Adelia, Perawat Hatiku

11.6K 523 5
                                    

POV. ANDRIAN

Hari ini aku harus dirawat di Rumah Sakit. Bagaimana tidak, siang tadi tiba-tiba perut kanan bawahku nyeri tak tertahankan. Aku dilarikan ke Rumah Sakit oleh mamah dan supir pribadiku.

Aku sangat membenci sesuatu yang berbau Rumah Sakit. Aku sangat phobia. Gedung besar yang mencekam, bau obat-obatan yang menusuk indera penciuman, lorong-lorong Rumah Sakit yang begitu menakutkan. Seolah-olah aku berada di gedung berhantu.

Sejak kecil, aku paling tidak suka berurusan dengan tempat ini. Sangat horor bagiku. Apalagi jika harus merasakan sakitnya jarum yang menembus kulit.

Ah, sial ! Sekarang aku terjebak di sini. Di tempat yang sangat aku benci. Namun, aku harus sembuh, agar aku bisa cepat keluar dari tempat mengerikan ini.

Seorang dokter datang memeriksaku, entah apa yang ada difikirannya. Memeriksa bagian perutku, menyuruhku mengangkat kaki kanan lalu ditekuk ke arah perut. Sakit, benar- benar sakit.

Setelah beberapa jam di periksa, hasilnya telah keluar. Ternyata radang pada appendix. Orang bilang, usus buntu. Ah, sepertinya aku akan lama di sini. Setelah dokter menyebutkan diagnosaku dan memutuskan besok adalah jadwal operasiku.

Ingin rasanya aku kabur saat itu juga. Dioperasi ? Bukankah itu hal mengerikan ? Pisau operasi akan menodai perut six pack ku? Sial !

Berbagai umpatan telah aku keluarkan. Aku pasrah, saat mamah terus saja membujukku untuk menyetujui tindakan konyol itu. Tidak adakah cara lain agar aku cepat sembuh? Akan aku bayar berapapun itu.

Mamah dari tadi tidak berhenti mengoceh di sampingku. Memohon agar aku bersabar saja. Ayolah, Mah. Aku tidak suka situasi ini. Tapi demi ibu negara tercinta, aku harus menurutinya. Terlebih setelah mamah lapor ke papah tentang kelakuanku. Apalagi yang harus aku lakukan kecuali menuruti kemauan mereka?

Tiap enam jam, ada empat macam obat cair yang dimasukkan ke dalam tubuhku melalui infus. Perih, sangat perih, hingga tak tertahan. Ketika benda kecil itu tampak di depan mataku, lalu ditusukkan melalui selang infusku, aku harus menahan kesakitan ini. Aku tidak ingin terlihat lemah di depan mereka.

Hingga di pagi hari tadi. Ketika para pasukan berseragam putih memasuki ruanganku, aku melihat sosok wanita yang sangat anggun dengan balutan jilbabnya.

Pakaian berwarna putih, kebanggaan profesinya. Memegang sebuah buku catatan dan serius mendengarkan penjelasan temannya, kemudian dicatat di buku itu.

Wajahnya oriental, dengan lesung pipi di sebelah kanan menambah kecantikannya. Postur tubuhnya mungil, dan pakaiannya sangat rapih.

Mataku tidak berhenti untuk memandangnya. Tanpa sadar jantungku mulai berdetak tak karuan.

Oh Tuhan, apa ini ? Apa aku jatuh cinta ? Dengan perawat anggun seperti dia? Hey, apa semudah itu ?

Lamunanku buyar ketika dia mulai bertanya kepadaku "Keluhannya pagi ini apa, Pak ?" tanya perawat hatiku sambil tersenyum.

" Untuk sekarang, gak ada sih, Sus. Gak tau kalo susternya keluar dari ruangan ini." jawabku santai, berniat untuk menggodanya.

Perawat yang berada di ruangan memasang muka kebingungan, termasuk perawat hatiku. Dan aku? Tentu saja aku memasang muka jail kepadanya.

" Hm.. yaudah kalau belum ada keluhan, itu karena obatnya yang disuntikkan tadi pagi sudah bekerja. Semoga operasinya berjalan lancar ya, Pak." ujar perawat hatiku, lalu menunduk pura-pura mencatat. Ia risih ditatap seperti itu olehku.

"Kalau ada apa-apa, Bapak bisa memanggil Perawat Adelia untuk membantu, karena yang bertanggung jawab di ruangan ini adalah Perawat Adelia." jelas Ketua Tim sambil menepuk bahu Adelia.

Perawat HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang