CCTV Malaikat Raqib-Atid.

342 25 1
                                    

Terus ikutin lebih lanjut,semoga kalian suka.

Happy reading 💓


———o0o———

Dua minggu telah berlalu, itu pun bukan waktu yang sesingkat. Bagaimana rasanya kalau kekasih kamu atau orang terspesial di hidup kamu hilang tanpa kabar seperti ditelan bumi secara hidup-hidup. Sedih? Jelas sekali, rindu? Sudah pasti kebenarannya, sama halnya dengan Senja, pemuda berjaket denim. Pemuda itu merasa bahwa hatinya gundah gulana, ketika matanya tak melihat wujud perempuan yang dirinya cintai selama dua minggu.

Ya, setelah kejadian dua minggu lalu memang cukup menyakitkan hatinya bahwa ayah dari perempuan tercintanya mengusir dirinya terlebih parah lagi dengan pernyataan bahwa dirinya tidak boleh bertemu kembali bersama perempuannya.

Rindu itu memang curang, bukan berkurang malah semakin bertambah. Rasanya pemuda itu ingin menghajar yang namanya ‘rindu’ dan menendangnya jauh dari bumi ini, tetapi dirinya tahu itu tak mungkin bisa terjadi.

Kedua temannya pun merasa kasihan kepada teman satunya itu, karna belakangan ini merasa temannya sudah kehilangan arah tujuan hidupnya atau bisa disebut juga mayat bernapas.

“Bos, udalah jangan dipikirin terus entar amnesia baru tahu rasa lo,” celetuk Apip sambil mengunyah kacang.

Pemuda yang memakai baju hitam lengan panjang bagian depan bergambar tengkorak memicingkan matanya. “Amnesia? Memang orang kebanyakan mikir cepat amnesia?” tanya pemuda itu.

‘Pletak'

Satu jitakan mendarat mulus di kepala pemuda berbaju hitam lengan panjang.

“Dasar bodoh!” cibir pemuda berbaju abu-abu.

Sedangkan, pemuda yang sedang melamun menghiraukan perkataan kedua temannya. Pikirannya masih berputar mencari cara untuk menyelesaikan masalah kali ini, namun tetap saja otaknya tidak bisa memecahkannya kali ini. Entah karna hatinya sedang gundah gulana atau memang otaknya sedang tak berfungsi. Lalu, dirinya memberitahu kedua temannya untuk cabut dari tempat tongkrongannya itu.

Setelah mengendarai motor dengan jarak lumayan cukup jauh, akhirnya ketiga pemuda sampai di sebuah rumah bergaya kuno berwarna hijau pupus. Dilihat dari luar terasa begitu sepi rumahnya dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.

“Ini kita mau lewat mana?” tanya pemuda berbaju hitam lengan panjang.

Ternyata pemuda berbaju putih sedang berpikir, karna kalau mereka bertiga lewat dari gerbang utama pasti mereka akan diintrogasi seperti dulu sama satpam. Satu ide terlintas di kepalanya.

“Kita panjat dindingnya.”

Dua pemuda kaget mendengar jawaban temannya itu.

Lalu mereka bertiga mencari celah di dinding yang akan mereka panjat. Mata pemuda berbaju abu-abu melihat ada sebuah tangga berada di semak-semak, langsung saja dirinya mengambil dan mendapatkan acungan jempol dari kedua temannya itu.

Setelah mereka sudah berada di atas dinding, ketiga pemuda itu berlompat ke arah atap penghubung lantai dua. Terlihat seorang paruh baya sedang mengobrol dengan lelaki berseragam loreng sambil menikmati kopi.

Pemuda berbaju hitam lengan panjang melirik ke sekitar. “Bos, memang kita nggak bakalan ketahuan kaya begini,” tanyanya dengan ketakutan.

Apip berdecak mendengar pertanyaan dari satu temannya itu. “Lo bego apa tolol sih? Kita nggak bakalan ketahuan kalau lo nggak berisik.”

Pemuda berjaket denim mengangguk menyetujui ucapannya.

Dewa menghela napas untuk mengurangi rasa takutnya.

“Walaupun nggak ada yang tahu, tapi CCTV malaikat Raqib-Atid nyala terus,” gusar Dewa.

Senja memandang temannya itu, lalu dirinya menepuk kedua bahu temannya. “Malaikat Raqib-Atid udah di booking sama kampung sebelah.”

Kedua temannya memandang serius pemuda berjaket denim dengan tatapan serius yang diangguki pemuda itu.

Tak sengaja sepatu pemuda berbaju hitam lengan panjang terlepas, terlebih parah lagi jatuh ke bawah menghasilkan suara yang cukup nyaring.

Lelaki paruh baya dengan lelaki berseragam loreng menoleh ke sumber suara dan berjalan mencari tahu benda apa yang terjatuh, membuat ketiga pemuda di atap rumah ketar-ketir. Karna ingin memastikan lelaki paruh baya berteriak.
“Siapa itu...?”

Ketiga pemuda itu saling pandang bingung mau menjawab apa. Dengan sengaja pemuda berjaket denim mencubit perut pemuda berbaju abu-abu refleks berteriak.

“Monyet...,” kedua pemuda di sampingnya menepuk jidatnya.

“Monyet...?” beo lelaki paruh baya tak percaya.

‘Meong'

Kedua lelaki itu menatap curiga ke atas atap, karna mendengar suara kucing bukan monyet.

“Kok monyet suaranya sama kayak kucing?” tanya lelaki berseragam loreng.

Sedangkan, lelaki paruh baya menghiraukan pertanyaan dari lelaki berseragam loreng, namun dirinya berteriak.

“Monyet apa kucing...?”

Ketiga pemuda tersentak mendengar teriakan itu, lalu mereka bertiga saling menyenggol untuk menjawab.

Pemuda berbaju putih mencubit kembali pemuda berbaju hitam sampai berteriak kencang.

“Monyet...,” kedua kalinya temannya menepuk jidat.

Tiba-tiba terdengar suara letusan sangat kencang melebihi suara petasan.

Ternyata suara itu adalah suara tembakan dari bawah, sehingga membuat ketiga pemuda itu melompat ke bawah tanpa melihat posisi keadaannya.

Lelaki paruh baya tersenyum remeh melihat ketiga pemuda itu terjatuh dengan posisi yang kurang mengenakan. “Mau apa kalian?” tanya lelaki itu dengan pandangan menyelidik.

Bukannya menjawab ketiga pemuda itu malah cengengesan tak jelas membuat lelaki paruh baya geram akan tingkahnya.

“Engghhh... Anu, om,” kata pemuda berbaju putih menyenggol lengan pemuda berbaju hitam.

“Itu, om. Kita bertiga mau benarin genteng... Ya, mau benarin genteng, ya nggak?” pemuda berbaju putih melirik kedua temannya memberi kode, lalu kedua temannya mengangguk.

Dengan sekali kejap ketiga pemuda itu bangkit dari tanah dan berlari terbirit-birit seperti dikejar hantu. Di dalam hati ketiga pemuda itu saling mengumpat akan kebodohan yang mereka perbuat.

                                   –––o0o–––

                                       Jangan lupa pencet bintang  dan komen sebanyak-banyaknya.

Cinta Kelabu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang