🍁Menjadi Suami Siaga🍁

8K 312 3
                                    



Pov. Adrian

***

Tidak terasa usia kandungan Adelia menginjak tujuh bulan. Disini peranku sebagai suami harus benar-benar dituntut untuk tetap siaga. Siap antar jaga.

Lelah ? Tidak, bahkan aku sangat menikmati semuanya. Menjadi orang nomor satu yang dibutuhkan oleh orang yang sangat aku cintai. Adelia.

***
Teringat beberapa bulan yang lalu, saat usia kehamilan Adelia batu berumur lima minggu. Dua hari setelah kami memeriksakan kehamilannya, kami menuju ke rumah orang tua kami.

Rumah pertama yang kami tuju adalah rumah mertuaku, orang tua Adelia.

"Ayah, Bunda, adek mau ngomong sesuatu."ucap istriku dengan hati-hati.

"Mau ngomong apa sih sayang, serius banget Bunda lihat."Bunda menatap kami bergantian.

"Ayah, Bunda, Adek sedang mengandung buah hati kami."

"Hamil ?"ucap Ayah dan Bunda bersamaan.

Kami berdua mengangguk bersamaan.

"Alhamdulillah, nak. Selamat ya sayang, kini kalian akan menjadi orang tua"ucap Bunda.
"Kalian sekarang harus sama-sama saling menjaga. Ian, kamu harus jadi suami siaga, dan Adel, jaga baik-baik kandungannya ya,Nak."pesan Ayah kepada kami.
Kami mengangguk bersamaan, lalu melanjutkan dengan obrolan-obrolan ringan.
*
Setelah dari rumah mertuaku, kami menuju ke rumah orang tuaku. Responnya sama dengan mertuaku tadi. Memberikan nasehat-nasehat pada kami berdua. Ah, aku bersyukur memiliki orang tua seperti mereka berempat.

*
Soal ngidam istriku? Jangan tanya lagi ribetnya seperti apa. Nasibku sama seperti suami-suami diluar sana.
Pernah, jam dua dini hari. Bayangkan gaes, istri tercinta minta rujak dengan rasa berbeda.
"Mas, mas bangun mas."terdengar suara rengekan istriku.
Perlahan ku buka mata yang sangat berat.
"Kenapa dek ?"jawabku dengan lemah.
"Adek minta dibeliin rujak. Tapi rujaknya yang saos terasi campur nasi padang."
Mataku yang berat tiba-tiba langsung terbuka. Segera ku lirik jam. Ya ampun, jam dua dini hari.
"Dek, lihat jam dong, lagian ini permintaannya kok aneh banget. Yang serius dong."
"Ini permintaan si kecil, mau anak kita nanti ileran gara-gara mas gak mau?"
Aduh salah lagi.
"Bukan gitu sayang. Yaudah besok ajah deh, mas akan penuhi permintaan anehnnya, jangan sekarang, ya sayang,"bujukku.
Dia kemudian mengerucutkan bibirnya, menatap tajam dan menutup diri dengan selimut lalu membelakagiku. Ya Allah.
Aku segera bangkit, kemudian, memakai jaket.
"Mau kemana?"tanyanya
"Jajan."jawabku
"Ya Allah, mas, masih mau jajan, istri sudah hamil gini?!"cerocosnya.
Aku menghembuskan nafas kasar, memijit pelipis yang tiba-tiba berdenyut. Mendengar isakannya disana, dan sesekali meraung layaknya anak kecil.
Segera ku hampirinya, "sayang, mas jajan rujak, bukan wanita. Disini dulu tungguin ya sayang, do'akan mas ya,"aku kemudian mencium keningnya.
*
Menyusuri jalanan mencari-cari penjual rujak. Lagian, dimana sih penjual tengah malam gini. Ah sayang, bayi ku, Kamu menyiksaku nak.
Satu jam aku keliling mencari penjual, namun hasil nihil. Kembali aku ke rumah, pasrah saja, setidaknya aku sudah berusaha.
Tiba dirumah, istriku pilas tidurnya. Segera ku bangunkan.
"Sayang,"
"Hm, iya sayang,"
"Maaf, mas gak dapet,"ku jelaskan semua yang terjadi di perjalanan.
Dia tersenyum, "adek udah gak mau kok sayang, hehe" jawabnya dan kembali tidur.
Apa? Sesimple itu ?
Aku menggerutu, lalu kembali mencoba tidur namun hasilnya nihil. Aku tidak bisa tidur.
Dan masih banyak ulah yang ia lakukan, aku hanya bisa pasrah menurutinya.
*
Acara tujuh bulanan sudah dilaksankan di rumah kami. Cukup meriah, karena kami tidak banyak mengundang, hanya keluarga terdekat dan rekan bisnis dan karyawan.
*
Hari ini seperti biasa, aku berangkat kerja. Sebenarnya aku tidak ingin meninggalkan istriku, namun dia mengatakan akan baik-baik saja di rumah dan akan ditemenin sama Bunda. Baiklah, aku menurut.
Suara pintu diketuk dariluar, aku mempersilahkannya masuk. Nampak Ali, sekertarisku berdiri disana memegang sebuah map.
"Maaf, Pak, mengganggu waktunya,"ucapnya lalu ku balas dengan anggukan kecil, "hari ini ada sekitar sepuluh mahasiswa magang yang akan menepati beberapa bagian di kantor kita. Ini sudah ada pembagian yang sudah saya bagikan secara langsung untuk mereka tempati hari ini. Dan ada juga satu mahasiswi yang akan jadi asisten saya untuk mengikuti langsung kegiatan bapak."lanjutnya sambil menyodorkan map.
Ku teliti satu persatu data mahasiswa dan mahasiwinya. Tiba di satu nama yang akan menjadi asisten sekertarisku ini, aku memincingkan mata. Mahasiswi ?
"Ali, kamu yakin menempatkan dia sebagai asisten kamu disini ?"
"Iya, Pak."jawabnya sambil menunduk.
Aku kemudian menyenderkan badan di kursi kebesaranku dan melipat kedua tangan di dada.
"Seorang wanita ? Apakah kamu sudah pastikan ? Apa sesuai dengan seleraku? Apakah akan tetap aman dengan statusku yang sudah beristri?"tanyaku padanya.
Matanya memandangku dengan kebingungan, "maksud bapak?"
Aku menghembuskan nafas kasar, "jangan salah faham. Maksudku sesuai dengan seleraku, aku tidak ingin ada kesalahan,ulah memalukan, tindakan ceroboh, dan satu lagi, aku sangat mencintai istriku !"tegasku.
"Baik, pak, akan ku awasi dan akan ku kendalikan."
Ali pun permisi untuk keluar. Ah, semoga semua baik-baik saja.
Saat aku sedang memeriksa dokumen-dokumen, pintu kemudian diketuk.
"Masuk !"
Perlahan pintu dibuka, menampilkan sosok wanita tinggi,putih, berwajah oriental, memakai pakaian khas kantor. Namun, yang merusak dimataku adalah roknya yang terlalu mini.
Ku leparkan tatapan tajam kepadanya. Ia tersenyum kikuk berdiri mematung di tempatnya.
"Ada apa ?"tanyaku datar tampa menoleh ke wajahnya lagi
"Saya Fransiska, mahasiswi yang magang di kantor bapak, asisten pak Ali,"jawanya dengan suara sengaja dilembut-lembutkan.
"Terus?"tanyaku dengan nada dingin.
"Ada yang bisa saya bantu, pak ?"
"Tidak ada."
"Buatkan teh misalnya?"tawarnya lagi.
"Tidak."
"Atau saya bantu dengan memijit bahu bapak, sepertinya bapak kelelahan,"tawarnya.
Sial ! Benar-benar menjijikkan caranya. Aku langsung menghujaminya tatapan tajam, menyandarkan diri ke kursi lalu menatapnya dari ujung kaki ke ujung kepala. Dia memasang wajah menggoda, senyum simpul, dan sedikit merapikan rambutnya ke belakang dan menampakkan leher jenjangnya.
Aku kemudian berdiri menuju ke tempatnya. Ia tampak senyum-senyum disana. Ku dekatkan tubuh ini ke arahnya, mengelilinginya dan terus memandanginya.
Aku mendekatkan wajahku ke arahnya, dia sedikit mendongak.
"Kalau kamu ingin magang disini, ini terakhir kalinya saya melihat kamu memakai pakaian kurang bahan seperti ini. Besok pakai pakaian tertutup, dan ingat, aku tidak suka wanita penggoda. Kamu kesini niat magang atau memamerkan tubuhmu ?! Pergi dari hadapanku sekarang dan jangan pernah muncul di hadapanku dalam keadaan seperti jalang !"bentakku padanya.
Dia membulatkan matanya, mungkin kaget dengan bentakanku. Dengan segera ia berlari keluar dari ruanganku.
Aku beristighfar berkali-kali. Segera ku menekan tombol telfon, menyambungkan langsung dengan sekretarisku.
"Ke ruanganku sekarang juga!"perintahku dengan nada tinggi.
Pintu di ketuk dari luar, dan masuk setelah ku perintahkan.
"Ada apa bapak memanggil saya?"tanya Ali dengan gugup.
"Kamu tuli ya? Tadi kamu tidak mendengar perintahku?!"
"Ma..maaf pak, saya tidak mengerti,"jawabnya gugup.
"Aku bilang apa tadi? Aku tidak suka mahasiswi itu masuk ke ruanganku tampa didampingi sama kamu, dan aku tidak suka pakaiannya dan caranya berbicara kepada saya. Memangnya dia fikir saya apa? Memamerkan tubuhnya dan berbicara lalu bertingkah layaknya perempuan rendahan?"
"Maaf pak, akan saya tegur langsung,"
"Kalau besok, dia masih seperti itu, jangan harap masih bisa magang disini. Bukan hanya dia, tapi semua mahasiswa magang. Paham !"
"Baik, pak, akan saya laksanakan."
"Keluarlah! Saya tidak ingin di ganggu hari ini."
Ali keluar dengan segera dan menutup pintu. Aku memijit pelipis, kepalaku mendadak pusing.
Ting.
Bunyi notifikasi whatsapp ku. Segera ku buka pesan itu. Rupanya dari istriku.
"Assalamualaikum, sayang, jangan telat makan siangnya ya sayang,"kemudian menambahkan emoji kiss.
Aku tersenyum, amarahku hilang seketika. Segera ku hubungi si pemilik hatiku.
"Assalamu'alaikum abi sayang."sapaan dari seberang sana.
"Wa'alaikumussalam, umi sayang, gimana keadaannya, yang?"
"Alhamdulillah abi, si kecil nendang-nendang perut umi dari tadi nih,"ucapnya dengan suara khasnya yang manja.
Aku tertawa, mendengar istriku mengadu, amarahku hilang seketika.
"Sabar ya sayang, sebentar lagi si kecil keluar. Jaga pola makan ya sayang,"
"Siiaapp sayang !"jawabnya dengan sigap. Haha ada-ada ajah istriku.
"Bunda ada kan disana nemenin?"
"Ada, tuh lagi bikinin adek susu,"
"Diminum ya, demi si buah hati."
"Iya sayang, oiya kok tumben nelpon? Biasanya balas chat ajah?"
"Kangen,"hanya itu yang mampu ku ucapkan.
"Idih, gombal."jawabnya langsung ketawa terbahak-bahak. Ya ampun istriku.
"Tapi suka kan?"tanyaku menggoda.
"Iih sayang, jangan bilang gitu, adek jadi kangen nih, mau ke kantor, mau di pangku lagi,"ucapnya dengan suaranya manja.
Akhir-akhir ini istriku semakin manja. Tidur harus dipeluk, duduk harus dipangkuan, gak mau jalan, maunya digendong. Padahal dia tidak tahu, berat euy.
"Tunggu mas pulang ya sayang,"bujukku.
"Nak, dengerin tuh, abi kamu, udah gak kangen umi lagi, gak sayang umi lagi, kamu jagan ikut-ikutan abi ya sayang,"ucapnya. Pasti lagi mengajak ngobrol si kecil, mengadu lagi deh.
"Sayang, jangan bilang gitu. Yaudah, mas pulang sayang, tunggu mas disitu ya sayang,"bujukku lagi. Dari pada dia ngambek. Mati aku.
"Yeyyy, masku pulang, adek tunggu ya sayang,"jawabnya dengan girang.
"Iya, assalamu'alaikum, umi sayang,"
"Wa'alaikumussalam, abi sayang,"
Tut.
Panggilan di akhiri.
Segera ku mengambil tas, lalu berjalan keluar.
"Ali, rapat hari ini, cancel semua. Istriku merajuk."perintahku pada Ali
"Baik, pak."
Segera ku menuju parkiran dan berharap segera tiba di rumah.
Istriku sayang, mas datang.

Perawat HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang