Happy reading, Nakuga!
***
Jangan menghancurkan hari ini dengan memikirkan hal buruk di hari kemarin.
***
"Bicheul ssonneun sky~" Nadine menyapu bagian bawah tempat tidur seraya menyanyikan lirik I dari Taeyeon Girls Generation.
"Geu arae seon I~"
Sejak dirinya memutuskan untuk menyembunyikan Kuga dan mempertahankan wujud manusianya di kamar, Nadine sadar kalau kebersihan atau kebutuhannya di dalam ruangan itu menjadi sepenuhnya tanggung jawabnya.
Kuga duduk di atas tempat tidur, memperhatikan Nadine yang membuka jendela, menyapu lantai ruangan, sampai memasukkan beberapa pakaian ke keranjang cucian. Lama-lama dia meniru cara Nadine bernyanyi.
"Aiaiaiaiaiayay."
Semula, Nadine membungkuk untuk menjangkau bagian sudut kolong tempat tidur. Tubuhnya menegak begitu mendengar nyanyian Kuga. Sedetik kemudian, ia tertawa lepas.
"Huuuuuu dasar peniru," kata Nadine.
"Huuuuuu." Kuga berseru lagi.
"Dih, nyebelin."
Nadine mengembuskan napas lega. Usai menyimpan sapu di sudut ruangan, ia mengambil keranjang pakaian untuk disimpan di ruang mencuci. Letaknya ada di lantai bawah, bagian belakang rumah.
"Diem." Nadine menempelkan telunjuk di bibir dan Kuga melakukannya juga.
Hari ini Kuga sedang senang meniru.
Kebetulan sekali, Bi Ade sedang berdiri di depan mesin cuci sambil memasukkan pakaian satu per satu. Hampir setiap hari wanita itu memakai daster batik. Jika ditanya mengapa tidak yang lain, dia akan menjawab, "Enak pake ini, Non, biar nggak hareudang."
Hareudang itu gerah, katanya.
Tidak heran sebenarnya. Suhu ibukota kadang tidak manusiawi apalagi kalau pendingin ruangan tidak dinyalakan. Nadine pernah pergi ke kampung halaman Bi Ade, letaknya di pegunungan. Saat itu, Nil pergi ke luar negeri dan tak ingin anaknya yang sulit berteman kesepian di rumah.
Rasanya seperti berada di kutub. Apalagi mandi di pagi hari, rasanya Nadine mandi pakai air es.
"Bi, ini yang mau dicuci dari kamarku."
Bi Ade berbalik, menerima keranjang yang disodorkan Nadine. "Aduh, Non, biar Bibi aja padahal mah. Nggak usah repot-repot."
"Nggak apa-apa, Bi. Mumpung libur."
"Oh iya atuh. Non mau sarapan? Biar Bibi bikinin nasi goreng. Tapi tunggu ya ini cucian tanggung."
"Hmm." Karena letaknya yang dekat dengan taman belakang rumah, Nadine melihat ke area itu dan tidak mendapati siapa-siapa. Biasanya di akhir pekan Nil akan sibuk di sana. "Papa ke mana, Bi?"
"Mau lihat-lihat bibit bunga katanya teh."
"Udah sarapan?"
"Baru minum kopi."
"Ya udah nanti bikinin sarapan buat Papa sekalian ya, Bi."
"Siap, Non." Bi Ade mengacungkan jempol, sebelum mengernyit saat mengangkat sebuah celana dari keranjang milik Nadine. "Ini celana Non? Panjang pisan."
"I-iya." Celana Kuga, tentu saja. "Aku beli dari online shop tapi ternyata kegedean."
"Aduh hati-hati, Non. Kalo onlen-onlen suka beda di foto sama aslinya. Non beli gamis bisa-bisa yang dateng baju silat."
"Iya, Bi. Hehe."
Sebelum Bi Ade melihat celana dalam Kuga, Nadine lebih baik buru-buru kembali ke kamar. "Ya udah, Bi. Aku ke kamar, ya. Kalo sarapannya udah ada ketuk aja pintunya."
"Ashiap."
Nadine sampai tersandung di tangga dan hampir terjatuh. Napasnya memburu ketika menutup pintu kamar, matanya berbalas tatap dengan Kuga. "Kenapa lo tinggi banget, sih? Kan jadinya repot nyari alesan soal baju."
"Meow." Kuga malah berbaring di tempat tidur.
"Tidur mulu." Nadine menarik Kuga sampai dia duduk kembali. "Sebentar lagi kita makan." Tangan Nadine memberi gestur memasukkan sesuatu ke dalam mulut dan berpura-pura mengunyahnya.
"Auh." Kuga menyodorkan kedua tangan, meminta.
"Belum, masih nanti."
Mengerucutkan bibir, Kuga berbaring lagi. Bedanya, kini dia menjadikan paha Nadine sebagai bantal. Dari posisi itu, dia bisa menatap wajah Nadine dengan jelas. Tak membutuhkan waktu lama, Kuga memposisikan tangan Nadine ke puncak kepalanya, minta diusap.
Nadine menurut saja. Lembutnya rambut hitam legam Kuga terasa di jemarinya. Dia memejam, menikmati perlakuan Nadine.
"Kenapa di sekolah nggak ada yang seganteng lo, ya."
Mata Kuga yang tadinya terpejam kini terbuka. Mungkin dia mengerti ucapan Nadine adalah sebuah pujian, karenanya Kuga tersenyum lebar.
"Pasti ada, gue aja yang jarang perhatiin sekitar."
Kuga cemberut.
Posisi itu tetap bertahan untuk beberapa saat lamanya. Sesekali Kuga menangkap tangan Nadine dan mengusapkannya pada pipi, sebelum membiarkannya lagi mengelus rambutnya.
"Non, sarapannya udah siap." Ketukan di pintu menyusul kemudian.
"Iya, Bi. Sebentar lagi aku ke bawah."
"Me--"
Nadine segera menutup mulut mulut Kuga sebelum Bi Ade mendengar suaranya.
"Sssttt."
"Hihihihi." Kuga tertawa dan menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan.
Tolong berikan Nadine kesabaran lebih untuk menghadapi makhluk ini.
***
Update, yeay!
Yang masih sekolah udah pada masuk kah? Semangat belajarnya!
SPAM KOMEN di sini untuk lanjut~
Ok, see you :))
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadine & Tuan Kucing (SUDAH TERBIT)
Novela Juvenil(SUDAH DITERBITKAN OLEH BUKUNE) Nadine tidak percaya sihir, sulap, atau apalah itu. Namun, ketika kucing yang ia temukan di teras dan ia adopsi berubah menjadi laki-laki tampan, Nadine kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya. Bahkan untuk dirinya...