Teruntuk Ayah Perempuanku.

301 26 0
                                    

Halo raiders..

Apa kabar? Pasti jawabannya baik kan.

Iya dong, kan kalian udah ketemu sama Senja, apalagi dua buntut yg selalu ngikutin si Senja.

Gak mau ketinggalan juga sama si Anaya yg imut-imut gimana gituh.

Oke kita lanjut aja ya..

Happy reading 💓

———o0o———

Hari minggu, di mana banyak orang yang memanfaatkan waktu weekand untuk membuat momen bersama keluarga, tak terkecuali keluarga Atmaja yang sedang berkumpul di ruang tamu.

Suara gelak tawa terdengar nyaring di ruang tamu, karna lelaki paruh baya dengan putrinya saling melemparkan sebuah candaan. Berbeda dengan wanita paruh baya yang hanya menyaksikannya saja.

“Bun, tolong buatkan ayah kopi!” titah lelaki paruh baya terfokus dengan layar televisi di depannya.

Baru saja wanita paruh baya bangkit dari duduknya ada suara yang menghentikan langkahnya dan ternyata suara itu berasal dari putrinya.

“Biar Anaya saja, bunda yang buat kopinya.”

Wanita paruh baya yang dipanggil dengan sebutan bunda langsung mengangguk dan duduk kembali di samping suaminya.

Sedangkan di lain tempat dengan waktu bersamaan, ada seorang pemuda berdiri di sebuah rumah bergaya klasik berwarna hijau pupus melihat ke seluruh penjuru rumah itu.  Saat ini selembar surat berada di genggaman tangannya. Surat itu adalah salah satu penyelamat bagi dirinya untuk meminta restu kepada seseorang. Mungkin bisa disebut dengan harapan terakhir baginya.

Dengan segenap hati sesekali menghembuskan nafasnya, pemuda berbaju putih oblong melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah itu. Hatinya begitu berdegup kencang ketika kakinya menginjak lantai rumah itu, angin pun ikut serta menambahkan kesan tegang yang saat ini dirinya rasakan. Pemuda berbaju putih oblong mengangkat tangannya dan memencet bel yang terdapat di sebelah pintu.

‘Ting nong'

Satu kali... Dua kali... Tiga kali... tetap sama tak ada tanda-tanda jawaban dari dalam.

Pemuda itu menyandarkan badanya di samping pintu dengan gurat wajah pasrah sambil menundukkan kepalanya. Pandangannya terjatuh pada lantai berwarna putih yang dingin.

‘Ceklek'

Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, lalu pemuda berbaju putih oblong mengangkat kepalanya dengan senyum lega terpampang di wajahnya. Terlihatlah sosok wanita paruh baya dengan kain serbet di pundaknya, pasti wanita itu pembantu rumah ini gumam pemuda berbaju putih oblong.

Pembantu itu memandang pemuda di hadapannya dengan teliti dari atas sampai bawah. “Cari siapa, ya?”

“Saya mau titip surat ini buat ayahnya Anaya, bisa?”

Wanita paruh baya dengan kain serbet di pundaknya mengangguk dan mengambil surat dari tangan pemuda itu. Lalu, pembantu rumah itu menutup pintu setelah pemuda berbaju putih oblong pamit pergi.

Sesampainya di ruang tamu, pembantu itu mengulurkan surat kepada majikannya. “Tuan, ada kiriman surat!”

Lelaki paruh baya yang dipanggil dengan sebutan ‘tuan' langsung menegakkan badannya dan mengambil surat itu.

“Surat dari siapa?” tanya lelaki paruh baya.

“Tadi ada seorang pemuda yang mengantarkannya, tetapi dia tidak memberitahu dari siapa surat itu,” jelas pembantu yang bernama Inem.

“Kalau begitu saya permisi dulu, tuan, nyonya!” pamitnya.

Medina, selaku istri dari lelaki paruh baya yang bernama Atmaja mendekatkan tubuhnya ke suaminya, karna sifat ingin tahunya muncul saat melihat sepucuk surat yang berada di genggaman tangan suaminya. “Baca suratnya yang kenceng dong!” titahnya dengan penasaran tingkat dewa.

Melihat kelakuan istrinya lama-kelamaan dirinya merasa jengkel. Dengan sekali dorongan di kening istrinya mampu membuat sang empu mendengus kesal dan menjauhkan tubuhnya.

“Huss... Sana! Bunda, nggak boleh kepo, ya!” usir Atmaja kepada istrinya.

Sedangkan, Medina mencebikkan bibirnya sebal dengan tingkah laku suaminya itu. “Biasa saja kali, nggak usah dorong-dorong segala!” cibir wanita paruh baya.

Atmaja menghiraukan cibiran dari istrinya, karna dirinya kini terfokus akan keberadaan surat yang ada di genggaman tangannya.

Perlahan-lahan tangannya membuka pembungkus surat dengan hati-hati. Terlihatlah secarik kertas berwarna coklat susu yang terdapat banyaknya goresan tinta pulpen di dalamnya. Matanya menelusuri setiap jejak tinta itu berada dan bibirnya pun membacanya perlahan-lahan.

Teruntuk Ayah Perempuanku.

Aku sangat berterima kasih kepada ayah perempuan yang saat ini aku cintai sepenuh hati. Entah kenapa saat pertama kali mataku melihatnya, hatiku telah memilihnya. Mungkin banyak resiko saat hatiku memilihnya, aku juga paham saat ini diriku sedang menempuh jarak serius untuk hidupku.

Detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ini perasaanku semakin lama semakin tumbuh besar kepada putrimu. Rasanya aku tak percaya dengan semua ini, saat diriku menjadikannya pendamping hidupku.

Kepada ayah perempuanku yang ku sayangi setulus hati dengan segenap jiwa.

Memang aku bukan lelaki yang kau impikan, aku hanya lelaki berandalan yang sedang mencari kepuasan di dunia fana ini. Tidak ada yang spesial di dalam diriku, hanya ada kekuatan cinta untuk putrimu.

Ketika hari itu tiba, aku merasa bodoh saat aku sudah melukai putri tercintamu. Percayalah padaku, bahwa aku tak akan melukai putrimu kembali.

Aku berjanji, jika hari ini aku mendapatkan restu dari ayah perempuanku, maka aku akan selalu menjaganya tanpa melukainya se-inci pun. Jika aku berbohong dan melanggar janji yang telah terucap di bibirku, maka hukumlah aku dengan caramu. Aku pun tak akan pernah lari sampai lubang semut maupun planet lain selain bumi.

Dan percaya lah kepadaku bahwa aku mampu membuat putrimu bahagia, sebab dengannya hidupku menjadi terarah dan aku ingin mewujudkan impian yang ku punya bersamanya nanti.

Terakhir, pantun teruntuk ayah perempuanku.

‘Kelap-kelip di tengah hutan
Ada bintang indah menawan
Walau cinta banyak rintangan
Ku jaga dia dengan kesetiaan.’

‘Pohon pandan bercabang dua
Pohon kayu banyak akarnya
Salam hangat buat calon mertua
Kata I LOVE YOU buat anaknya.’

Sekian terima kasih.

_Senja Angkasa Nusa_

Lelaki paruh baya membaca surat yang ada di tangannya tertawa kecil melihat deretan kata-kata yang ada di dalam surat itu. Tingkah lakunya membuat istrinya penasaran dari isi surat yang dibacanya.

Sekali lagi istrinya Medina, mendekati dirinya dengan kepala miring ke samping tepat matanya melihat isu surat, tetapi istrinya itu tidak mengerti maksud dari tulisan di dalamnya. Karna istrinya hanya melihat sekilas, ketika Atmaja melipat suratnya dengan cepat.

“Kebiasaan!” cibir Medina.

Dari arah dapur, seorang perempuan dengan nampan berisi kopi di tangannya mengernyit bingung melihat kelakuan kedua orang tuanya.

“Ayah sama bunda, kenapa?” tanya perempuan itu sambil meletakkan kopi di meja.

Ternyata tak ada respons dari keduanya. “Ada apa sih? Kok pada jauh-jauhan duduknya,”

“Tanya saja sama ayah kamu sendiri!” ketus Medina kepada anaknya dan berlalu pergi dari ruang tamu.

Anaya mengangkat sebelah alisnya meminta jawaban kepada ayahnya yang sedang menyesap kopi buatannya.

Atmaja hanya mengangkat kedua bahunya dan menaruh cangkir kopinya di meja.

“Besok ajak Senja ke rumah! Ayah mau ketemu dengannya,” titah Atmaja tegas.

Mendengar ucapan ayahnya membuat Anaya melongo. Di dalam hati kenapa ayahnya bisa tahu siapa itu Senja? Apalagi ayahnya meninggalkannya sendirian di ruang tamu tanpa penjelasan dari ucapan yang terucap ayahnya. Perempuan itu menghela nafas gusar, mau tak mau dirinya harus membawa lelaki bernama Senja ke rumahnya.

        ———o0o———

Jangan lupa tinggalkan jejak sebuah bintang dan komentar ya.

Semoga suka 💓

Cinta Kelabu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang