(SUDAH DITERBITKAN OLEH BUKUNE)
Nadine tidak percaya sihir, sulap, atau apalah itu.
Namun, ketika kucing yang ia temukan di teras dan ia adopsi berubah menjadi laki-laki tampan, Nadine kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya. Bahkan untuk dirinya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Update lagi, hehe Happy reading, Nakuga! ***
Aku melihat matahari sepanjang hari, berharap bisa membawakan sinar seterang itu untukmu nanti.
***
"Nadine." Kuga balas memeluk gadis itu. "Janan arah."
"Iya, iya." Nadine mengelus puncak kepala Kuga. "Makanya, jangan nyebelin."
"Huhu."
Usai menguraikan pelukannya, Nadine menempatkan ring tirai di nakas. Perlahan, Nadine mengusap mata Kuga, memastikan tidak ada lagi air mata yang jatuh. Sementara itu, Kuga masih belum bisa menatap Nadine sepenuhnya. Takut, merasa bersalah, Nadine tak tahu mana yang pasti.
Akan tetapi, sekejap kemudian Kuga agak membusung. Nadine mengerutkan kening, tak benar-benar mengerti. Sebelum kemudian Nadine menepuk dahinya.
Kuga menawarkan diri agar Nadine mengubahnya menjadi wujud kucing. Tadi pagi, itulah penyebab kemarahan Nadine sampai meninggalkan Kuga dalam keadaan terkunci di kamar tanpa kata apa-apa selain meninggalkan emosi pekat dalam udara di sana.
"Nggak, nggak usah." Kini, Nadine menepuk-nepuk dahi Kuga. "Besok, harus nurut."
Tak tahu dia mengerti atau tidak, Kuga mengangguk berulang-ulang.
"Sekarang, mending lo makan. Tadi pagi belum sarapan juga, 'kan?"
Kuga menatap jari-jarinya yang panjang, belum mau mendongak dan menatap Nadine dengan mata berbinarnya seperti biasa. Jajanan olahan daging disodorkan di depannya, saat itu juga perut Kuga berbunyi dan dia menahan senyumnya untuk tidak mengembang.
"Nih, makan."
Ujung-ujungnya, yang semula Nadine beli untuk dirinya sendiri ia berikan semuanya kepada Kuga. Setelah Kuga menerima dan mengambil salah satu bakso tusuk, Nadine mengira Kuga akan langsung memakannya, mengisi perutnya yang kosong. Namun, yang dia lakukan adalah menyodorkannya pada Nadine.
"Nadine, makan."
Menaikkan salah satu alisnya, Nadine menatap bibir Kuga yang ujungnya tertarik membentuk senyuman. Tulus, penuh perasaan.
Menghargai apa yang dilakukan Kuga, Nadine mengambil alih dan menggigit bakso paling atas. Melihatnya, senyuman Kuga semakin lebar dan mengeluarkan tawa.
"Hihehe."
Setelah merasa puas dengan apa yang dilakukannya, Kuga makan dengan lahap. Kakinya yang tergantung akibat duduk di sisi tempat tidur bergoyang-goyang.
Seraya membersihkan tubuhnya di bawah guyuran air shower, Nadine memikirkan cara yang lebih efektif untuk membersihkan tubuh Kuga. Apakah masih dalam wujud manusianya, atau dalam wujud kucing. Sejauh yang ia tahu, kucing tak suka air. Bisa saja Nadine kena cakaran atau gigitan.
Nadine cuma punya satu handuk kecil dan itupun sedang dicuci. Mungkin di rumah ini ada banyak benda itu dan Bi Ade tahu di mana menyimpannya.
Sebenarnya, Nadine berniat membantu Kuga membersihkan dirinya beberapa hari sekali saja. Bukan karena Nadine malas atau dirinya yang terbilang jorok, tetapi Kuga tidak pernah tampak kotor. Wajahnya bersih, jarang terlihat kusam. Rambutnya memang acak-acakan bila bangun tidur. Namun, masih sangat bisa dirapikan. Bau tubuh Kuga juga selalu sama, sesuatu yang manis seperti susu bubuk.
Menatap bayangannya sendiri, pada rambutnya yang setengah basah, dan pipi bulat yang rasanya semakin besar--akhir-akhir ini Nadine jadi suka makan. Selama ini, Nadine selalu menggerai rambut atau mengikatnya sederhana.
Sebagai siswa yang terbilang pendiam dan baru bergaul, Nadine menghabiskan banyak waktunya dengan memperhatikan sekitar. Rata-rata hanya mengikat rambutnya, cuaca kota yang panas tidak mengizinkan mereka menggerai rambut lama-lama. Terlampau gerah.
Ada pula yang mengepang rambutnya. Nadine selalu ingin mencoba gaya rambut itu, hanya saja ia tak pernah bisa walau belajar dan mencoba berulang kali. Bi Ade juga tidak bisa melakukannya.
Kalau saja masih ada sang ibu.
Semuanya terasa mudah jika ibunya masih ada.
Nadine akan sarapan bersama selain dengan Nil, yang terkadang harus berangkat pagi sekali ke luar kota. Nadine dan ibunya bisa masak bersama. Nadine bisa duduk di taman belakang sementara ibunya membantu mengepang rambutnya.
Perih, Nadine mengembuskan napas berat. Telinganya berdenging, sementara matanya kabur oleh lapisan bening yang siap tumpah dan membasahi pipinya.
Untuk mengalihkan pikirannya, Nadine mengambil ember dari pojok kamar mandi, hendak mengisinya dengan air. Ia sendiri sudah berpakaian, bersama pakaian tidurnya yang biasa--kaus dan celana pendek longgar.
Kuga masih makan saat Nadine keluar. Dia menunjukkan makanannya lagi pada Nadine. Nadine menggeleng dan menunjukkan gestur Kuga untuk tetap diam di tempat. "Diem dulu di sini, mau ke bawah ambil handuk."
"Keeeeeeee." Dia mengacungkan jempolnya.
Kuga yang ceria telah kembali.
***
Bisa update lagi, syukurlah~
Selanjutnya, saya nggak janji bakal update cepet karena masih ada rangkaian kuis dan presentasi buat UTS. Terus, latihan dance juga. Doakan aja semoga bisa lancar semua dan dapet mood buat nulis, ya.
Fyi, komentar dari kalian, TERUTAMA kesan soal cerita ini dan tanggapan untuk tokohnya sangat berharga terutama buat pendorong untuk terus nulis dan tamatin cerita ini. Hehe