Happy reading, Nakuga!
***Kita berhasil karena pernah gagal.
***Kuga punya hal baru yang dia sukai.
Setelah chicken ball, tidur, dan pakaian hangat, dia kini mampu menatap tablet PC milik Nadine tanpa bergerak. Hanya matanya yang mengikuti gerak objek di layar. Gara-garanya, Nadine memperkenalkan tayangan video di YouTube. Tikus bergerak ke sana kemari, ikan berenang tanpa henti.
"Hu, hu." Jarinya menekan-nekan layar dan mengikuti gerak tikus yang dia lihat.
"Kuga."
Tetap saja, Kuga akan selalu merespons dan menatap penuh antusias jika panggilan itu dari Nadine.
"Lo pangeran sebuah kerajaan, ya?" tanya Nadine, memikirkan dongeng di pelajaran Bahasa Indonesia tadi. Kemungkinannya memang kecil, tetapi ia harus memperhitungkan semua kemungkinan.
Kuga menatapnya tanpa ekspresi, berarti bukan.
"Terus lo dari mana dong?" Nadine mendesah dan bersandar pada kursi depan meja belajar. Ia mendongak, menatap langit-langit kamar. Semakin dipikirkan, semakin terasa tak masuk akal.
Di tengah kesibukannya mendaftar satu per satu kemungkinan, pintu kamar diketuk dan suara Bi Ade terdengar. "Non, waktunya makan malam."
"Iya, Bi."
Hari-hari sebelumnya, Nadine akan memperingatkan Kuga untuk tidak keluar kamar dengan menempelkan telunjuk di jari. Namun, dia tampak sibuk. Berbaring di atas tempat tidur dengan tablet PC diangkat, menonton tayangan yang sama berulang-ulang. Nadine merasa tidak perlu menganggu Kuga untuk itu.
Nil baru saja duduk saat Nadine tiba di ruang makan. Rambutnya klimis, baru disisir setelah mandi. "Ada rolade ayam," gumamnya tanpa sadar. Meski pelan, Nadine masih bisa mendengarnya.
Tidak heran mengapa Nil sampai termenung sesaat karena makanan itu. Rolade ayam adalah favorit mendiang Ibu Nadine. Ketika melihat sesuatu yang berkaitan dengan orang terdekat, seringkali kita juga memikirkan kenangan-kenangannya.
"Dulu waktu valentine." Nil tiba-tiba bercerita kepada Nadine. "Mama kamu nggak mau dibawain cokelat, maunya rolade ayam."
Dari cerita-cerita ayahnya, Nadine tahu bahwa hubungan mereka tidak pernah membosankan. Penuh dengan hal-hal yang tak pernah Nadine pikirkan sebelumnya, tetapi membuatnya tertawa juga. Tingkah ibunya kadang nyeleneh.
Sayang sekali Nadine tidak mempunyai banyak memori dengan sang ibu karena dia meninggal saat Nadine masih kecil.
"Terus Papa jadinya ngasih rolade?"
"Dua-duanya. Oh ya, ditambah martabak buat kakek kamu."
Nadine tertawa, kemudian suasana kembali berubah canggung.
Untuk situasi ini, Nadine kadang tak habis pikir. Ia dan Nil memang tidak begitu dekat. Jarang ada waktu di mana mereka bercerita sepanjang waktu, menghabiskan waktu sebagai ayah dan anak secara khusus, atau membahas masa depan Nadine. Kecanggungan itu terbentuk begitu saja. Nadine takut mengganggu kesibukan Nil, barangkali Nil pun enggan membuat Nadine merasa tidak nyaman.
Interaksi mereka sekadarnya. Namun, Nadine masih bersyukur bahwa ia masih bisa melihat Nil dan menghirup udara di ruangan yang sama. Walau dalam hati terdalam, Nadine ingin dekat dengan satu-satunya anggota keluarganya ini.
"Nadine, kamu ... suka tulisannya Karera, 'kan? Besok dia datang ke kantor redaksi, lho."
Nadine mengangguk. Karera adalah penulis dari platform menulis online yang booming akhir-akhir ini. Kebetulan, cerita pertamanya diterbitkan oleh penerbitan milik ayahnya. Meski idenya sendiri terbilang pasaran, tulisan Karera emosional dan tokohnya kuat.
Sepengetahuannya, Karera satu tahun di atasnya, kelas sebelas SMA. Usia yang terbilang muda untuk kesempatan menerbitkan buku.
"Sekolah, Pa." Nadine berkata lesu. Meski besok Hari Jumat, waktu tempuh dan memperkirakan jam-jam macet, kemungkinan tidak sempat.
"Nanti Papa minta buku bertanda tangan khusus buatmu." Mata Nil tampak berbinar. "Biar kamu senang."
"Terima kasih, Pa."
Nil menyunggingkan senyum. "Selama ini Papa merasa belum membahagiakan kamu."
Nadine terpaku, ia tidak menyangka kalimat itu akan meluncur dari mulut Nil. "Aku ... cukup bahagia kok."
"Kamu selalu mengurung diri di kamar, Nadine. Papa ingin lihat lebih banyak kamu tersenyum. Papa ingin lihat juga kamu dan teman-temanmu. Mungkin kamu lebih nyaman sendiri, tetapi seringnya melihat kamu murung."
Sejujurnya, Nadine merasa hidupnya begitu-begitu saja. Tentu, tidak mungkin ia mengucapkan itu di depan Nil. Nadine tidak tahu ia bahagia atau tidak, Nadine tidak yakin ia bahagia atau tidak. Hidupnya baru sedikit berwarna sejak kedatangan Kuga.
"Mungkin karena Papa sibuk sendiri dan jarang meluangkan waktu untukmu juga. Papa minta maaf untuk itu."
Dahi Nadine segera mengernyit. "Pa-Papa nggak perlu minta maaf."
"Papa berjanji akan meluangkan lebih banyak waktu untuk kamu. Minggu depan, kamu mau ikut Papa ke acara peluncuran bukunya Karera?"
Perlahan, senyum Nadine terbentuk. "Mau, Pa." Suaranya terdengar parau.
Ini adalah langkah yang baik dalam hubungan mereka.
***
Nadine kembali ke kamar dengan suasana hati yang baik.
Di tangannya, ada sosis bakar yang dibuatkan Bi Ade. Bukan untuk dirinya, Nadine sudah kenyang. Untuk Kuga, dia akan merengek jika lapar.
Kuga masih belum beranjak dari tempat tidur. Bedanya, dia kini duduk dan menggoyang-goyangkan tablet PC. Ekspresi di wajahnya menunjukkan banyak emosi. Terkejut, panik, sedih, dan tidak senang sekaligus. Begitu melihat Nadine, dia mengomel.
"Meow meow aaaaaaaaa auuuhhh." Kuga juga menyerahkan tablet PC.
Salah satu alis Nadine terangkat, bingung apa yang terjadi. Baru setelah Nadine menekan tombol power dan layar tidak menyala, ia baru mengerti sumber kegelisahan Kuga. Habis baterai.
Nadine meletakkan dulu piring berisi sosis-sosis bakar di meja belajar. Kuga setia mengikutinya, lalu mulutnya membentuk huruf O saat Nadine menghubungkan charger ke tablet PC. Tanda baterai terisi pun muncul.
"Makan dulu." Nadine menarik Kuga ke meja belajar, menunjukkan makanannya.
Tak perlu waktu lama sampai Kuga sibuk dengan makanan dan melupakan mainannya beberapa waktu yang lalu. Nadine berbaring di tempat tidur, meregangkan tangan sebelum pergi ke alam mimpi tanpa rencana.
Tanpa ia ketahui, Kuga sempat mengusapkan pipinya ke tangan Nadine sebelum tidur di tempat tidur tambahan.
"Din," katanya, mengucapkan selamat malam.
***
Huhu udah sampe chapter 12 aja
Yang mau SPAM NEXT bisa di sini
See you :))
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadine & Tuan Kucing (SUDAH TERBIT)
Novela Juvenil(SUDAH DITERBITKAN OLEH BUKUNE) Nadine tidak percaya sihir, sulap, atau apalah itu. Namun, ketika kucing yang ia temukan di teras dan ia adopsi berubah menjadi laki-laki tampan, Nadine kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya. Bahkan untuk dirinya...