Letha selalu menanti saat di mana dia menjadi pengantin wanita, memakai gaun putih gading dan berjalan anggun di atas panggung dengan tepuk tangan tamu undangan sebagai sambutan. Ya, dia pernah merasakannya. Dan kini dia benci mendapati fakta kalau...
Chapter sekarang dan selanjutnya fokus ke Jeno, Jaehyon, Letha dan Bianca ya.
ⓝⓝⓝ
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ⓝⓝⓝ
Ini sudah sekitar 3 bulan setelah Jaehyon sadar dari kecelakaan mobil yang ia alami beberapa bulan ke belakang. Terkadang untuk berjalan saja Jaehyon masih sedikit meringis ngilu dan tertatih-tatih, mobil yang ia kendarai dari Seoul menuju entah ke mana terguling karena hilang kendali akibat jalanan yang licin, hal itu mengakibatkan keseluruhan badan mobil menjadi penyok.
Masih dengan pikirannya sendiri, Jaehyon mengarahkan atensinya ke jendela. Niat hati ingin melihat objek lain yang mungkin bisa membuat Jaehyon tidak merasa kosong. Jaehyon hilang ingatan, dan tidak ada yang memberitahu dia soal itu.
Semuanya diam, dan Jaehyon tersiksa karena seolah tidak tahu tentang jatidirinya.
Pintu kamar dengan panjang hampir 2 meter itu terbuka, pelayan wanita paruh baya yang baru saja datang dengan nampan berisi sup hangat dan air mineral juga beberapa vitamin langsung saja meletakan itu semua di nakas tempat Putra Pertama tertidur.
Tidak Jaehyon gubris kehadiran pelayan yang baru saja memasuki kamarnya itu, fokus matanya masih jatuh pada beberapa bangungan tinggi dan langit berwarna jingga terang yang terlihat jelas dari sini.
“Hwejang-nim baru saja sampai. Apa Tuan ini menemuinya?” Pelayan itu bertanya.
Jaehyon menggeleng.
“Baiklah.” Pelayan itu mengangguk lalu bergegas pergi.
“Tunggu,” kata Jaehyon tiba-tiba. Pelayan itu berbalik. “Ada yang bisa saya bantu?”
Jaehyon melirik pelayan itu perlahan. Bibirnya terbuka selaras dengan lidahnya yang mulai bergerak. “Apa aku melupakan sesuatu?”
Pelayan itu sedikit terkejut. Namun dengan cepat menormalkan kembali raut wajahnya. “Kau memang kelupaan sesuatu.”
Bola mata Jaehyon membulat. “Apa?!”
Pelayan itu menunjuk nakas di samping ranjang Jaehyon. “Anda lupa memakan sup dan vitaminnya.”
Mendengar itu Jaehyon hanya mendengkus. Kenapa semua orang seolah menutupi sesuatu dari dirinya? Dan kenapa juga Jaehyon merasa seperti meninggalkan sesuatu???