Episode 5

210 25 20
                                    


Hari ini gue senang banget. Tadi gue minjem catatan sejarahnya Ahva, dan beruntungnya dipenjemin. Warbyasah nggak, sih? Calon suami gue baik banget. Tapi, walau begitu sebenarnya gue pingin ngajakin dia jalan, sayangnya tadi lidah gue malah keseleo. Kesel sih, tapi ya udahlah. Masih mending gue tadi berhasil minjem bukunya, jadi nanti malam bisa dipeluk tuh buku. Berasa kayak tidur meluk Ahva gitu.

Pokoknya mulai hari ini gue harus berusaha ngebuat Ahva peka sama gue. Biar dia sadar kalau jodohnya selama ini tuh di samping dia. Kayak lagunya Raffi-Nagita itu, loh.

Buat apalah susah

cari ke sana ke sini....

Sudah di depan mata

Kamulah takdir ... ku.

Hasek!

"Kak Ay!"

Ayran yang tadinya sibuk menulis di sebuah buku rahasia yang diberinya judul AA sambil cengengesan, kini buru-buru menutup buku itu dan berbalik menyentakkan kepalanya ke arah pintu. Matanya sudah melotot segarang mungkin pada Raxel yang membuka pintu kamarnya secara bar-bar.

Adik siapa sih ini! Nggak punya sopan satun banget.

"Heh?! Lo punya tangan buat apa?!! Buat pajangan doang?!! Kalau mau masuk itu ketuk dulu pintunya!!"

Bukannya malah takut Raxel justru cengengesan dan masuk lebih dalam ke kamar Ayran. Anak itu kemudian duduk di atas ranjang kakaknya yang hari ini dipasang seprai bergambar beruang

"Ngapain lo duduk di situ? Emang ada gitu gue nyuruh lo duduk."

Raxel berdecak. "Ngegas amat sih lo sama gue. Gue ke sini cuma mau ngasih uang kembalian tadi."

Otak Ayran bekerja dengan cepat dan beberapa detik kemudian tangannya langsung terulur seperti meminta.

"Mana uangnya?"

"Buat gue, ya?"

Wajah Ayran langsung mengkerut mendengar jawaban adiknya. Matanya yang tajam semakin memicing seakan bersiap untuk mengancam.

"Maksud lo apa, ya?"

Lagi, Raxel malah cengengesan mendengar jawaban kakaknya. Tangan anak itu kemudian bergerak merogoh saku celana dan menyerahkan uang kakaknya. Tidak mau membiarkan uang itu berada di tangan Raxel lebih lama, dengan kecepatan bak sabetan pedang seorang ksatria, Ayran mengambil uang itu dengan cepat dan menyembunyikannya di laci meja belajarnya.

"Udah sana, keluar. Gue mau belajar."

Raxel memasang wajah tak percaya. "Belajar? Masa, sih? Palingan dari tadi lo main hp. Iya, kan?"

"Keluar atau gue cubit lengan lo sampai biru."

Tubuh Raxel langsung menegak begitu kata 'cubit' masuk ke gendang telinganya. Bukan apa-apa sih, cuma cubitan Ayran memang benar-benar menyakitkan hingga beberapa menit kemudian cubitan itu langsung berwarna biru.

Sungguh luar biasa.

Dulu cubitan itu sempat membuat Raxel merasa beruntung punya kakak seperti Ayran. Bagaimana tidak, gara-gara saking menyakitkannya cubitan kakaknya, anak-anak yang suka mengganggu Raxel waktu SMP langsung segan untuk mengganggunya lagi karena pernah kena marah dan cubit Ayran. Sungguh kakak yang amat luar biasa.

"Iya, gue keluar! Nggak usah pakai ngancem juga." Raxel mendengus kesal lalu segera berdiri dan berjalan menuju pintu.

Tadinya kaki Raxel sudah hampir keluar dari kamar Ayran, tapi entah kenapa anak itu malah berbalik lagi. Kontan Ayran yang tadinya bersiap membuka buku AA miliknya lagi langsung dibuat berang.

KELABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang