Happy reading, Nakuga!
***
Masalah yang membuatmu patah, tidak akan selesai dengan cara menyerah.
***
Nadine sedang senang hari ini. Presentasi biologi kelompoknya berjalan lancar.
Pelajaran biologi sudah berakhir. Meja-meja semula disusun berjajar di depan kelas, kembali dirapikan ke tempat masing-masing. Layar projector digulung, alat pemroyeksi yang bersumber dari perangkat laptop siswa pun sudah dimatikan.
Setelah lima belas menit jeda antara jam pelajaran kedua dan ketiga yang dipakai sebagai jam kerohanian, pintu kelas perlahan terbuka, menampilkan seorang wanita berusia empat puluhan dengan kacamata bulat dan rambut dicepol tinggi.
Bu Renata memang tak lagi muda, tetapi dia cukup update dengan perkembangan-perkembangan terbaru. Dia tahu artis mana yang masuk akun gosip di Instagram, dia juga tahu lagu mana yang tengah populer di kalangan remaja. Bersamanya, pelajaran Bahasa Indonesia tidak pernah membosankan.
Sapaan singkat khasnya dibalas serentak oleh seisi kelas. Baru beberapa saat beliau duduk di kursi guru guna mengisi agenda, Bu Renata sudah berdiri lagi dan berjalan ke meja paling depan. Dia juga tidak bisa diam ketika mengajar.
"Pertemuan sebelumnya, Ibu sudah memberikan materi tentang dongeng, ciri-cirinya, dan contohnya. Tenang, hari ini kalian nggak akan Ibu suruh cari di internet untuk dicetak lalu dihafalkan. Bosan kan, kalian kalau caranya begitu?"
"Iya, Bosan, Bu!"
"Saya suka menghafal kok, Bu," kata Utami.
Sontak sisa siswa menatap tak senang padanya.
"Ibu ada metode lain, dong." Bu Renata mengedipkan matanya. Tiada hari tanpa perona mata di bawah dan kelopak mata baginya. "Kita akan membuat dongeng secara spontan."
"Eh? Gimana, Bu?" Utami bersuara kembali.
Dalam hati, Nadine berharap tanpa henti. Semoga tidak disuruh ke depan, semoga tidak disuruh ke depan. Ia paling malas berada dalam keadaan di mana semua orang menatapnya, sendirian lagi.
"Jadi, Ibu akan menyebutkan pembuka dongeng sedikit saja. Nanti, Ibu akan memanggil satu nama siswa, siswa itu wajib melanjutkan beberapa kalimat. Setelah dia selesai, Ibu akan memanggil siswa lain hingga dongengnya selesai. Mengerti?"
"Mengerti, Bu."
Karena caranya yang tidak biasa, anak-anak kelas cukup antusias dengan rencana Bu Renata ini. Mata mereka fokus menatap Bu Renata, tubuh agak membungkuk ke depan.
"Oke, Ibu mulai, ya." Bu Renata tersenyum dan berjalan lambat pada jarak antar bangku.
"Zaman dahulu, terdapat sebuah kerajaan yang terletak di pegunungan. Kerajaan mereka makmur dan sejahtera. Kerajaan dipimpin oleh...." Telunjuk Bu Renata bergerak, kemudian menunjuk Routa. "Routa, lanjutkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadine & Tuan Kucing (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction(SUDAH DITERBITKAN OLEH BUKUNE) Nadine tidak percaya sihir, sulap, atau apalah itu. Namun, ketika kucing yang ia temukan di teras dan ia adopsi berubah menjadi laki-laki tampan, Nadine kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya. Bahkan untuk dirinya...