Raxel benar-benar membantu Vindra untuk menyerahkan sejumlah uang ke salah satu bu kantin yang secara konsisten dihutanginya. Saat uang itu ia serahkan atas nama Vindra, wanita setengah baya berwajah lelah itu terkesima sejenak. Wajahnya menunjukkan rasa tidak percaya yang amat sangat hingga kemudian berubah menjadi rasa haru yang luar biasa diiringi dengan tangan kanannya yang terulur dan menerima uang itu dengan senang hati."Makasih ya, Dek." Wanita itu berujar dengan nada terharu.
Merasa perlu merespon Raxel akhirnya mengangguk dan tersenyum tipis untuk melengkapi sepotong adegan sinetron singkat ibu kantin tadi hingga akhirnya pamit untuk kembali ke kelas. Kakinya yang berbalut celana abu-abu itu membawanya melintasi kantin hingga matanya secara ajaib menemukan kehadiran sesosok yang amat Raxel kenal. Sosok itu sedang sibuk melakukan sesuatu hingga memunculkan sebuah ide di dalam kepalanya.
Dengan langkah riang Raxel melangkah ke arah salah satu meja kantin di mana ada kakaknya yang....
... sedang makan bakso.
"Kak Ay." Raxel dengan cepat langsung melipir dan duduk di samping Ayran yang hampir tersedak minumannya karena kaget.
Perempuan itu mendelik saat mendapati sosok Raxel di sampingnya. Wajahnya kemudian berubah jadi was-was.
"Ngapain lo ke sini?"
Ada nada curiga yang Raxel tangkap ketika Ayran berbicara. Rupanya kakaknya itu sangat peka pada dirinya.
"Gue 'kan adik lo, jadi bolehlah nyamperin kakaknya yang paling cantik." Raxel menggoda lalu tangannya diam-diam meraih garpu dalam mangkuk bakso Ayran.
"Heh! Tangan lo!" Ayran bersuara agak keras sembari memukul tangan Raxel kala menyadari gerak-gerik tersembunyi adiknya. Sudah bisa diduga anak itu pasti akan melakukan sesuatu yang berpotensi merugikan dirinya.
Suara Ayran berhasil membuat tangan Raxel mengurungkan gerakannya dan tanpa diduga juga mengundang perhatian beberapa murid lain di meja sekitarnya.
"Ayran, kecilin suara lo." Elma yang duduk di hadapannya memperingatkan sambil menatapnya dan Raxel dengan galak.
Ayran merengut karena teguran itu tapi memutuskan untuk tidak melanjutkan perdebatannya dengan Raxel. "Ya, maaf. Habisnya dia ngeselin, sih."
"Pergi!"
Ayran melotot galak dan sayangnya sama sekali tidak berpengaruh untuk adiknya. Raxel dengan wajah tidak berdosa itu malah menyeret mangkuk bakso kakaknya yang kontan membuat Ayran semakin murka dibuatnya. Tadinya perempuan itu berharap adiknya akan merasa takut atau setidaknya batal melakukan kegiatan tidak tahu dirinya itu, tapi sayangnya itu sama sekali tidak terjadi. Mengharapkan Raxel melakukan apa yang ia inginkan sungguh sama mustahilnya dengan mengangkat Piramida.
"Ya udah, habisin."
Raxel dibuat tersentak sesaat tapi kemudian merasa senang mendengar ucapan kakaknya dan semakin gencar menyeret mangkuk bakso itu lebih dekat padanya. Beginilah enaknya punya kakak, apalagi perempuan. Ia bisa punya orang yang dengan sukarela dipalakin setiap hari.
Raxel memakan bakso di hadapannya dengan tenang sambil sesekali menanggapi ocehan kakaknya yang sedang minum es teh, tapi tidak lama kemudian matanya menangkap keberadaan gadis idamannya. Syakila masuk ke area kantin di jam istirahat. Gadis itu masih secantik biasanya hingga kemudian ia menyadari ada sesuatu yang berbeda dari Syakila. Gadis itu tersenyum lebar, senyum cantik yang justru menimbulkan rasa aneh di dadanya. Diam-diam dengan mulut dan tangan yang masih bekerja dengan mangkuk bakso di hadapannya, mata Raxel terus bekerja untuk hal yang lain. Matanya tidak lagi menatap mangkuk bakso, tapi mengikuti kemanapun Syakila pergi dengan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU
Teen FictionCOMPLETED [Fantasy-Teen Fiction-Romance] Apa yang lebih sulit dari merasa bersalah akan suatu hal? Menjadi pelaku utama kesalahan itu? Ayran rasa tidak. Yang lebih berat adalah terjebak di antara benar dan salah, hitam dan putih. Semuanya terasa bu...