Miaou 🐱 01

151K 19.4K 6K
                                    

Hidup selalu penuh dengan kejutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hidup selalu penuh dengan kejutan. Maka bersiaplah dengan kemungkinan-kemungkinan, yang terburuk sekalipun.

***

Hujan deras masih mendera kotanya sejak tiga jam yang lalu.

Selimut tebal, mi instan kuah yang mengepul, hingga tayangan Drama Korea di layar laptop Nadine menjadi kombinasi sempurna untuk menghabiskan akhir pekan yang suram dan lembap ini. Waktu baru menunjukkan pukul empat sore, tetapi tirai jendela sudah ia geser untuk menutupi jendela. Meski begitu, suara rintik hujan yang dengan konstan menampar jendela masih terdengar jelas.

Terfokus pada tayangan, Nadine membiarkan mi-nya mengembang. Rambutnya yang cokelat sebahu diikat asal-asalan, kaus tidur bergambar beruang belum ia ganti dari pagi. Nadine belum mandi.

Baginya, mandi dua kali di akhir pekan hanyalah tindakan pemborosan air.

"Gue benci pelakor," komentar Nadine tiba-tiba. Matanya menyipit, menatap tokoh antagonis yang ia sumpahi mati dari episode-episode awal.

Dari sekian konflik yang ada di cerita atau film, Nadine paling benci dengan orang ketiga. Sebaliknya, persahabatan dan keluarga adalah favoritnya. Setidaknya itu masih memberi Nadine kepingan harapan yang sedang coba ia kumpulkan.

Nadine meluangkan waktu sejenak untuk menghabiskan makanannya. Matanya beralih menjelajahi kamar dengan dominasi warna serupa bunga matahari. Bahkan, ada replika bunga tersebut setinggi Nadine sendiri yang terletak di sudut kamar. 

Sayang sekali pengharum ruangannya malah beraroma jeruk.

Di lantai satu, lampu dapur sudah dinyalakan. Nadine meletakkan mangkuk bekas makannya di tempat cuci piring. Nanti saja ia bersihkan. Begini, akhir pekan adalah waktu terbaik untuk bermalas-malasan. Lagi pula, ada Bi Ade, pembantu rumah tangga di rumahnya.

Deru mobil yang samar-samar terdengar berhasil mengalihkan seluruh perhatian Nadine. Cewek itu bergegas menuju pintu depan, berharap mobil mentereng hitam ayahnya memasuki garasi. Dengan kata lain, dia pulang setelah sekian lama sibuk dengan urusan pekerjaan.

Nadine tidak mengerti mengapa perbedaan antara pemilik perusahaan di dunia nyata dan cerita berbeda. Ayahnya, pemilik dari salah satu penerbit mayor di Indonesia itu sibuknya ampun-ampunan. Menjaga kerja sama dengan distributor ini, percetakan itu. Intinya, sama sekali berbeda dengan yang katanya CEO di sebuah cerita yang suka menghentikan rapat seenaknya dan hampir setiap hari jalan-jalan bersama wanita pujaannya.

Karena itu, Nadine lama-lama lebih selektif dalam memilih apa yang akan ia baca atau tonton.

Begitu pintu kayu kokoh itu ia buka, tidak ada mobil ayahnya seperti yang Nadine harapkan. Hanya hujan yang menetes tanpa henti, dedaunan pohon yang bergoyang-goyang, dan suara kucing mengeong.

Ayahnya belum pulang.

Nadine hampir menutup pintu kalau saja ia tidak mengingat suara kucing yang begitu dekat dengannya. Segera ia menunduk, dan matanya beradu dengan iris kebiruan milik seekor kucing putih hitam dalam kardus yang tergeletak begitu saja di teras, tepat depan pintu.

Nadine & Tuan Kucing (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang