KABAR BAHAGIA

7.5K 318 2
                                    

POV. ADRIAN

***
Tiga bulan sudah usia pernikahan kami. Hari-hari yang kita lalui berdua sebagai kekasih halal sungguh sangat indah. Semoga selamanya begitu.

Semenjak kejadian nasi goreng asin itu, istriku semakin rajin untuk memasakkan untukku. Belajar dan terus belajar untuk menyesuaikan lidahku. Padahal, aku sudah bilang, aku tidak masalah dengan masakannya, tapi dia tetap bersikeras untuk terlihat sempurna.

Aku sangat bersyukur bisa memilikinya. Istri cantikku, bidadari syurgaku, yang sangat berbakti kepadaku.

Setelah shalat subuh, dia mulai membersihkan rumah kami.

Dari dapur, masuk ke ruang makan, beralih ke kamar, lalu ke kamar mandi, lanjut ke ruang tamu, dan berakhir di taman kecil kami.

Ya, akhir-akhir ini, dia sibuk dengan taman kecilnya itu. Menata posisi bunga-bunga, menyiramnya, memangkas jika sudah panjang, mengecet pot-pot dan pagar tanaman.

Setelah semua dirasa rapi, ia beralih ke dapur, membuatkanku sarapan pagi.

Ketika aku mandi, dia dengan gesit menyiapkan baju kantorku, lalu memadukan warna-warna sesuka hatinya. Namun aku suka pilihannya. Tidak norak dan tetap elegan.

Saat aku ingin berangkat ke kantor, istriku menghadiahkan kecupan manis di pipiku, memelukku dengan posesif lalu mencium punggung tanganku. Dia selalu mengantarku hingga ke gerbang depan, dan akan beranjak ketika mobilku sudah hilang dari pandangan matanya.

Saat jam makan siang tiba, istriku rela datang ke kantor untuk membawakanku bekal makan siang.

Meskipun sering ku sarankan agar mengirimkannya saja lewat kurir, tapi dia selalu kekeuh.

Pernah aku menyarankan agar aku makan di kantin kantor saja, lalu jawabannya ?

"Mas, adek gak mau kamu sakit. Adek mau mas makan masakan adek yang adek buat dengan penuh cinta."jawabnya dengan senyuman yang termanis.

Apalagi yang harus aku katakan, selain menuruti kemauan istriku ini.

Setelah makan siangku selesai, barulah ia akan kembali ke rumah diantar oleh supir pribadiku.

Ketika pulang ke rumah, dalam keadaan capek, gerah, kepala sering cenat-cenut, namun ia menyambutku dengan hangat.

Istriku membuka pintu rumah, lalu tersenyum sumrigah kepadaku. Dia selalu tampil cantik saat menyambutku, selalu terlihat fresh. Dia mencium punggung tanganku, memelukku, tak peduli dengan bau keringatku.

Itulah kegiatan harian istri tercintaku. Jangan tanyakan tentang pekerjaannya. Istriku sudah lama resign. Tepatnya saat malam itu kami berdiskusi, besok lusanya, kami berdiskusi juga dengan kedua orang tua kami. Katanya istriku ingin berbakti kepadaku.

*
Hingga suatu sore, saat aku pulang kantor, tidak ku dapati keberadaan istriku. Tidak ada sambutan darinya, dan dia tidak dimana-mana.

Aku khawatir, takut sesuatu terjadi padanya. Apalagi pintu rumah tidak terkunci.

Dengan perasaan was-was, ku percepat langkah kaki-ku menyusuri setiap sudut rumah, namun tidak ku dapatkan.

Terakhir, aku langsung masuk ke kamar kami.

Saat pintu kamar terbuka pelan, ku dengar suara dari dalam kamar mandi. Itu suara istriku, tapi dia sedang apa ?

Segera ku menuju kamar mandi, ku lemparkan asal tasku.

Istriku sedang berdiri di depan wastafel, menunduk sambil mual-mual. Istriku kenapa ?

Tanpa berfikir panjang, ku hampiri istriku, ku sentuh dahinya. Dingin. Ku lihat wajahnya begitu pucat dan lemas.

Perawat HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang