Mata Yang Menjadi Alasanku.

632 52 1
                                    

Pukul 16.00 wib. Di mana matahari tidak menampakkan keceriaannya terhadap penduduk bumi. Mungkin hari ini langit ingin menumpahkan kerinduannya terhadap bumi. Aroma percampuran antara air dan tanah tercium sangat jelas oleh siapa pun.

Tetesan air mata langit pun mengalun merdu di telinga siapa pun.
Namun, banyak orang yang menghindar darinya, agar tak terkena tetesan air mata langit yang dingin menusuk tubuh siapa pun yang berdiri di bawahnya. Tidak terkecuali dengan seorang perempuan yang sedang mengayuh sepedanya agar terhindar dari hujan. Perempuan itu adalah Anaya, yang sedang mengayuh sepedanya ke sebuah halte untuk tempat dirinya berteduh.

Anaya memarkirkan sepedanya di depan halte, lalu ia berlari dengan kedua tangannya yang menutupi kepalanya, walaupun rambutnya tetap basah. Sebagian dari bajunya sudah basah dan angin berhembus kencang membuat tubuhnya mengigil seperti ada ribuan jarum yang menusuk tulangnya.

Dari arah seberang jalan ada seorang lelaki yang sedang memperhatikannya. Ia telah melihat semua, di mana Anaya yang harus mengayuh sepedanya dengan cepat dan berlari dengan kedua tangannya sebagai pelindungnya. Lelaki itu tersenyum bahwa memang takdirlah yang telah merencanakan semua ini. Mempertemukan di setiap waktu yang begitu tepat tanpa ada sebuah kebetulan.

Lelaki itu berlari menyeberangi jalan menuju ke halte. Setelah sampai dirinya mengibaskan jaketnya yang terkena air. Ia melirik perempuan di sampingnya yang tak menyadari keberadaannya. Perempuan itu terlalu fokus melihat tetesan air hujan yang jatuh ke bumi.

Anaya memang tak menyadari bahwa ada seseorang di sampingnya. Sebagian bajunya basah membuat hawa dingin melanda tubuhnya, membuat dirinya memeluk tubuhnya sendiri. Tiba-tiba pandangannya menggelap, tak terlihat setitik cahaya sedikit pun di tangkap oleh pandangannya. Tubuhnya masih berdiri tegak seperti tadi, penyebabnya bukan karna ia pingsan melainkan ada sebuah jaket yang terjatuh di atas kepalanya.

Senja, lelaki yang sengaja melemparkan jaketnya ke kepalanya Anaya. Melihat Anaya kedinginan membuat Senja tak tega. Jadi, pemuda itu melemparkan jaketnya, sehingga hanya tinggal kaos berwarna hitam polos yang melekat pada tubuhnya.

“Memang benar ya kita berdua berjodoh! Nyatanya saja kita dipertemukan tanpa sengaja,” ujar Senja yang sedang menatap ke arah langit.

“Alasan kamu itu terlalu logis. kita hanya sebatas bertemu biasa tanpa ada skenario yang menciptakan.” Anaya menyangkal ucapan dari seseorang yang di sampingnya tanpa melihat orang Itu, karna dirinya masih fokus membenarkan letak rambutnya yang berantakan akibat jaket yang jatuh di kepalanya.

Ketika Anaya membuka jaket yang menutupi kepalanya, ia langsung menoleh ke samping untuk melihat siapa orang itu. Dan rasanya dunia ini terlalu sempit baginya untuk bertemu dengannya kembali. Sedangkan Senja hanya menampilkan senyumannya ketika mata mereka bertubrukan.

“Jaketnya loh pakai aja! Soalnya baju loh tembus pandang,” Senja berbisik di telinga Anaya, membuatnya memerah seketika.

Suasana seketika hening hanya terdengar suara tetesan air jatuh. Tak ada dari mereka berdua yang ingin memulai pembicaraan. Angin berhembus kencang membuat kedua insan tersebut ke dinginan dan mendukung suasana yang cukup awkward.

Anaya tahu bahwa dirinya sedang di tatap intens oleh Senja. Ia menghela nafas gusar, dirinya merasa risih di tatap seperti itu. Lalu Anaya memosisikan tubuhnya berhadapan dengan Senja sambil mengangkat sebelah alisnya.

Sedangkan Senja hanya tersenyum tak jelas membuat Anaya merasa kesal.

Anaya pun mengakhiri suasana awkward ini diantaranya dengan Senja, “kakak kenapa lihat aku kayak gitu?” tanya Anaya sambil bersedekap.

“Baru gua lihat doang udah risih , apa lagi nanti loh jadi pendamping hidup gua?" kata Senja dengan mengangkat sebelah alisnya.

Anaya mendengus kesal mendengar ucapan Senja yang seakan-akan dirinya lah yang akan menjadi jodoh pendamping di hidupnya.

“Jangan terlalu berharap, karna semua keinginan kita tidak semua akan terwujud.” tutur Anaya.

Senja terkekeh mendengarnya, lalu ia maju satu langkah ke depan Anaya, “kalau memang Tuhan telah menulis takdir bahwa gua sama loh berjodoh, lalu loh mau menghapusnya dan pergi ke planet lain?” cetus Senja dengan mengejek.

Anaya menghela nafas gusar, “terus mau kakak apa?. Kenapa ikutin aku terus.”

Senja mengangkat sebelah alisnya dengan kedua tangannya yang berada di dada. Ia melangkah maju, sehingga jarak antara dirinya dengan Anaya menjadi dekat. Lalu, Senja menatap manik mata Anaya dengan dalam mencari kenyamanan di dalamnya.

“Loh mau tahu kenapa gua tertarik sama loh? Yang harus loh tahu bahwa mata loh yang menjadi alasan gua buat suka sama loh.” Senja menatap manik mata Anaya dengan intens.

“Karna mata bagaikan sinyal, sedangkan hati bagaikan reapeater yang menangkap sinyal,” ujarnya kembali.

Anaya tertegun mendengar ucapan Senja. Tiba-tiba hatinya berdesir dan sistem kerja jantungnya pun berpacu lebih cepat, membuat pipinya bersemu merah. Di dalam hati Anaya meyakinkan bahwa ucapan Senja memang tulus terhadapnya.
              
                                                                 

         ___o0o___
“Cinta adalah sebuah bumbu dalam kehidupan, karna cinta tumbuh dari sebuah tatapan mata hingga akhirnya hati pun menerimanya.”

      ___o0o___

Jangan lupa vot and komen!

Cinta Kelabu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang