Pov. Adelia
Hari-hari ku lalui sebagai ibu hamil bahagia. Bagaimana tidak, aku selalu dimanja oleh suami.
Sangat tidak dipungkiri. Adrian, seorang CEO, orang paling sibuk dengan pekerjaannya, namun masih tetap siaga dengan kondisiku.
Selalu mengantarku tepat waktu untuk check up bahkan saat ku butuhkan,suamiku akan datang, sesibuk apapun dia.
Aku sangat jelas mengingat saat masa-masa ngidamku.
Saat itu, Mas Ian akan melakukan rapat di kantornya. Ketika akan berangkat ke kantor, aku lalu memintanya mengganti kemejanya menjadi warna pink, warna yang sangat dihindari oleh suamiku.
"Tapi sayang, tidak mungkin mas mau pake warn pink. Hari ini ada rapat lo, yang. Apa kata mereka saat mereka melihatku memakai kemeja pink, sedangkan mas ini terkenal bos yang berwatak dingin, tegas dan berwibawa. Ayo lah sayang."protesnya.
"Yaudah kalau gak mau, jangan salahkan adek kalau si kecil nanti ileran ya,"jawabku sambil membelakanginya.
"Apa hubungannya sayang? Si kecil ileran gara-gara Mas gak pake kemeja pink?"
"Ada lah sayang," aku berusaha memikirkan alasannya tapi gak ketemu, "pokoknya ada, titik !"jawabku.
Suamiku menghembuskan nafas kasar. Menyerah. Ia lalu menuju ke arahku yang sedari tadi membelakanginya.
Perlahan, kemeja pink yang sedari tadi ku bawa ia raih, lalu memakainya.
Setelah selesai, ia lalu membalikkan tubuhku. Aku menatapnya dengan mata berbinar. Jangan tanyakan seperti apa ekspresinya, tentu saja tampang memohon untuk melepaskan pakaian itu.
"Makasih ya sayang,"ucapku lalu menghadiahkan kecupan hangat di pipinya.
Ia lalu memelukku, "sayang, sesaaak,"keluhku. Pelukannya langsung dilepas.
"Mas berangkat ya sayang, udah telat.
Ia lalu meraih tasnya dan membungkukkan badan di depan perut buncitku.
"Sayang, abi berangkat kerja cari susu buat dedek ya, jagain umi disini, jangan nakal, jangan nendang-nendang umi, umi rewel soalnya haha"bisiknya keperutku. Dasar, malah ngegibah bareng anak.
"Sayang ih, adek denger tau."gerutuku.
Mas Ian lalu tertawa lepas, lalu mengelus perutku.
Tangannya kemudian ia rentangkan, aku sambut pelukannya, kemudian sama-sama menuju mobil.
Ku raih tangannya, dan mencium punggung tanganya. Setelah mengucapkan salam, ia lalu menuju mobil dan berlalu.
Jika mengingat itu semua, aku selalu senyum-senyum sendiri.
Ah, sedang apa dia? Aku sangat merindukannya.
Segera ku raih benda pipih itu di nakas, mencari kontaknya dan mengetikkan sesuatu.
Belum cukup semenit, ponselku berdering, ada panggilan masuk dariseseorang yang selalu ku fikirkan. Suamiku.
Ku geser ikon hijau dan menempelkan benda pipih itu di telinga.
"Assalamu'alaikum abi sayang."
"Wa'alaikumussalam, umi sayang, gimana keadaannya, yang?"sapa seseorang yang ku cintai disana.
"Alhamdulillah abi, si kecil nendang-nendang perut umi dari tadi nih,"ucapku manja.
Dia tertawa, mendengar aku mengadu.
"Sabar ya sayang, sebentar lagi si kecil keluar. Jaga pola makan ya sayang,"
"Siiaapp sayang !"jawabku dengan sigap.
"Bunda ada kan disana nemenin?"
"Ada, tuh lagi bikinin adek susu,"jawabku sambil melirik Bunda yang tengah sibuk menuangkan air ke dalam gelas yang berisi bubuk susu.
"Diminum ya, demi si buah hati."
"Iya sayang, oiya kok tumben nelpon? Biasanya balas chat ajah?"
"Kangen,"jawabnya singkat namun membuatku semakin merindukannya.
"Idih, gombal."jawabku dan langsung ketawa terbahak-bahak. Ya ampun suamiku.
"Tapi suka kan?"tanyanya menggoda.
"Iih sayang, jangan bilang gitu, adek jadi kangen nih, mau ke kantor, mau di pangku lagi."
Aku kan jadi kangen kalau dia gitu.
"Tunggu mas pulang ya sayang,"bujuknya lagi.
Ku elus perut buncitku, lalu mengajak si kecil bicara, "Nak, dengerin tuh, abi kamu, udah gak kangen umi lagi, gak sayang umi lagi, kamu jagan ikut-ikutan abi ya sayang,"sindirku dengan sedikit mengeraskan suara. Huh, dengerin tuh, yang.
"Sayang, jangan bilang gitu. Yaudah, mas pulang sayang, tunggu mas disitu ya sayang,"bujuknya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perawat Hatiku
RomancePerawat adalah pekerjaan yang mulia. Menjadi seorang perawat, adalah suatu kebanggaan bagi Adelia. Ia sangat menikmati pekerjaannya itu. Melakoni pekerjaan yang menghabiskan waktu dengan pasien. Keluar masuk kamar pasien, hanya untuk memastikan mere...