentak kaget mendengar gonggongan dari seekor anjing di belakangnya. Apip dan Dewa hanya tertawa terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya. Sedangkan, lelaki paruh baya yang bersedekap dada hanya tersenyum miring melihat hasil kerjanya.

Berbeda dengan pemuda yang berlari menghindar dari kejaran seekor anjing, di sepanjang jalan dan larinya pemuda itu mengumpat lelaki paruh baya tak lain adalah Atmaja. Pemuda itu tak habis pikir dengan kelakuan lelaki paruh baya itu.

Atmaja memberikan instruksi kepada seekor anjing milik prajuritnya.

“Jackson, berhenti!” teriaknya.

Ajing tersebut langsung mengikuti perintah dari lelaki paruh baya itu. Senja bersyukur sekali dan merasa senang, karna penderitaannya sudah berakhir. Tubuhnya luruh ke tanah dengan keringat bercucuran di tubuhnya. Kedua temannya berlari menghampirinya, dengan sigap kedua temannya mengelap keringatnya dan juga memberi minum untuknya.
Namun, penderitaan yang dirasakan oleh Senja belum berakhir juga, ketika Atmaja membawa sebuah ember dengan lubang yang cukup besar di mana-mana. Kedua bahunya merosot lelah, tetapi dirinya seperti mendapatkan suplemen penambah tenaga. Ya, karna retina matanya menangkap sosok perempuan yang sedang dirinya perjuangkan. Semangat membara hinggap di dirinya, langsung saja ia bangkit dengan cepat sampai kepalanya berbenturan dengan kepala kedua temannya dan saling berteriak sakit.

Lelaki paruh baya itu menggelengkan kepalanya, lalu melemparkan ember ditangannya ke pemuda berbaju hitam polos.

“Kamu ambil air di belakang dan isi dirigen-dirigen itu sampai penuh!” perintah Atmaja.

Pemuda berbaju hitam itu sigap menangkap ember yang melayang di udara. Sesudah mendengarkan perintah dari lelaki paruh baya, pemuda berbaju hitam mengangkat tangan kanannya dan menaruh ujung telunjuknya ke pelipis seperti seorang prajurit tentara.

Berulang kali Senja mengambil air dan mengisinya tetap saja dirigen itu tak terisi penuh. Sudah berbagai cara dari menyumpal lubang, menampung dengan sebelah tangan, dan mendekap embernya sampai bajunya basah tak terkecuali dengan celananya.

Perempuan yang berdiri di teras rumah terkekeh melihat Senja basah kuyup dan langsung saja dirinya bergegas menghampiri ayahnya.

Lalu, kedua temannya Senja berteriak heboh sambil menggerakkan seluruh tubuhnya seperti pemandu sorak bayaran.

“Go Senja, go Senja, go,” teriaknya.

“Ayo... Semangat Senja... Cintaku selalu ada untukmu,” teriaknya kembali dengan penuh semangat.

Atmaja bersama Anaya tertawa melihat kelakuan dari dua teman pemuda berbaju hitam. Akhirnya semangat dari pemuda berbaju hitam memuncak dan membara. Sekali lagi mau  berulang Kali pun Senja melakukan hal yang sama, dari mengambil air dengan ember berlubang di mana-mana sampai mengisi dirigen-dirigen hingga penuh.

‘Priiitttt'

Suara peluit panjang bergema bertanda bahwa waktu telah habis. Senja mengangkat kedua tangannya ke atas yang berarti dirinya sudah menyelesaikan tugasnya.

Dikasih waktu selama lima menit, pemuda berbaju hitam meminta air minum, dengan sigap perempuan bernama Anaya mengambil air minum dan ia memberikannya kepada Senja.

Pemuda itu tersenyum malu-malu, lalu menegak ai itu sampai tinggal setengah. Mata mereka berdua terkunci untuk saling pandang. Semburat merah tomat terlihat di kedua pipi manusia yang saat ini melemparkan tatapan malu-malu.

Suara deheman menginstruksikan kedua manusia untuk menghentikan tatapan mereka berdua. Terlihat lelaki paruh baya menatap tajam ke arah mereka berdua seakan-akan menelan mereka hidup-hidup.

Anaya bergidik ngeri melihatnya, lantas dirinya pergi meninggalkan tempat itu.

Tatapan tajam kian lama semakin menusuk seperti membelah dua tubuh pemuda berbaju hitam polos. Pemuda itu meneguk salivanya kasar, keringat mulai bercucuran kembali di seluruh tubuhnya. Lama makin lama langkah lelaki paruh baya itu semakin dekat dengannya.

“Sudah siap untuk tes terakhir sebagai penentuan? “tanya Atmaja mengangkat sebelah alisnya. Pemuda itu mengangguk dengan percaya diri.

Akhirnya mereka berdua sampai di samping rumah lelaki paruh baya yang terdapat kolam renang dengan ukuran cukup luas. Dan ternyata tes terakhirnya adalah menahan nafas di dalam air selama sepuluh menit. Pemuda berbaju hitam polos menyanggupi tantangan lelaki paruh itu.

‘Byurrrr'

Suara air terdengar nyaring ketika Senja menceburkan dirinya ke kolam renang. Atmaja menampilkan senyum miringnya. Sedangkan, kedua teman Senja memasang wajah cemasnya melihat Senja menceburkan dirinya.

Satu menit masih bertahan...Dua menit masih sama..  Tiga menit tetap sama... Sampai pada akhirnya sepuluh menit sudah terlewati.

Buih-buih air dalam kolam renang bermunculan sangat banyak. Semua orang panik melihatnya, karna Senja tak muncul-muncul keluar kolam tersebut.

“Senja... Cepat keluar!” teriak Atmaja.

Namun, tak ada jawaban dari orang yang di panggil. Rasa cemas sudah menguasai mereka semua.

Langsung saja Atmaja menceburkan dirinya menolong Senja. Keluarlah Atmaja bersama seorang pemuda berbaju hitam polos yang berada di gendongannya.

“SENJA...!” Anaya dan dua temannya Senja berteriak histeris.

                                                           ___o0o___

Gimana-gimana? Seru gak ceritanya? Pasti seru dong.

Ada yang penasaran gak dengan keadaan Senja yang di gendong calon ayah mertuanya?

Kalian jangan baca doang dong, jari jempol kalian juga ikut bergerak tekan bintang dan juga komen!

Cinta Kelabu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang