Konon katanya menunggu itu sama tidak enaknya dengan jalan terus tiba-tiba menginjak kotoran ayam, nggak enak dan menyiksa. Apa lagi kalau pas masih seger-segernya. Maka dari itu kebanyakan orang paling tidak suka menunggu, apapun itu. Nunggu gajian, nunggu pesenan makanan di warung kaki lima, tapi sialnya abangnya lupa bikinin-kalau ini asli bikin kesel-sampai nunggu kepastian dari sang doi. Apesnya, Ayran sekarang mengalami hal itu. Menunggu kepastian dari polisi yang tidak kunjung memberi kejelasan di mana keberadaan Raxel. Padahal ini sudah lebih dari seminggu dari hari di mana adiknya menghilang.
"Raxel belum ketemu." Ayran berujar dengan nada sedih pada Shiro yang ada di pangkuannya.
Gadis itu sedang duduk di teras halaman belakang untuk menenangkan pikirannya di sore hari. Melihat rimbun tanaman yang ada di halaman belakang selalu berhasil membuatnya lebih tenang. Ayah dan bunda sedang pergi ke rumah neneknya lagi. Dari minggu kemarin ke dua orang tuanya itu memang sering berkunjung ke sana. Neneknya adalah orang yang paling merasakan dampak dari kehilangan Raxel, sebagai anak tentu saja ayah dan bunda sudah berkewajiban untuk menenangkan wanita tua yang ia sayangi itu.
"Apa gue coba ke hutan itu aja? Siapa tahu aja 'kan gue menemukan petunjuk."
Ayran mengangkat Shiro, membuat mata kelinci itu menatap ke arah matanya. Hewan itu menggerak-gerakan hidung dan mulutnya.
"Apa itu berarti iya?" Ayran bertanya lagi dan masih mendapatkan jawaban yang sama dari Shiro.
Beberapa saat tidak ada suara apapun di sekitarnya, hanya ada suara samar dari kejauhan yang tidak jauh-jauh dari suara mesin kendaraan dan klakson. Bibir Ayran berkerut dengan mata yang terus menatap ke arah wajah Shiro. Otak gadis itu sedang memikirkan apa yang terjadi kira-kira jika ia ke taman Elara itu, hingga kemudian sebuah dorongan yang amat besar dalam dirinya membuatnya yakin.
"Oke, gue bakal ke sana."
Ayran berdiri, dengan cepat berjalan ke arah kandang Shiro dan menaruhnya di dalam. Langkah kakinya kemudian beralih dan berbalik ke kamarnya. Mengganti piyama yang dipakainya dengan pakaian yang lebih pantas dan mengambil kunci motornya.
Kurang dari setengah jam kemudian Ayran sudah memarkirkan motornya di salah satu sudut taman yang memang berfungsi untuk itu. Matahari sudah semakin redup kala Ayran berjalan semakin masuk ke sana. Sebenarnya ada rasa takut yang menyelimuti, namun demi menemukan Raxel apapun akan dia lakukan dan dengan langkah semangat tapi masih dengan rasa takut gadis itu berjalan dengan langkah tersendat. Sesekali kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memeriksa keadaan taman yang lumayan sepi. Beberapa meter dari tempatnya berdiri ada pasangan muda yang duduk di atas rumput dengan si perempuan yang merona-kayaknya sih yang cowok lagi modusin dia. Keberadaan dua orang asing itu membuat Ayran sedikit bersyukur, karena jika ada sesuatu yang terjadi padanya ia bisa langsung berteriak.
Perlahan langkah Ayran semakin masuk ke arah pepohonan yang tinggi menjulang. Semakin dalam langkahnya maka semakin rimbun pula pohon yang berjajar hingga kemudian matanya menemukan sesuatu. Di atas rerumputan yang mulai menggelap karena hari mulai sore, Ayran dapat dengan jelas melihat sebuah pensil. Itu memang sebuah pensil biasa, tapi saat benda itu ada di genggaman tangannya ia dapat tahu dengan jelas jika itu milik Raxel. Di salah satu sisi pensil itu ada ukiran ala kadarnya yang membentuk kata Raxel. Sudah jelas jika anak itu sempat ke area ini waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU
Teen FictionCOMPLETED [Fantasy-Teen Fiction-Romance] Apa yang lebih sulit dari merasa bersalah akan suatu hal? Menjadi pelaku utama kesalahan itu? Ayran rasa tidak. Yang lebih berat adalah terjebak di antara benar dan salah, hitam dan putih. Semuanya terasa bu...