"Bein! Petik sayuran itu dengan benar! Atau aku tidak akan memasak pagi ini dan seterusnya!! Kau bisa membuat tanaman itu berhenti tumbuh!!""Ck! Aku sudah melakukannya dengan benar!!"
Suara itu terdengar di telinga Ayran walau samar, membuat tidur gadis itu terganggu dan akhirnya terbangun. Apa yang pertama kali dilihatnya adalah pepohonan yang begitu padat. Ayran mendongak untuk menatap langit, berusaha mencari tahu seberapa siangnya ia bangun. Akan tetapi saat mendongak gadis itu tidak bisa menatap langit dengan leluasa. Ada banyak dedaunan, ranting, juga tanaman rambat yang menghambat akses pandangannya ke langit.
Jelas tempat ini bukan ada di tengah kota Jakarta.
Akhirnya Ayran menyerah untuk melihat langit, kepalanya lalu kembali tertunduk menatap Ahva yang entah sejak kapan menatapnya dengan senyum lebar yang berpotensi membuat anak perawan seJakarta kebelet dinikahi laki-laki itu. Wajah Ayran merona tidak lama kemudian disusul dengan kedua tangan yang bergerak menutup wajahnya yang memerah. Ini terlalu memalukan.
Tadi malam masih terpatri dengan jelas saat Ahva mengatakan jika dirinya cantik. Walaupun sebenarnya sih Ayran percaya itu cuma kebohongan yang sama besarnya seperti bumi itu datar. Secara kemarin malam wajahnya dipenuhi oleh cemong lumpur yang membuatnya jadi mirip dengan tentara yang menyamar di balik semak-semak. Ayran percaya semalam Ahva mengatakan itu agar ia tidak menangis lagi, tadi ya sudahlah ya, hitung-hitung juga itu membuat hatinya senang.
Tidak lama Ayran membuka telapak tangannya, kaget dengan pergerakan Ahva yang mendadak dirasakannya. Benar saja laki-laki itu dengan susah payah sedang berusaha untuk duduk. Tidak tahan melihat wajah Ahva yang menahan sakit, Ayran dengan sigap membantunya untuk duduk di batu besar yang permukaannya lebih halus.
"Ada suara orang, kayaknya gue harus ke sana untuk cari pertolongan."
Ayran menggeleng cepat kemudian buru-buru berdiri. Jelas saja ia tidak setuju, Ahva sedang terluka dan kenapa malah laki-laki itu yang mencari bantuan. Harusnya yang bergerak sekarang adalah dia.
"Lo diam di sini aja. Gue akan ke sana buat minta bantuan." Ayran berbalik begitu saja tanpa melihat bagaimana Ahva melongo melihat bagaimana cepatnya ia berlari.
"Rilla! Cepat! Kita harus pulang! Kita sudah memetik banyak sayuran!"
Saat berlari Ayran mendengar suara itu dengan lebih jelas. Ia langsung panik saat salah satunya mengatakan akan segera pergi. Maka dari itu dengan spontan otaknya memerintahkan kakinya untuk berlari dengan cepat, tidak peduli bagaimana beberapa kali kakinya tersandung oleh batu dan batang pohon yang tumbang. Yang penting saat ini adalah ia harus mencari bantuan untuk Ahva.
Tidak lama Ayran telah sampai di sebuah kebun yang dominan berisi sayuran. Jika gadis itu bisa menyimpulkan kemungkinan tidak jauh dari hutan ini ada sebuah perkampungan. Untuk sesaat Ayran tersenyum lega dengan mata yang berkeliling mencari pemilik suara yang sedari tadi terdengar. Anehnya ia tidak menemukan siapapun di sana selain burung-burung yang hinggap di atas dahan pohon hingga kemudian gadis itu merasakan ada tangan kecil yang menyentuh betisnya.
"Aa!!" Reflek Ayran berjalan mundur beberapa langkah. Kaget begitu melihat ada telapak tangan seorang wanita yang tingginya bahkan tidak sampai setengah pahanya.
Wajah wanita itu berubah galak saat melihat wajah ketakutan Ayran. Jelas merasa sangat tersinggung dengan reaksi yang Ayran berikan padanya.
"Hey! Siapa kau! Jangan-jangan kau mau mencuri di kebun kami!"
Ayran membantah dengan menggeleng sekali. Tidak jauh dari wanita mungil itu berdiri seorang pria yang sedikit lebih tinggi. Ia sedang menatapnya dengan tatapan yang begitu aneh. Tidak berapa lama pria mungil-yang sepertinya suami wanita di hadapannya-ikut mendekat ke arahnya. Langkahnya kemudian terhenti di samping istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU
Teen FictionCOMPLETED [Fantasy-Teen Fiction-Romance] Apa yang lebih sulit dari merasa bersalah akan suatu hal? Menjadi pelaku utama kesalahan itu? Ayran rasa tidak. Yang lebih berat adalah terjebak di antara benar dan salah, hitam dan putih. Semuanya terasa bu...