Pasien tengil itu bernama Adrian

10.4K 474 4
                                    

POV ADELIA
Setelah mengantarnya ke ruangan Instalasi Bedah. Aku kembali ke ruanganku bersama dengan ibunya.

" Nak, maafin kelakuan anak ibu ya. Ibu juga tidak tahu, kenapa dia menjadi menyebalkan begini." Jelas ibunya. Tatapannya sendu. Mungkin beliau takut, aku tersinggung.

Aku menatapnya lalu tersenyum " Iya, Bu. Saya faham kok. Ibu tunggu di ruangan ajah ya, nanti saya infokan kalau anak ibu sudah selesai di operasi. "

Ia lalu tersenyum.
"Terimakasih,Nak. Silahkan lanjutkan pekerjaannya"

Kami pun berpisah setelah tiba di Ruang Perawatan Bedah.Dan aku, melanjutkan aktifitasku menulis laporan.

*
Tiga jam berlalu, dering telfon terdengar berbunyi di ruangan. Aku buru-buru mengangkatnya. Ternyata, dari Instalasi Bedah. Pasien tengilku itu telah selesai dioperasi.

Aku langsung memanggil dua mahasiswi praktek untuk membantuku. Langkahku kini menuju Kamar VIP, menemui ibunya.

Pintu kamar ku ketuk, lalu di buka oleh ibunya.

" Maaf bu, mengganggu. Pak Adrian sudah selesai dioperasi. Sebelumnya kita siapkan dulu tempat tidurnya. Bisa kami masuk, Bu ?"

"Oh iya, Silahkan."

Pintu di buka lebar, kami pun masuk. Mendorong tempat tidurnya, menuju ke Ruang Instalasi Bedah.

*
Aku menunggu bersama kedua mahasiswi dan ibu Adrian. Kami masih di luar mengantri, karena di dalam masih ada operan pasien.

" Keluarga pasien Andrian." Panggil perawat yang berjaga di sana. Aku bergegas memasuki ruangan.

Tidak lama kemudian, pasienku telah keluar dari ruangan. Mata kami bertabrakan. Pesonanya bener-benar merusak konstentrasiku. Dia tersenyum sangat menawan. Segera ku alihkan pandanganku ke tempat lain.

Jatungku berdegup kencang. Aku berusaha mengendalikan diri.

Badannya di pindahkan dari brankar ke tempat tidur.Pakaian diganti lagi, tempat tidurnya di rapikan, kain selimut yang dia gunakan diganti lalu ku buang ke tempat penyimpanan bekas pakai berwarna kuning bersamaan dengan penutup kepalanya.

Setelah semua selesai, aku mulai menandatangani buku statusya.

"Sus, itu lagi menandatanganin laporan operasiku kan ?" Aku menatapnya meminta penjelasan tentang pertanyaan anehnya.

"Iya, Pak. Kenapa?" tanyaku lalu menghampirinya bersiap untuk membawanya kembali ke ruangan.

" Tanda tanganin buku nikah kita kapan ?" Tanyanya tanpa beban.

Apa dia bilang tadi ? Saya gak salah dengar? Ku lihat wajahnya tersenyum penuh kemenangan.

Semua yang ada di ruangan tertawa mendengar penuturan konyolnya. Sedangkan aku, memasang muka jengkel.

Tanpa mengulur waktu lagi, aku pun mendorongnya menuju ruangan di bantu ibunya dan dua mahasiswi praktek.

Sepanjang jalan dia tidak berhenti memandangi wajahku. Aku sadari itu. Namun aku pura-pura tak melihat dan fokus ke jalan.

Tiba-tiba suara pekikannya terdengar.
"Aw .. ! Ah, Mama. Merusak susana hati Ian ajah. Ngapain sih Mah, nyubit-nyubit. Emang Ian kue cubit." gerutunya.

" Abis kamu sih, ngapain mandangin wajah suster Adel segitunya" goda ibunya.

" Eng..enggak, Ma. Anu.. cuma lagi liatin bidadari yang ada di samping Ian. " jawabnya dengan santai.

Mamah tertawa lalu melirik Perawatku. Rupanya wajahnya tambah memerah seperti kepiting rebus.

" Jangan godain susternya, Ian. Nanti gak fokus ngedorongnya. Mau kamu nanti jatuh gara-gara ulah kamu sendiri ?"

Perawat HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang