Happy reading, Nakuga!
***
"Lho, Non kok pulangnya sendiri? Tadi katanya Tuan mau jemput." Mang Amin menatap heran pada Nadine yang baru turun dari ojek online.
Kepala Nadine langsung berasap rasanya. Pagar rumahnya dibuka lebar-lebar, ia masuk begitu saja. Nadine baru mau membalas pertanyaan Mang Amin saat ojek online memanggilnya.
"Neng, maaf helmnya."
Nadine meraba kepalanya yang masih terbungkus helm putih. Rupanya ia lupa melepas benda itu. Malu segera memenuhi dirinya sampai ia tak berani memandang laki-laki berjaket hijau yang tengah menahan tawa itu.
"Maaf ya, Mas, lupa."
Sambil mendekat menuju Mang Amin yang sedang membersihkan kaca mobil, Nadine merapikan poninya meski tak perlu, sekadar mengusir memori keteledorannya tadi. Namun, sepertinya usaha itu akan sulit dilakukan. Kenangan memalukan selalu tinggal lebih lama di kepala Nadine, bersama dengan yang menyakitkan.
"Oh, ya? Nggak tahu, Mang. Tadi nggak liat. Langsung pulang soalnya Mang Amin nggak dateng-dateng." Nadine berdeham setelah mengucapkan kebohongannya. "Ya udah, aku masuk ya, Mang."
"Tuan perlu Mamang kasih tahu nggak, kalau Neng sudah pulang?"
Nadine diam sebentar. "Terserah Mang Amin aja. Kayaknya dia udah balik lagi ke kantor," jawab Nadine asal. Di jam-jam seperti ini, pekerjaan di kantor seharusnya sudah selesai. Namun, tidak dengan pekerjaan-pekerjaan ekstra seperti bertemu production house bila ada cerita yang hendak diangkat ke layar lebar.
Sebelum mencapai teras di depan, langkah Nadine terhenti. Dilihatnya Kuga duduk di sana dan mengibaskan ekornya tanpa henti. "Meow."
Nadine berjongkok di depan Kuga, mengelus kepalanya, lehernya, dan punggungnya. Setelah itu, Kuga mengitari Nadine seraya mengeong tanpa henti.
"Kenapa? Lapar?" Nadine membawa Kuga ke dekapannya.
Di dalam, Bi Ade sedang melipat pakaian di ruang tengah, televisi menyala dan menayangkan tayangan religi macam istri durhaka yang berselingkuh. Nadine tidak suka ceritanya, mudah tertebak dan kadang-kadang tidak masuk akal. Aktingnya pun menggelikan. Namun, Nadine tahu tayangan seperti itu cukup menghibur untuk orang-orang yang jauh lebih tua darinya.
"Manja banget itu Kuga sama Non." Bi Ade kembali fokus pada pekerjaannya setelah sempat melihat kedatangan Nadine. "Kuga teh jantan kan, ya? Tahu aja sama yang geulis*."
Nadine hanya tersenyum kecil. "Kuga udah dikasih makan, Bi?"
"Tadi siang, Non."
"Ya udah biar aku bawain sendiri."
Masih dengan tas di punggung, Nadine pergi ke dapur dan mengisi mangkuk dengan sup bakso. Selama ini, Kuga selalu makan dengan tangan dan selalu berantakan. Rencananya, Nadine ingin mengajarinya memakai sendok. Kuga yang berkelakuan seperti kucing memang imut dan menggemaskan, tetapi tak ada salahnya mempermudah hidupnya dengan cara manusia.
Kuga diturunkannya sehingga dia berlari-lari saat Nadine membawa makanan itu ke kamar. Setibanya di kamar Nadine, Kuga merentangkan tubuh, bagian belakang tubuhnya naik. Setelah itu, dia mencakar-cakar tirai jendela Nadine, yang segera dihentikan Nadine dengan ditariknya Kuga mendekat.
Dalam sekejap, kucing berbulu lembut sudah berubah menjadi laki-laki tampan.
"Nadine."
Kuga melempar tubuhnya ke tempat tidur, berguling-guling di sana. Sementara itu, Nadine berganti pakaian dan mencuci muka.
"Apar." Kuga menepuk-nepuk perutnya.
Nadine memutar bola matanya. Kuga segera mendekat saat Nadine meletakkan mangkuk berisi sup bakso di lantai. Tangannya sudah terulur untuk mengambil bakso itu, tetapi Nadine menepisnya. "Jangan dulu."
"Janan? Apar." Kuga mengerucutkan bibirnya.
"Liat, ya. Terus tiru." Nadine memegang sendok, meraup bakso bersama sedikit kuahnya. Dalam kecepatan biasa, ia melakukannya dan sudah mengunyah bakso itu sedetik kemudian.
Kuga menerima sendok, malah menggigitinya.
"Bukan!" Sekali lagi dan mencontohkan, tetapi tidak sampai memasukkan ke dalam mulut.
Kening Kuga mengerut dalam. Di benaknya, Nadine mempersulit rasa laparnya. Makan dengan tangan atau sendok sama saja. Saat mencoba, gerakan Kuga terlalu cepat, sehingga baksonya jatuh dan kuahnya bercipratan ke tangan dan celananya.
Kuga tidak terlihat peduli dengan Nadine yang bergerak memungut bakso, dia menjilati jarinya dan terkejut karena rasanya enak.
"Pelan-pelan."
Kuga mendengus, mencoba lagi. Kali ini, kecepatannya jauh lebih lambat. Mulutnya terbuka, tangannya bergerak seperti siput. Baksonya jatuh lagi.
Tak ada cara lain selain Nadine memegangi tangan Kuga langsung.
"Awalnya gini." Nadine membuat tangan Kuga meraih bakso ketiganya. "Terus gini." Tidak terlalu cepat dan tidak terlalu pelan, selesai juga.
Kuga mengunyahnya. "Enyak."
Tanpa bantuan Nadine, Kuga melanjutkan kegiatan makannya.
Nadine mendengar suara mobil yang memasuki area rumah. Ia mengintip lewat jendela, itu mobil Nil. Nadine bolak-balik seperti setrika di kamar, sementara Kuga makan dengan tenang.
Seseorang mengetuk pintu kamar, suara Bi Ade terdengar kemudian. "Non, dipanggil Tuan."
Yah, lambat laun memang harus dihadapinya juga.
***
Jadi, aku mau bawa satu kabar, nggak tahu baik atau buruk wkwk. Nadine & Tuan Kucing jadinya hanya kutulis di Wattpad aja, nggak berbaringan dengan platform lain. Kalian juga bisa baca sampai selesai dengan gratis.
Aku sempat dapat tawaran untuk paid stories, tapi nggak kuterima untuk saat ini karena beberapa alasan.
Jadi, kalian bisa dengan tenang ikutin Nadine & Tuan Kucing sampai akhir, hehe. Untuk Forevermore | Kenneth, on going di Wattpad dan Storial (akun Storial-ku sama dengan Wattpad, BayuPermana31, di-follow, ya!). Namun, sampai saat ini belum ada niatan jadiin cerita itu jadi cerita berbayar. Dibaca juga ya, hehe. Ada unsur fantasinya juga.
Best regards, Bayu Permana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadine & Tuan Kucing (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction(SUDAH DITERBITKAN OLEH BUKUNE) Nadine tidak percaya sihir, sulap, atau apalah itu. Namun, ketika kucing yang ia temukan di teras dan ia adopsi berubah menjadi laki-laki tampan, Nadine kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya. Bahkan untuk dirinya...